Happy Reading...
Deva benar-benar melakukan rencananya waktu itu. Ia pergi mengunjungi Indah sendirian ke Singapore. Kalian pikir Deva tak berani? Kalian salah. Kalian pikir waktu itu Deva ke Inggris dengan siapa?
Iya, Deva sendirian ke sana.
Beruntung, Revan sudah bisa dihubungi. Itu pun setelah dirinya mengatakan akan ke sana untuk menyusul. Walaupun yang diharapkannya adalah Indah. Dan juga, Revan tidak menjawab apa alasan Indah tidak ada kabar selama di sana.
"Huft! Akhirnya sampe juga." Helaan nafas Deva terdengar. Ketika dirinya baru saja sampai di apartemen yang ia sewa. Tentu saja, ayahnya yang mengurus itu semua.
Deva menghempaskan tubuhnya ke atas kasur apartemen. Cukup lelah dengan perjalan yang ia tempuh barusan. Ia berniat menelepon seseorang. Dengan meraba-raba kantung celananya, untuk mengambil ponselnya berada.
"Halo."
"Halo, Sayang. Adek udah sampe ya? Jangan lupa istirahat dulu, sebelum ketemu Indah."
Deva terkekeh pelan. "Iya, Bunda, tenang aja. Deva pasti istirahat kok. Deva nelepon juga cuma mau ngabarin doang kalo udah sampe. Ini juga Deva mau tidur, ngantuk banget. Udah dulu, ya, Bun. Bye-bye."
"Ya udah kalo begitu, hati-hati di sana."
Deva memutuskan sambungannya duluan. Lalu melempar pelan ponsel ke sampingnya. Memejamkan matanya sejenak, untuk menghilangkan rasa kantuknya.
Besok adalah hari yang cukup berat baginya. Semuanya akan ia bereskan besok. Sebelum semuanya terlambat.
🌧🌧🌧
"Assalamualaikum! Permisi!"
Seruan itu membuatnya membulatkan matanya. Ia kaget setengah mati dengan apa yang dilihatnya. Sulit untuk dipercaya, kenapa dia ada di sini?
Why?
Cowok pencicilan dengan senyum manisnya, yang selalu mampu membuatnya hanyut dalam pesona itu. Ia mengusap-usap matanya. Takutnya, penglihatannya salah.
"Mukanya tolong kondisiin dong."
"Deva..."
"Apa, Sayang?"
"Dasar budak cinta!" celetuk Revan yang tahu-tahu ngegas. Yang dibalas dengusan kesal oleh Deva.
"Kok bisa di sini?"
"Apa sih yang nggak bisa Deva lakuin?" ujar Deva sembari menepuk dadanya bangga.
"Ihhh, serius."
"Gue lebih serius." Deva tersenyum semakin lebar. "Gak percaya? Mau kita nikah sekarang?"
"Ish, Devaa. Aku gak bercanda."
"Gak ada yang bilang lo bercanda," tukas Deva.
Indah mengerucutkan bibirnya, dan memalingkan pandangannya dari Deva. "Au ah." Deva tertawa mendengarnya.
"Okee." Deva berdehem sejenak. Tatapannya mulai serius kali ini. "Gue ke sini pengen ketemu sama elo lah, In."
Indah menoleh, mengerjap beberapa kali. Lalu bibirnya ia gigiti. Pandangannya liar ke sana-kemari.
"Satu-satunya obat rindu itu, ya ketemu."
Indah kembali menatap Deva. Kali ini menatapnya lekat. Keduanya saling bersitatap. Indah tahu betul apa maksudnya. Tapi bisakah Indah pura-pura tidak mengerti saja? Jantungnya tidak bisa diajak bicara, astaga!
"Indah gue-"
"STOP! Gue keluar dulu, udara mendadak panas!" potong Revan yang mendapat delikan sangat tajam dari Deva. Dasar sialan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintihan Hujan
Teen Fiction°• s e l e s a i •° **** Indah Ayumi, menginginkan pelangi di hidupnya datang, untuk pergi meninggalkan rintikan hujan sendirian. Saat itu juga, Mahesa Anggara datang untuk menawarkan pelangi kebahagiaan yang sempat hilang. Tapi, Indah sendiri masih...