31. Semakin Parah

43 3 0
                                    

Happy Reading...

Semakin hari kondisi Indah semakin melemah. Semakin hari juga, ia menguatkan hatinya untuk tidak terlihat lemah di mata orang sekitarnya. Indah merasakan itu, tubuhnya tidak dalam kondisi baik, tapi ia terus menyangkalnya. Berkata baik-baik saja ketika Revan menanyakan kondisinya. Bisakah penyakit leukimia stadium 3 dianggap baik-baik saja? Bisakah penyakit ini dianggap biasa? Tidak bisa.

Saat ini Indah sedang bersama Revan. Menikmati hari berdua saja, tidak ada adik-kakak itu, apalagi teman barunya itu. Indah, hanya ingin menghabiskan banyak waktu bersama keluarganya, sebelum ..., argh, sudahlah tidak perlu dijelaskan lagi. Pasti kalian sudah mengerti maksudnya.

Walau pada kenyataannya, mimpi yang ia inginkan tidak akan pernah terwujud. Buktinya, orangtuanya kembali meninggalkannya. Pergi jauh, ke Negeri Gingseng, untuk menyelesaikan proyek terbesarnya. Mereka yang tidak tahu-menahu perihal kondisi Indah, hanya mengucapkan salam pamit lewat secarik kertas, yang disimpan di atas meja makan.

Sebegitu tega kah mereka mengabaikan anaknya yang sedang butuh banyak perhatian? Bahkan mereka tidak pernah sedikit bertanya apa yang Indah inginkan. Sungguh miris.

"Indah? Kenapa gak dimakan?"

Seruan itu, berhasil membuat lamunan Indah terhenti. Lamunan yang menariknya kembali pada masa lalunya. Sudah cukup! Indah tidak ingin mengingatnya lagi. Lebih baik menikmati sarapan paginya dengan canda tawa bersama kembarannya, Revan. Tapi apakah bisa? Indah akan mencobanya, walau sulit.

"Indah? Kenapa gak dimakan?" Revan berseru lagi, karena ucapannya belum juga direspons. Melihat Indah yang terus mengaduk-aduk makanannya tanpa selera, Revan sudah cukup mengerti apa yang terjadi.

"Indah, semua akan baik-baik aja. Semua yang kamu inginkan pasti terjadi."

Ya, semoga saja. Indah berharap itu benar-benar terjadi.

🌧🌧🌧

"Indah, lo kenapa?"

Indah yang mendadak terhuyung jatuh tidak sadarkan diri, membuat Revan panik. Bagaimana tidak, dengan wajahnya yang pucat pasi dan badan yang dingin, menambah kepanikannya. Revan pun langsung menggendong Indah menuju mobilnya yang terparkir di garasi untuk dibawa ke rumah sakit yang biasa Indah gunakan.

Sesampainya di rumah sakit, Indah langsung dimasukkan ke dalam ruangan IGD. Revan terus saja merapalkan doa-doa. Berharap cemas akan kondisinya. Tangannya terus saja mengepal. Tidak sanggup melihat keadaan Indah yang terkulai seperti itu.

Tiba-tiba suara dering ponsel dari ponselnya yang disimpan di saku celana bergetar. Menampilkan layar nama Mahesa_Anggara. Dengan cepat Revan mengangkat panggilan itu.

"Halo. Indah di—..."

"Sekarang buruan lo ke sini, Indah balik lagi ke rumah sakit, keadaannya memburuk. Gue takut dia kenapa-napa."

"Oke, gue ke sana sekarang. Lo jangan panik gitu."

"Kalo bisa, bawa Deva sekalian."

Setelahnya, panggilan terputus secara sepihak oleh Mahesa. Mungkin dia kesal karena nama Deva disebut, atau mungkin karena terlalu panik juga mengetahui kabar Indah. Revan hanya mengangkat bahunya, tidak perlu memikirkan yang tidak penting.

"Indah, gue yakin lo bisa milih salah satu di antara mereka."

🌧🌧🌧

Baru saja Mahesa ingin mengajak Indah pergi bersama, tapi malah dirinya yang dibuat panik oleh Revan karena Indah kembali lagi ke rumah sakit. Apakah Indah rindu dengan aroma rumah sakit, sampai masuk kembali? Argh! Di saat seperti ini, Mahesa malah memikirkan hal yang tidak penting.

Rintihan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang