Happy Reading...
Suasana pagi hari ini tak secerah biasanya. Ditambah hujan yang cukup deras. Cuaca yang seperti ini memaksa orang-orang untuk tetap berada di balik selimut yang hangat dan tebal, termasuk Indah. Keadaannya kini telah membaik. Sudah tiga hari ia tak sekolah. Dan sudah tiga hari juga ia semakin dekat dengan Mahesa.
Indah sudah siap dengan seragam putih abunya. Bersiap untuk sarapan di meja makan.
Keadaan begitu canggung. Indah seperti berhadapan dengan orang asing. Padahal di hadapannya sekarang ialah Mamanya sendiri. Mereka memang jarang sarapan bersama. Karena Mamanya selalu sibuk. Papanya juga sangat gila kerja.
Mereka jarang sekali mengobrol satu sama lain. Bahkan memang tak pernah. Indah terkadang sedih dengan keadaan ini. Ia merasa tak diinginkan oleh mereka. Ia hanya diberi harta tanpa di beri kasih sayang. Atau bisa disebut ia anak broken home.
Tetapi beruntungnya, Indah tak seperti anak broken home lainnya. Yang menjadi brutal dan tak tahu aturan. Indah hanya menjalani hidupnya dengan berusaha bahagia.
Klakson nyaring terdengar dari luar rumah Indah. Indah bergegas keluar. Diikuti oleh Mamanya. Klakson tersebut dari mobil Mahesa.
Mahesa tidak turun dari mobilnya. Karena Indah langsung masuk ke dalam mobil. Setelah berpamitan kepada Mamanya.
Di perjalanan menuju sekolah. Mereka saling terdiam. Tak ada yang mencoba memecahkan keheningan.
Benci dengan keadaan seperti ini. Membuat Mahesa yang mencoba memulai obrolan.
"Udah sehat."
"Iya."
"Jangan lupa obatnya abisin."
"Iya."
"Ih. Jawabnya iya-iya mulu, sih?" Mahesa jadi kesal sendiri. Padahal ia mati-matian mencari topik yang bagus. Tapi hanya di jawab singkat. Menyebalkan sekali bukan.
"Terus gimana dong." Akhirnya Indah menoleh menatap Mahesa. Karena tadi tatapannya terus tertuju lurus ke depan.
"Gimana, kek," kekinya.
"Kamu marah?"
"Udah sampe." Mahesa mengalihkan pembicaraan. Agar dirinya juga tak tersulut emosi dengan tingkah Indah.
Menuju kelas mereka menjadi semakin mendiamkan diri. Hanya saja, mereka tetap berjalan beriringan.
"Kamu marah?" tanya Indah lagi. Karena tadi dia belum menjawab pertanyaannya.
Tak ada jawaban apapun. Dia tetap berjalan lurus tanpa menoleh sedikitpun. Menurut Indah ini berlebihan. Hanya karena ia membalas ucapannya singkat. Dia menjadi marah seperti ini.
"Mahesa?"
Sama sekali tak merespons.
"Mahesa." Ucapannya kini lebih lembut dari yang sebelumnya. Membuat Mahesa langsung menatap Indah.
"Kenapa?" Mahesa terlihat masih kesal.
"Kamu marah sama aku?" tanya Indah sekali lagi, sambil menatap Mahesa penuh keseriusan.
"Nggak."
"Beneran?"
"Iya."
Mereka berhenti berbicara, karena guru telah masuk ke kelas. Pelajaran pertama, matematika. Ibu Neni. Sikapnya baik. Namun dia akan menjadi sangat tegas jika ada yang melanggar peraturan sekolah.
"Mampus!"
Mahesa menepuk jidatnya. Sampai membuat Indah menoleh terkejut.
"Kenapa?" tanya Indah sambil mengangkat kedua tangan di udara. Menatap lurus manik mata milik Mahesa.
"PR gue ketinggalan!" jawabnya setengah teriak. Membuat perhatian seluruh siswa di kelas termasuk guru tertuju kepadanya.
"Mahesa kamu kenapa?"
"Nggak, Bu. Gak apa-apa." Buru-buru Mahesa menjawab.
"Baiklah. Kumpulkan tugas kalian."
Semua siswa langsung menyerahkan tugasnya kepada Ibu Neni. Kecuali Mahesa. Badan Mahesa gemetar ketakutan karena hanya dirinyalah yang tak menyerahkan tugasnya.
"Mahesa kamu tidak mengerjakan PR?" ujar Ibu Neni, setelah memeriksa tugas siswa-siswi nya.
"Ketinggalan, Bu." Wajah Mahesa memelas. Agar di kasihani oleh gurunya ini
"Alasan!" tukas Ibu Neni. "Oke, Mahesa. Saya beri kamu toleransi. Besok bawa tugasnya, simpan di meja Ibu."
"Baik, Bu," jawabnya sambil memberi hormat seperti ketika sedang upacara bendera.
🌧🌧🌧
Duduk di kantin sendirian. Memikirkan Mahesa yang masih enggan berbicara kepadanya. Makanannya pun hanya diaduk-aduk oleh sendok, tanpa berniat untuk memakannya. Selera makannya hilang begitu saja. Tanpa sadar ia mengeluarkan cairan bening dari sudut matanya. Yang perlahan turun menuju pipi tirusnya. Ia berusaha menyekanya walaupun terus saja turun tanpa diminta.
"Sendirian aja."
Indah mendongak. Mencari asal suara. Setelah mendapatinya. Ia malah menatapnya cukup lama, lalu mengalihkan ke arah lain.
"Lo nangis? Kenapa?"
"Nggak apa-apa." Indah terpaksa mengulas senyuman, walau itu tipis.
"Cerita sama gue kalo ada apa-apa." Deva dengan bangganya menunjukkan bahwa dirinya hebat. Padahal dia sendiri telah membuat Indah menangis berhari-hari tanpa henti. Membuat sakit Indah kambuh.
Indah hanya menatapnya sambil tersenyum sangat tipis. Berusaha biasa saja dengan sikap Deva yang menjadi manis kembali. Walaupun dulu, Indah selalu berharap bahwa dia akan kembali lagi. Dan membuatkan pelangi abadi di hidupnya. Tetapi, keadaan telah berbalik. Indah merasa biasa saja saat Deva telah kembali ke hadapannya. Setelah lama hilang tanpa kabar.
Indah salah, mengharapkan bahwa pelangi juga dapat abadi atau hadir lebih lama seperti hujan deras yang selalu turun dari langit.
Ia belum bisa membuktikannya. Karena saat ia akan membuktikannya dengan Deva. Dia justru pergi tanpa jejak yang hampir sama kejadiannya seperti pelangi di langit biru.Indah tak sadar. Bahwa saat ia mengobrol hal yang membuat mereka saling tertawa dengan jokes-jokes receh mereka. Ada orang yang berada di dekat mereka menatapnya penuh nanar dan sendu.
🌧🌧🌧
Entah mengapa melihat orang yang selalu bersamanya, tertawa dengan orang yang yang bahkan tidak asing di hidupnya. Membuat ia merasa sedih. Pikirannya kacau. Ia pikir dengan ia mendiamkannya. Dia akan mengerti apa yang diinginkannya. Tetapi kenyataan tak seperti harapannya. Realita tak semanis ekspektasi. Dia justru menganggap hal itu biasa saja. Dia bahkan sama sekali tidak mengerti. Padahal yang diinginkannya adalah, menceritakan kesedihan dia. Agar ia pun dapat mengerti apa yang perasaanya inginkan. Ia hanya ingin bahwa ia juga bisa dianggap berharga oleh orang yang ia sayangi. Walaupun, ya, dia belum tahu secara langsung.
Ingin rasanya ia menangis. Tapi ia berusaha sekuat tenaga untuk menahannya. Padahal hatinya kini, seperti awan hitam mendung. Yang siap untuk menurunkan butiran-butiran air hujan. Ia tak bisa selalu mengalah atas kebahagiaannya sendiri kepada orang lain. Ia juga butuh bahagia. Rasanya sulit selalu saja dipaksa untuk mengalah. Selalu saja seperti itu. Ia tak bisa lagi mengelak, bahwa ia sangat mencintainya. Sangat. Bahkan lebih dari sangat mencintainya.
"Gue juga pengen bahagia... Untuk yang satu ini..."
🌧🌧🌧
Quotes: Mengharapkan pelangi hadir lebih lama seperti hujan yang selalu turun di langit. Justru sulit untuk dibuktikan. Contohnya saja kamu.
🌧🌧🌧
Senin, 31 Desember 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintihan Hujan
Teen Fiction°• s e l e s a i •° **** Indah Ayumi, menginginkan pelangi di hidupnya datang, untuk pergi meninggalkan rintikan hujan sendirian. Saat itu juga, Mahesa Anggara datang untuk menawarkan pelangi kebahagiaan yang sempat hilang. Tapi, Indah sendiri masih...