8. Mama dan Mahesa

130 10 0
                                    

Happy Reading...

Seperti hari-hari biasanya, Indah selalu bangun pagi. Berangkat ke sekolah untuk belajar. Tetapi kali ini ada yang berbeda dari biasanya. Indah masih memikirkan kejadian kemarin sampai membuat kepalanya kembali pusing. Dengan kejadian ini, Indah hampir lupa bahwa ia tidak boleh lupa meminum obatnya.

Hari ini Mahesa akan menjemput Indah. Sebenarnya sih memang hampir setiap hari mereka pergi bersama dan pulang bersama.

Indah telah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Sebelum itu ia harus sarapan terlebih dahulu. Mengingat penyakitnya yang akan kambuh jika ia tak sarapan terlebih dahulu.

Begitu sampai di dapur, Indah dikejutkan dengan banyaknya makanan di meja makan. Karena biasanya tak ada makanan sebanyak ini. Paling hanya nasi goreng dan telur ceplok. Itupun hanya untuk dirinya. Tak mungkin 'kan bibi memasak sebanyak ini hanya untuk dirinya.

Kebingungannya kini terjawab. Ketika ada suara yang sangat familiar di telinganya itu menyapanya. Suara yang sudah lama tidak Indah dengar. Suara yang sangat Indah rindukan. Suara yang bahkan entah kapan terakhir kali di ucapkan kepadanya.

"Hai, Sayang."

Indah menoleh ka asal suara. Ternyata sosok perempuan paruh baya. Yang terlihat masih muda. Ya, dia adalah Ibunya Indah. Yang telah lama tidak Indah tatap mukanya langsung. Atau lebih tepatnya, jarang bertemu.

Beberapa menit kemudian, setelah keterkejutannya hilang. Indah memilih untuk duduk di kursinya. Menghiraukan sapaan dari ibunya sendiri. Indah mengambil sepotong roti dengan olesan selai dan memakannya dengan lahap dalam diam.

"Indah, sekolah kamu gimana?"tanya Mama Indah yang bernama Clara Yumi. Memecahkan keheningan yang ada.

"Baik," jawab Indah datar.

"Nilai kamu ba...–" Belum selesai Clara bertanya lagi. Terdengar suara klakson mobil dari luar mengarah ke rumahnya.

Dengan cepat Indah menghabiskan sarapannya dan keluar menemui pemilik mobil tersebut. Itu pasti Mahesa pikir Indah.

Perkiraan Indah benar. Mahesa lah yang membunyikan klakson tadi. Buru-buru Indah menghampiri Mahesa, yang ternyata diikuti dari belakang Indah oleh Clara juga.

"Halo, Tante," sapa Mahesa kepada Clara sambil mencium punggung tangannya.

Mahesa mengalihkan pandangannya kepada Indah. "In, ayo berangkat. Ntar kesiangan."

"Iya," jawab Indah. Lalu beralih menatap hingga berhadapan dengan Mamanya sambil mencium punggung tangannya." Indah berangkat dulu, Ma," ujar Indah datar.

"Iya, Sayang. Hati-hati."

"Saya juga berangkat, Tante."

"Iya."

🌧🌧🌧

Di perjalanan, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya Mahesa yang mencairkan suasana. Dengan pertanyaan yang sejak semalam mengganggu pikirannya.

"Indah."

"Ya?" jawab Indah tanpa mengalihkan pandangannya dari pemandangan di balik jendela.

"Lo, udah gak apa-apa, 'kan?"

"Iya," jawab Indah lagi tanpa mengalihkan pandangannya.

Kesal karena Indah hanya menjawab singkat. Mahesa menghentikan laju mobilnya terlebih dahulu dan menepikannya di bahu jalan.

"Lha, kok berhenti?" tanya Indah bingung.

Mahesa menatap lekat Indah, sampai Indah menatap balik Mahesa dengan tatapan bingung. Lama mereka bertatapan. Mahesa mulai mencairkan suasana kembali.

"Udah mau cerita?" tanya Mahesa tersenyum sambil mengangkat sebelah alisnya.

Indah kembali mengalihkan pandangannya ke jendela sambil tertawa geli. "Ih, apaan, sih?"

"Habisnya, elo diem mulu dari tadi. Gue masih penasaran nih," cibir Mahesa sambil melajukan mobilnya kembali menuju sekolah.

"Penasaran?"

"Iya, soal kemaren. Siapa sih yang buat lo nangis."

Karena tak ada jawaban, Mahesa akhirnya menoleh ke arah Indah. Sepertinya Indah sedang tak ingin membicarakan ini.

"In, kok diem lagi, sih? Kenapa? Tapi bagus sih. Lo meluk-meluk gue erat banget. Kayak gak mau kehilangan." cibir Mahesa tersenyum miring sampai-sampai membuat pipi Indah blushing.

"Ih, Mahesa apaan sih. Gombal." Indah tersenyum malu karena pasti Mahesa menyadari bahwa pipinya telah merah merona.

Mahesa akhirnya berhasil membuat Indah tersenyum sampai blushing seperti itu.

🌧🌧🌧

"Indah!" teriak seseorang dari kejauhan membuat Indah menghentikan langkahnya.

"Indah, kenapa kemaren lo pergi gitu aja?" tanya seseorang yang memanggilnya tadi. Membuat Indah yang baru saja menoleh ingin melihat siapa yang memanggilnya terkejut. Dan memilih ingin pergi dari sini secepatnya. Tapi belum sempat Indah pergi lengannya dicekal oleh orang yang berteriak tadi.

"Lo gak boleh pergi. Gue pengen tahu alasannya kenapa lo ngehindarin gue. Dan pergi gitu aja kemaren," ujar orang itu lagi yang tak lain adalah Deva. Sifat keras kepalanya ternyata masih ada.

Tunggu! Indah masih mengingat hal itu.

Indah menunduk tak ingin menatap cowok di hadapannya. Jika Indah menatap Deva, sudah dipastikan ia akan menangis lagi. Indah sedang tak ingin menangis. Kemarin saja, suaranya hampir serak dan kepalanya pening.

Kesal karena tak mendapat jawaban apapun. Deva menyentuh dagu Indah, agar dapat menatap manik matanya. Tetapi Indah malah memejamkan matanya.

Deva pun meniup wajah mulus Indah.

"Indah, please."

Setelah menghembuskan napas panjangnya. Indah membuka matanya dan menatap lurus Deva. "Gak ada yang perlu dijelasin." Lalu, Indah mengalihkan pandangannya ke arah lain selain wajah Deva. Pokoknya, selain wajah Deva.

"Gak ada? Lo pikir gak ada? Terus kenapa lo menghindar dari gue?"

"Aku gak menghindar" elak Indah cepat.

"Oh, ya? Terus tadi lo pengen lari dari sini."

"Aku pengen pulang," jawab Indah sekenanya.

"Oke. Gue anter," pasrah Deva. Karena dari tadi Indah hanya mengalihkan pembicaraan.

"Gak usah," jawab Indah cepat. Dan meninggalkan Deva sambil berlari kecil menuju parkiran.

"Indah, please. Biarin gue nganterin lo. Dan jelasin semuanya ke elo," ujar Deva setelah berhasil menyamai langkahnya dengan Indah.

Indah menghentikan langkahnya. Menatap Deva sebentar, lalu mengalihkannya ke arah jalanan. "Oke. Kamu boleh anterin aku pulang." Terdiam sesaat lalu melanjutkan ucapannya. "Tapi, kamu gak usah ngejelasin apapun lagi ke aku."

"Oke. Dengan gue nganterin lo pulang. Gue udah seneng," gumam Deva sambil tersenyum manis dan menatap Indah. Sedangkan Indah hanya tersenyum tipis.

Sebenarnya, Indah terpaksa harus mau diantar pulang oleh Deva. Karena mungkin dengan ini. Deva tidak akan mengungkit masalahnya dulu. Lagipula, Indah hari ini tidak pulang bersama Mahesa karena dia harus mengantar Bundanya ke minimarket untuk belanja.

🌧🌧🌧

Quotes: Bertemu masa lalu ternyata menyakitkan, ya? Rasanya ingin sekali melemparnya ke masa depan.

🌧🌧🌧

Rintihan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang