Happy Reading...
Saat ini Indah dan Mahesa telah berada di sekolah. Karena dua minggu ini keadaannya tidak cukup baik, setelah kemoterapinya berjalan seminggu yang lalu.
Dan selama dua minggu itu juga. Mahesa lah yang menemani Indah di rumah sakit. Orang tua Indah tak bisa menjenguknya karena dengan alasannya yang bisa dibilang basi. Sibuk. Sibuk dengan urusan pekerjaannya. Seolah-olah pekerjaan atau kariernya itu lebih berharga daripada anaknya sendiri.
Awalnya Indah tak diizinkan oleh Mahesa ke sekolah karena keadaannya yang mungkin belum normal. Keadaannya masih lemah. Tetapi Indah bersikeras untuk tetap ke sekolah. Indah bilang ia rindu sekolah. Padahal, pada kenyataannya Indah terus saja di-bully.
Akhirnya, Mahesa terpaksa mengizinkannya. Meskipun ia tak berhak untuk itu.
Bel masuk telah berbunyi,
Banyak siswa-siswi yang sedang membicarakan seorang siswa yang mendadak dianggap menjadi bule dadakan. Mungkin karena ketampanannya. Atau mungkin memang dia pindahan dari luar negeri.Mendengar perkataan teman-temannya. Indah menjadi penasaran akan siapa yang dibicarakannya. Setelah sibuk dengan pikirannya, Indah baru sadar bahwa dirinya telah sampai di depan kelasnya.
Ketika kerusuhan di kelas berlangsung, tiba-tiba guru pun datang. Tetapi dia tidak datang sendirian melainkan dengan seseorang yang mengikutinya dari belakang.
"Selamat pagi, semua!" sapa guru tadi yang bernama Ibu Nova.
"Pagi, Bu!!" teriak siswa-siswi kelas X-IPA 2.
"Anak-anak, hari ini kita kedatangan siswa baru. Dia pindahan dari Inggris. Dia berbeda lho dari yang lain!" ujar Bu Nova. "Ayo, perkenalkan diri kamu," gumamnya kepada siswa baru yang berada di sampingnya.
"Perkenalkan, nama saya Deva Anggara," gumam Deva tersenyum manis.
Indah, terkejut atas siapa siswa baru yang masuk ke kelasnya. Rasanya, sakit yang ada di tubuhnya tiba-tiba hilang begitu saja. Nama itu..., sangat familiar di telinganya. Tapi mengapa nama belakangnya sama dengan nama Mahesa. Ah, mungkin itu kebetulan saja. Jangan mudah beranggapan bahwa mereka memiliki hubungan.
Lamunannya terhenti, ketika Bu Nova memanggil namanya. Indah langsung tersentak saking kagetnya. Dan hampir saja berteriak. Namun, ia langsung memulihkan kesadarannya dari keterkejutannya.
Kringgg....
Bel istirahat tiba-tiba berbunyi dengan nyaringnya.
Di saat semua siswa-siswi sedang berlarian menuju kantin, mencari tempat ternyaman untuk makan makanan kantin bersama teman-teman. Indah malah masih terdiam di tempatnya. Sambil memikirkan sesuatu yang beberapa jam lalu mengusik pikirannya. Entah mengapa pikirannya menjadi tiba-tiba kacau, ketika kedatangan siswa baru yang baru masuk ke kelasnya.Lagi-lagi lamunannya harus terpaksa terhenti karena panggilan yang memanggil namanya. Panggilan itu berasal dari seorang Mahesa yang sejak tadi sibuk memperhatikan Indah yang tengah fokus dengan lamunannya. Karena Mahesa merasa tidak diperhatikan, akhirnya ia memutuskan untuk membuyarkan lamunan Indah.
"Indah?!" panggil Mahesa setengah teriak. "Kita ke kantin, yuk?" ajaknya.
Indah masih belum merespons ucapan Mahesa. Dan itu membuat Mahesa jadi kesal sendiri. Merasa dianggurin. Merasa tak dianggap keberadaannya.
"Eh, iya kenapa, Hesa?" jawab Indah setelah selang beberapa menit yang terlewat. Sambil mendongakkan kepalanya ke hadapan Mahesa. Mengulas senyum semanis mungkin, agar hati Mahesa kembali luluh.
Mahesa menghembuskan nafasnya gusar. "In, lo kenapa, sih? Gue ngerasa dicuekin dari tadi. Berasa gak dianggap, gitu. Kalo ada masalah cerita," ujarnya sambil menatap Indah.
"Eh, maaf. Aku gak apa-apa, kok." Indah menundukkan kepalanya merasa bersalah.
"Oke. Gak apa-apa kok."
🌧🌧🌧
Bel pulang telah berbunyi sejak setengah jam yang lalu. Tetapi Indah masih betah berada di tempat duduknya. Tanpa berniat untuk beranjak. Hari ini Mahesa tidak mengantarkannya pulang, karena harus menemani Bundanya ke rumah sakit. Katanya sih untuk check up biasa.
Indah masih memikirkan atas kejadian tadi pagi yang membuatnya tak percaya. Bahwa orang yang ingin ia lupakan, kini hadir kembali. Orang yang ia pernah anggap sebagai pelangi. Dan sekarang ia memilih menganggapnya sebagai rintikan hujan. Bahkan lebih dari itu. Lebih kuat dari rintik hujan.
Lamunannya buyar, ketika ada yang menyentuh bahu kirinya dengan sentuhan. Sontak, Indah langsung membalikkan badannya melihat siapa orang yang menyentuhnya.
Membalikkan badan, ternyata membuatnya tersentak kembali. Ia terkejut mendapati orang di hadapannya adalah orang yang sedang ia lamunkan.
"Indah?" tanya seseorang yang sedang di hadapan Indah sambil menunjuk dan tersenyum manis.
Bukannya menjawab, Indah malah diam dan menatap orang yang berada di hadapannya sekarang tanpa mengalihkan pandangannya ke arah lain. Seolah-olah yang ada di hadapannya adalah hal yang menarik untuk ditatap lama-lama. Terlalu sayang untuk dilewatkan.
"Indah, 'kan? Lo Indah Ayumi, 'kan?" tanyanya lagi masih dengan senyuman manisnya untuk menutupi kebingungannya. Dan juga ia masih belum mendapati jawaban apapun dari Indah. Karena Indah tetap bungkam, dengan memilih menatap seseorang yang memanggilnya dengan lekat-lekat. Daripada harus menjawab pertanyaannya. Bahkan pertanyaannya tak terlihat begitu. Seperti cenderung ke sebuah meyakinkan dirinya sendiri. Bahwa yang di hadapannya kini adalah Indah.
'Iya, aku Indah.'batin Indah.
🌧🌧🌧
Quotes: Percayalah, setiap perpisahan dari pertemuan pertama, pasti ada pertemuan keduanya.
🌧🌧🌧
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintihan Hujan
Novela Juvenil°• s e l e s a i •° **** Indah Ayumi, menginginkan pelangi di hidupnya datang, untuk pergi meninggalkan rintikan hujan sendirian. Saat itu juga, Mahesa Anggara datang untuk menawarkan pelangi kebahagiaan yang sempat hilang. Tapi, Indah sendiri masih...