7. Terluka Kembali

136 10 0
                                    

Happy Reading...

Indah masih betah menatap manik mata milik orang yang memanggilnya tadi. Ia masih setia dengan kebungkamannya menjawab pertanyaan darinya. Mungkin karena terkejutnya belum reda. Atau bahkan memang tak berniat untuk menjawab.

Apakah dia masih mengingat dirinya? Apakah dia mencarinya dirinya? pikir Indah.

Orang itu berdehem dan membuat Indah kembali ke realita.

"Eh..." Indah masih kaget dengan orang yang ada di hadapannya. Indah pikir orang itu akan pergi meninggalkannya, karena tadi dirinya malah melamun. Ternyata orang itu masih setia menunggu di hadapannya. Menunggu jawaban, pastinya.

"Lo, Indah, 'kan? Jawab dong jangan diem aja," tanyanya lagi penasaran karena belum mendapat jawaban apapun.

"Eh, Iya. Aku Indah," jawab Indah gugup.

"Hm, gue Deva. Lo masih inget gue, 'kan?" Orang yang bernama Deva itu, memberikannya lagi pertanyaan yang membuat Indah menundukkan kepala.

Selang beberapa menit terlewat. Indah mendongakkan kepalanya menatap lurus manik mata milik Deva. "Iya. Aku inget kamu, Deva Anggara." Deva tersenyum karena Indah masih mengingat dirinya.

Indah mengalihkan pandangannya ke arah lain. Berusaha meredam tangisnya. Karena matanya mulai memanas. Sebelum air matanya jatuh, buru-buru Indah pergi meninggalkan Deva sendirian. Tak peduli bahwa dia memanggilnya sekuat tenaga. Indah tetap berlari menyusuri koridor sekolahnya. Menuju parkiran sekolah.

🌧🌧🌧

Sampai di parkiran sekolah. Indah menabrak seseorang sampai terjatuh. Indah meringis kesakitan karena luka di lututnya cukup dalam akibat goresan aspal. Ditambah tangisan air matanya. Membuat siapapun yang melihatnya merasa kasihan dan iba. Pasti yang melihat akan langsung membantunya walau tak ikhlas.

"Sorry, Lo gak apa-apa, 'kan?" tanya orang yang ditabrak Indah sambil menyentuh dagu Indah agar mendongakkan kepalanya. Pandangan mereka bertemu. Dan, ya, orang yang ditabrak Indah adalah Mahesa.

"Indah? Lo kenapa? Kok nangis gitu? Siapa yang bikin lo nangis? Bilang sama gue!" tanya Mahesa cemas melihat keadaan Indah yang memprihatinkan. Rentetan pertanyaan itu serta-merta karena Mahesa sangat menghawatirkan Indah. Orang yang ingin ia lindungi dari orang-orang yang melukainya.

Dengan melihat kondisi Indah yang seperti ini pun, hati Mahesa terasa tersayat. Menyakitkan. Namun tak berdarah. Hanya saja luka di lutut Indah membuat Mahesa meringis melihatnya.

Bagaimana tidak memprihatinkan? Menangis tersedu-sedu. Ditambah luka di lutut. Sungguh, memprihatinkan.

Bukannya menjawab pertanyaan Mahesa, Indah malah memeluk erat tubuh Mahesa. Tak peduli jika ada yang melihatnya. Indah hanya ingin menangis mengeluarkan beban di hatinya yang telah lama ditumpukkan di dalam hatinya. Sementara Mahesa membiarkan tubuhnya dipeluk. Membiarkan dirinya memberi kenyamanan bagi Indah.

"In, lo kenapa, sih? Ada masalah, ya?" tanya Mahesa lagi cemas.

Indah masih terus memeluk tubuh Mahesa lebih erat. Lebih erat dari yang sebelumnya. Seakan-akan orang yang dipeluknya akan meninggalkannya.

"Oke, kalo lo gak mau jawab. Tapi kita duduk dulu ya di situ?" ujar Mahesa sambil menunjuk kursi yang berada tak jauh di tempat mereka berdiri. Posisinya masih saling memeluk satu sama lain.

Usaha berhasil. Indah melepaskan pelukannya. Menyeka air matanya yang sedari tadi turun tanpa diizinkan. Lalu mereka menuju kursi yang ditunjuk Mahesa tadi. Indah langsung duduk di kursi tersebut dan menangis kembali sambil menangkupkan kedua tangan ke wajahnya. Sudah tak memperdulikan sakit di lututnya. Entah apa yang membuatnya menangis seperti itu. Hatinya terasa sakit. Sangat sakiit.

Apakah itu karena orang tadi, yang bernama Deva? Memang apa salah Deva? Ini aneh. Deva hanya menanyakan apakah Indah masih mengenal dirinya.

Saat Mahesa ingin beranjak dari tempatnya. Ingin mencari obat merah untuk luka Indah. Tangan Mahesa dicekal oleh Indah. Indah kembali memeluk tubuh Mahesa lebih erat lagi. Tidak memperdulikan luka di lututnya. Dan kali ini pelukan Indah dibalas lebih hangat oleh Mahesa daripada tadi. Memberi kehangatan tersendiri bagi Indah.

Indah tak ingin kehilangan Mahesa.

Setengah jam berlalu, meraka masih dalam keadaan berpelukan. Indah mengakhiri pelukannya. Menyeka air mata yang telah mengalir di pipinya. Matanya pun telah sembab. Hidungnya merah. Dan bibirnya bergetar karena isakan tangisnya. Efek menangis terlalu lama.

"Udah baikan?" gumam Mahesa. Yang ternyata ikut menangis.

Tak ada jawaban, hanya ada anggukan lemah menandakan bahwa Indah telah merasa lebih baik sekarang.

"Ya udah, pulang, yuk? Udah sore," ajak Mahesa yang langsung di setujui oleh Indah melalui anggukan kepalanya juga.

🌧🌧🌧

Sesampainya di rumah mewah milik Indah. Mereka langsung turun dari mobil. Mahesa menuntun jalan Indah, karena luka di lututnya masih belum diobati. Ini karena Indah yang terlalu lama menangis.

Mereka kini telah duduk di sofa lembut milik rumah Indah. Mahesa telah mengobati luka di lututnya Indah. Itupun dengan ekstra kehati-hatian. Karena Indah selalu meringis kesakitan.

Selama beberapa menit hanya ada keheningan. Mahesa memecahkan keheningan dengan bertanya kepada Indah.

"Indah. Lo gak apa-apa, 'kan?" tanya Mahesa. Yang hanya dijawab oleh anggukan lemah.

"In, kalo ada apa-apa, lo cerita sama gue, ya?"tanya Mahesa lagi. Dan lagi-lagi dijawab hanya oleh anggukan lemah.

Mahesa ingin bertanya lagi, tentang Indah yang kenapa tiba-tiba menangis sambil berlarian. Tetapi keinginannya diurungkan. Itu dikarenakan melihat keadaan Indah yang sedang bersedih. Dia butuh waktu privasi untuk saat ini. Akhirnya, Mahesa pamit untuk pulang dengan alasan sudah sore, padahal bukan itu alasannya. Indah hanya mengangguk mengiyakan ucapan Mahesa. Mengantarkan Mahesa ke gerbang sampai tidak terlihat oleh pandangan, barulah Indah masuk ke dalam rumah lagi.

Kepulangan Mahesa, Indah langsung berlari menuju kamar, tidak memperdulikan luka di lututnya. Lantas, mengunci pintu kamarnya. Menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Lalu menangis lagi dengan kencang. Kencang sekencang-kencangnya. Sambil menutup wajahnya dengan bantal.

Sampai suaranya serak. Akibat jeritan tangisnya.

🌧🌧🌧

Di lain sisi, Deva merasa bingung dengan keadaan Indah yang berlari begitu saja meninggalkannya. Dia heran dengan perubahan sikap Indah terhadapnya, tadi. Apalagi, dengan Indah yang mengeluarkan air mata, lalu pergi meninggalkan Deva sendirian di dalam kelasnya.

Dengan sedikit frustasi sambil mengacak-acak rambutnya. Deva akhirnya pergi menuju parkiran, untuk pulang ke rumahnya. Dengan perasaan gelisahnya.

Apakah Indah akan baik-baik saja, atau tidak?

"Semoga lo gak benci sama gue."

🌧🌧🌧

Quotes: Terkadang, terluka itu memang harus kita alami.

🌧🌧🌧

Rintihan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang