Happy Reading...
Sudah terbilang berhari-hari. Indah masih dirawat intensif di rumah sakit. Clara-Mamanya tidak mengizinkan Indah pulang sebelum keadaannya benar-benar sembuh total.
Ya, kali ini Clara akan berusaha menjadi Ibu yang baik bagi kedua anaknya. Hal yang selalu ia takut-takutkan, sudah mulai menyusut seiring berjalannya waktu. Ah, Revan saja sampai terharu melihatnya. Apalagi kini, ia selalu diperhatikan oleh sang Mama.
Tuhan telah mengabulkan permintaan Indah, bukan?
"Pa, Indah akan baik-baik aja, kan?" tanya Clara cemas.
"Iya, dia akan baik-baik aja."
"Assalamualaikum! Om, Tante!" sapa Deva yang baru datang yang dibalas salam juga dan senyuman. "Deva boleh masuk, gak?"
Dan, kedua paruh baya itu pun hanya mengangguk.
"Terima kasih." Deva membuka pintu kamar rawatnya perlahan, lalu menutupnya kembali.
Di sana, Indah yang sedang terbaring lemah. Jarum infus yang tertusuk di punggung tangan kanannya. Selang oksigen kecil yang berada di hidungnya. Deva tersenyum miris. Hatinya pun ikut meringis.
Sungguh, Deva tidak pernah tega melihat keadaan Indah yang seperti ini.
Indah yang sedang sadarkan diri itu, tersenyum kecil ke arahnya.
Dengan langkah pelan, Deva melangkah mendekat. Duduk di kursi dekat sisi ranjang Indah.
"Ehm... Gue belum sempet minta maaf kemaren-kemaren." Deva mulai bersuara. "Jadi, gue minta maaf."
"Karena apa?"
"Sebelum lo ada di sini, gue sempet marah-marah gak jelas sama lo," jawab Deva.
Indah tersenyum tulus. Walaupun wajahnya sedang pucat pasi. "Iya, gak minta maaf. Tapi-"
"Kok pake tapi sih!" ujar Deva yang sedikit menyentak Indah, sampai membuatnya sedikit terperangah. "Eh, maaf, gak maksud nyentak." Deva menundukkan kepalanya.
Indah menggeleng-gelengkan kepalanya. "Makanya, kalo orang lagi ngomong tuh jangan dipotong dulu."
"Iya, maaf."
"Mata kamu kenapa bengkak gitu." Deva mendongak, matanya sedikit membulat. Lalu meringis kecil. Masa gue harus bilang, kalo gue abis nangis semalem karena dia, gak mungkin banget kan.
"Kok malah ngelamun?"
"Eh, iya. Gak apa-apa, kok."
"Iya udah, kalo gak mau jujur."
"Lo marah?"
"Nggak kok, tenang aja." Indah memperlihatkan senyum tulusnya.
Keduanya saling terdiam. Hening menyeruak. Mungkin terlalu malas berbicara, atau mungkin sudah kehabisan topik pembicaraan.
"Kamu harus kuat, ya?"
"Eh?" Indah sedikit terperangah. Matanya menatap Deva yang sedang tersenyum manis. Hingga, membuat Indah merasa terenyuh. Ya, Indah mengerti maksudnya.
"Lo harus kuat, ya? Gue yakin lo bakalan sembuh total."
Alisnya turun. Entah kenapa sedikit mereka kecewa. Melihat gaya bicaranya yang terus berubah ubah. Tadi pake kamu, sekarang elo-gue lagi. Tapi, Indah memaksa senyum terpaksa.
"Indah... Lo istimewa di hidup gue." Lagi-lagi Indah menatapnya dengan sedikit rasa terkejut. "Bisa nggak, lo-"
"Assalamualaikum!!!" Pintu terbuka lebar, mendapati sosok couple menyebalkan bagi Deva. Mereka memotong ucapannya, sialan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintihan Hujan
Teen Fiction°• s e l e s a i •° **** Indah Ayumi, menginginkan pelangi di hidupnya datang, untuk pergi meninggalkan rintikan hujan sendirian. Saat itu juga, Mahesa Anggara datang untuk menawarkan pelangi kebahagiaan yang sempat hilang. Tapi, Indah sendiri masih...