27. Marah

62 4 0
                                    

Happy Reading...

"Lo kenapa sih? Minta gue cium?"

Indah langsung melotot ke arah Deva setelah dia mengatakan kalimat terlarang itu. Sementara Deva, hanya memasang muka cueknya.

Maksudnya apa, coba?

"Ngomong apa tadi?" tanya Indah memastikan. Bisa saja kan, pendengarannya bermasalah.

"Kurang jelas?"

"Ya."

"Lo kenapa, sih? Minta gue cium?" ulangnya penuh penekanan di setiap kata.

"Oh."

"Cuma 'oh'. Gak ada respons lain," ujar Deva tak percaya.

"Gak ada," balasnya jutek. "Oh, iya. Kamu ngapain di sini?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Duduk sama lo."

"Oh."

"Lo kenapa, sih? Kok jadi jutek gini, lo marah sama gue? Gue ada salah apa sama lo?"

Tanpa membalas pertanyaan Deva, Indah langsung beranjak begitu saja meninggalkan Deva yang masih duduk sambil menatap kepergiannya.

Indah juga menghiraukan panggilan dari Deva yang terus saja memanggil namanya. Dirasa sudah cukup jauh dari tempat yang sebelumnya. Indah merogoh sesuatu di dalam tasnya. Lalu setelah mendapatkannya, langsung saja ia menelepon seseorang dengan ponselnya.

"Halo, Kak. Dimana?"

"Gue di belakang lo."

Sontak, Indah langsung menoleh ke belakang. Dan benar saja, Revan dengan wajah santainya dan dengan ponsel yang masih menempel di telinganya. Ditambah alisnya yang dinaik-turunkan.

Tapi, Indah malah mengerucutkan bibirnya melihat tingkah kembarannya ini. Dirinya sedang sedih, tapi kembarannya malah bahagia. Ini tidak adil.

"Apaan sih, Kak. Gak lucu tau."

🌧🌧🌧

Hari Senin, Indah memutuskan untuk pergi ke sekolah. Dengan catatan, tidak boleh sampai kecapekan.

Hari ini juga, Revan, kembarannya. Mulai dari sekarang dan seterusnya, akan bersekolah di tempat yang sama dengan Indah. Tentu saja saja itu membuatnya senang. Tapi, hari ini Indah juga merasa takut. Perihal tempo hari dirinya yang membentak Amel dan Dinda sampai mereka berdua bungkam.

Tapi, dengan langkah pasti Indah berjalan beriringan dengan kembarannya. Menuju kelasnya. Walaupun mereka tidak sekelas. Indah tak ingin terlalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang belum terjadi.

"Belajar yang bener, ya. Ntar istirahat pertama gue ke sini. Kita ke kantin bareng, oke?"

"Oke..."

Baru saja Indah ingin duduk. Tapi siluet bayangan di hadapannya menghentikan keinginan itu. Indah mendongak, lalu menunduk kembali takut-takut.

"Gak usah takut sama gue. Gue bukan monster. Tatap mata gue."

"I...ya..." ujarnya gugup seraya mendongak kembali.

"Gue ke sini...pengen minta... maaf," ujar Amel gugup. Karena memang, ini kali pertamanya ia meminta maaf kepada orang yang dibully-nya.

"Iya, gue juga pengen minta maaf sama lo," timpal Dinda.

"Lo pasti maafin kita, 'kan?" tanya Dinda.

Indah ragu untuk menjawab iya atau tidak. Bukan tidak ingin memaafkan, hanya saja Indah merasa takut. Jika mereka melakukan kembali hal yang sama. Mengulang kembali kesalahan yang sama setelah mendapatkan kata maaf.

Rintihan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang