Rio Ngeselin

64.7K 1.7K 41
                                    

Kasih tahu kalo ada typo!

***

Clarisa menatap kepergian dari Juna. Kedua sudut bibirnya mengembang, kini ia sudah memiliki hubungan sebagai spesial dengan pria itu. Kemarin ia dan Juna saling bertukar pesan dan laki-laki itu kembali mengutarakan isi hatinya melalui pesan. Tentu dengan mudahnya Clarisa membalas dengan kata iya tanpa banyak berpikir.

Kini Clarisa melangkah menuju kelasnya dengan langkah riang. Ia mengambil tempat di samping Cika dan menyerahkan ponselnya ke sahabatnya itu. Tidak ada pertanyaan yang diajukan oleh Cika, gadis itu memilih untuk mengambilnya.

"Kok kayak nggak beneran sih, Ris. Kelihatan banget kalo tuh Juna nggak begitu cinta ke lo. Mungkin cuman pengin ngerasain pacaran sama lo."

Clarisa mengedikkan bahunya lalu mengambil ponsel miliknya dari tangan Cika. "Gue nggak peduli, lagian lo tahu kan kalo gue cuman main-main sama tuh cowok. Udahlah, sekarang tugas lo tinggal doa aja semoga nanti gue sukses sama apa yang bakalan gue kerjain ke Rio," ujarnya.

Cika hanya mengangguk kemudian mengeluarkan buku matematika yang merupakan pelajaran pertama pada hari ini. Setelahnya ia melirik pada Clarisa yang malah tampak fokus pada ponsel. Ia mendekat dan melirik untuk dapat melihat apa yang dilakukan oleh gadis itu.

"Cik."

Cika cukup terkejut dengan panggilan Clarisa yang menurutnya cukup mendadak. Ia mengelus dada saat mengetahui jika Clarisa tampak tidak mengetahui jika ia baru saja ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh gadis itu.

"Kira-kira kapan ya gue putusin Kak Juna?"

Selalu seperti itu yang Cika dapat ketika Clarisa baru saja mendapatkan seorang pacar baru. Bahkan Cika sendiri sudah bosan dengan pertanyaan yang diajukan oleh sahabatnya itu. Ia merasa hal itu terlalu aneh untuk ia dengar karena memang ia belum pernah merasakan dengan yang namanya pacar, berbeda dengan Clarisa yang mantannya saja sudah cukup banyak karena memulai karir berpacarannya sejak kelas 10 SMA.

"Terserah lo aja, gue mumet Ris mikir begituan," jawab Cika setelah ia berpikir cukup lama.

Bibir Clarisa mengerucut lalu mengambil ponselnya yang ia letakkan di meja. Ia lalu membuka chat-nya dengan Juna lalu ia berucap, "Gue baru aja pacaran kemarin, kalo hari ini sih nggak mungkin, gimana kalo dua hari lagi? Kayaknya bagus deh, abis itu gue berhenti dulu terus gue ngegebet Rio. Beres, deh."

"Sebegitu yakin lo, Ris?"

Clarisa mengangguk sembari menunjukkan senyum di bibirnya. "Gue pasti bisa," jawabnya dengan penuh keyakinan.

Terdengar bel masuk, jam pertama sudah dimulai. Clarisa segera mengambil buku dan kotak pensil dari tasnya. Tak lama seorang guru wanita datang dengan buku yang berada di tangan. Tampak wanita berkacamata itu berdiri di depan dan memandangi semua muridnya.

"Selamat pagi, hari ini saya akan mengadakan ulangan untuk akhir bab yang telah kita lalui. Kalian masih saya perbolehkan untuk membuka buku. Namun, tidak untuk melihat jawaban teman. Yang sampai saya lihat masih mencotek jawaban teman, saya tidak segan-segan untuk menyuruh semua anak untuk berlari-lari di lapangan upacara, paham?"

"Paham, Bu," jawab semua anak dengan serempak.

"Kalian lebih baik mengerjakannya di buku tulis. Kalau sudah selesai langsung ke depan dan saya nilai, batas pengerjaannya adalah saat bel pembelajaran ini selesai, semua paham?"

"Paham Bu."

Wanita itu mengangguk puas lalu bangkit dan menulis soal di papan. Di belakang, Clarisa segera menulis soal yang ditulis oleh guru itu. Untuk pelajaran matematika dan sejenis hitung-hitungan yang lain otak Clarisa masih bisa diandalkan meskipun kadang ia sering lupa dengan cara dan teknik pengerjaan.

CLARIO✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang