A/N: SORRY BANGET JADI HARUS SKIP-SKIP DULU. KALO GAK GITU, NGGAK NYAMBUNG ENTAR, BERASA GANJEL. THANKSS. INI PART 38-NYA.
Double update;)
Happy Reading...
Hari ini, di weekend siang ini. Orang tua Indah dan Revan kembali berdiam diri di rumah. Walaupun pada kenyataannya tetap fokus pada pekerjaannya masing-masing. Tapi, itu cukup membuat Indah sedikit bahagia. Setidaknya, mereka masih berada di satu atap yang sama. Walaupun pada akhirnya tanpa terlibat percakapan apa-apa.
Saat ini, Indah sedang menemani Revan di ruang keluarga yang sedang duduk sambil bermain game online di ponsel pintarnya. Indah melirik sekitar, Mamanya baru saja duduk di kursi yang berbeda dengan laptop berada di pangkuannya. Matanya fokus pada layar itu, tanpa memperdulikan sekitar.
"Indah, bisa tolongin Mama bawain charger di kamar Mama?" ujar Clara pada Indah meminta tolong. Tak ada senyum di wajahnya, hanya ada keraguan dari ucapannya untuk meminta tolong.
Indah mengerjap beberapa kali. Entah kenapa ia senang jika disuruh seperti ini. Indah tersenyum simpul, lalu mengangguk. "Iya, Ma." Indah pun beranjak dari tempat duduknya. Revan menatapnya ketika dirinya mulai menjauh.
Suasana mendadak jadi sangat canggung dan kikuk. Revan melirik diam-diam orang yang dikata Mamanya itu. Karena dirinya saja belum yakin dirinya itu anaknya atau bukan. Rasanya ingin sekali menyapanya. Karena selama dirinya tinggal di sini, belum pernah dirinya dengan orang tuanya terlibat percakapan.
Haruskah dirinya yang memberanikan diri? Memulainya terlebih dahulu?
Sial! Kenapa Indah lama sekali hanya untuk mengambil kabel pengisi baterai ponsel. Revan mengumpat dalam hati. Ponselnya mati, jadi gamenya berakhir sudah. Entah kenapa dirinya enggan untuk melangkahkan kakinya ke kamar untuk mengambil charger-an. Padahal lebih baik mendekam di balik pintu kamarnya dari pada berada di satu ruangan dengan seseorang tanpa terlibat percakapan apapun.
"Rehan, mau minum sesuatu? Biar Mama yang bikinin ..., sekalian."
Revan tersentak kecil, menoleh sembari mengangkat sebelah alisnya. Rehan? Tidak pernah ada yang memanggilnya dengan sebutan itu. Sekalipun Indah yang notabenenya kembarannya.
Revan ragu kalau yang berbicara itu adalah Mamanya. Apakah kalian percaya, bahwa ini adalah pertanyaan sekaligus penawaran pertama yang Mamanya lontarkan kepadanya.
Revan butuh mengerjap beberapa kali bahwa telinganya tidak salah dengar. "Okey..."
Clara tersenyum sangat tipis, "baiklah, tunggu sebentar."
"Kak Rehan?" Revan menoleh mendapati Indah yang sedang tersenyum simpul dengan charger yang ada pada genggaman tangannya. Revan tidak mengerti maksudnya, dia itu bertanya atau sekedar memanggil nama yang barusan disebut oleh ... mamanya.
"Kenapa panggil aku Rehan?"
Indah tampak berpikir sejenak, "Tadi, Mama panggil Kak Revan dengan sebutan Rehan. Berarti itu panggilan kesayangan."
"Sok tau kamu."
"Aku bener kan, Kak ... Rehan." Indah tersenyum jahil. Sifat pencicilan Deva menular kepadanya.
"Hm, ini minuman kalian."
Keduanya menoleh, mendapati Clara dengan nampan berisi tiga gelas minuman coklat. Indah meringis kecil, kemudian tersenyum simpul. Ia sedikit takjub, mamanya tahu minuman kesukaannya.
Indah dan Revan duduk bersisian. Bersebrangan dengan Clara. Suasana sangat kikuk. Indah lebih memilih menyesap minumannya perlahan dengan pandangan mata yang liar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintihan Hujan
Teen Fiction°• s e l e s a i •° **** Indah Ayumi, menginginkan pelangi di hidupnya datang, untuk pergi meninggalkan rintikan hujan sendirian. Saat itu juga, Mahesa Anggara datang untuk menawarkan pelangi kebahagiaan yang sempat hilang. Tapi, Indah sendiri masih...