44. Rintikan Hujan

50 3 0
                                    

Double update!!!

Happy Reading...

"Indah..."

"Iya, apa?" Indah menoleh, di mana Deva berada.

Saat ini mereka berdua tengah duduk di kursi putih, tepatnya di sebuah taman. Yang dinaungi pohon rindang, hingga udaranya cukup sejuk. Walaupun di luaran sana sedang cukup terik.

Awalnya, Indah tidak diizinkan oleh pihak dokter ke sini. Tapi, karena Deva merengek seperti anak hilang, dokter pun akhirnya jadi tidak tega. Harusnya Indah yang protes, bukan?

Indah boleh ke luar sejenak, asalkan jangan terlalu lama. Itu pesan yang disampaikan dokter tadi pada Deva.

"Kasih gue kesempatan, In."

"Kesempatan apa?" tanya Indah tanpa menoleh. Terus menatap lurus ke depan. Memperhatikan anak kecil yang sedang bermain di sana bersama seorang suster muda.

"Lo pasti ngerti maksud gue apa."

Indah tidak menjawab. Iya, Indah mengerti maksudnya. Namun ia ragu akan menjawab apa. Semuanya masih tampak abu-abu baginya.

Drrttt... Drrttt... Drrttt...

"Handphone kamu bunyi," ujar Indah memberi tahu.

Deva merogoh saku celananya. Mengambil ponselnya yang berdering. Ternyata itu panggilan video-call dari Mahesa. Deva melirik Indah yang sedang melihat layar ponselnya. Tanpa banyak berpikir, ia pun menslide tombol berwarna hijau. Lalu mengarahkan ponselnya ke depan. Agar wajahnya dan wajah Indah terlihat di layar.

"Halo, Deva. Eh, Indah juga ada di sana ternyata," sapa Sherlyn. Deva mendengus karena cewek ini.

"Mau lo apa?"

"Sinis amat, elahhh. Gue kangen sama kalian berdua."

Deva mencibir. Sementara Indah tertawa kecil.

"Sherlyn! Gak sopan banget make handphone gue gak izin dulu." Suara diseberang sana yang orangnya tidak terlihat. Deva yakin itu suara Mahesa. Dan Deva lebih yakin lagi kalau Sherlyn nyelonong masuk ke kamar Mahesa.

Deva kembali mendengus.

"Sherlyn, itu suara Mahesa, ya?" tanya Indah.

"Iya, nih." Sherlyn cengengesan. "Mahesa marah-marah mulu sama gue."

"Salah lo sendiri," sewot Deva.

"Lo lagi video-call sama siapa sih," tanya Mahesa. Lalu muncullah wajahnya di layar. "Oh, si Deva sama Indah."

"Hai, Mahesa," sapa Indah dengan senyum manisnya.

"Senyumnya manis banget. Giliran sama gue nggak," sindir Deva sebal.

Indah menoleh, menatap Deva yang tampak kesal. "Kamu kenapa?"

"Cieee... Ada yang cemburu nih."

"Diem, Sher. Jangan bacot mulu."

"Kasar! Lo juga cemburu, ya?"

"GAK!" sarkas Mahesa. Terlihat Sherlyn cemberut di sana. Mahesa benar-benar keterlaluan. Tapi, menurut Indah itu lucu. Hingga membuatnya tersenyum.

Deva mendecak, melihat Indah yang tersenyum seperti itu. Membuatnya emosi saja. Gue cemburu, Indah. Jangan senyum ke Mahesa. Senyumnya ke gue aja! Andai Deva bisa mengatakan itu, tapi ia terlalu takut.

Karena kesal mendengarkan bacotan yang tidak berfaedah dari pasangan teraneh itu. Deva pun mematikan handphone-nya. Menaruhnya lagi ke saku celana. Ia menatap lekat Indah yang sedikit tersentak kecil karena ulahnya.

Rintihan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang