24. Pelangi Lagi?

47 7 0
                                    

Happy Reading...

Kini, mereka bertiga sedang duduk di salah satu kursi yang berada di kantin rumah sakit sambil meminum segelas jus. Ketiganya masih sama-sama sibuk dengan minuman yang ada di hadapannya, enggan untuk berbicara satu sama lain.

Hingga akhirnya kebosanan melanda mereka bertiga, dan ketiganya pun sukses menyerukan kalimat yang sama secara serentak.

"Kalian aja duluan," ujar Revan.

"Oke, gue aja duluan deh, udah gatel nih bibir dari tadi diem-dieman gak jelas," ujar Deva.

"Gak usah banyak bacot!" sinis Mahesa yang langsung diberi kekehan kecil dari Deva.

"Jadi gini ya, Van. Mahesa itu Kakak gue. Dan gue itu Adiknya Mahesa. Soal Indah, dia itu cinta pertama gue. Gak tau kalo Mahesa ke Indah," celoteh Deva.

"Cinta pertama lo Indah?" tanya Mahesa tak percaya, matanya sampai melotot saking tak percayanya.

"Emang kenapa?" jawab Deva santai sambil meminum jusnya.

"Gak mungkin!" teriak Mahesa yang langsung membuat semua penghuni kantin rumah sakit ini menoleh kepadanya.

"Gak pake teriak, bisa?" perintah Revan.

"Ya udah, to the point aja lah."

"Oke, keadaan Indah sekarang lagi drop. Karena penyakit leukimianya itu, Indah jadi lemah. Kata dokter..." Kalimatnya menggantung, Revan menundukkan kepalanya dalam-dalam, menghembuskan nafas panjang, lalu kembali mendongak, seakan kalimat yang akan ia ucapkan sangat menyesakkan dada.

"Kata dokter, apa?" greget Mahesa.

"Kata dokter, penyakit Indah udah masuk stadium 3. Dan Indah harus dirawat secara intensif atau bahkan harus menjalani kemoterapi," jelasnya.

"Separah itu?" ujar Deva dengan suara parau.

"Bego! Penyakit leukimia itu kanker, dan itu mematikan."

"Santai dong, Kak," ujarnya menekankan kata 'kak'.

"Udah, gak perlu berantem lagi. Kalian ini ya. Pusing gue liatnya."

🌧🌧🌧

Sudah tiga jam berlalu, tetapi Indah belum juga sadarkan diri. Mereka bertiga sangat cemas, apalagi Revan yang sedari tadi misuh-misuh tak jelas. Mondar-mandir sambil menggigiti bibir bagian bawahnya.

"Kenapa lo? Nahan boker?"

Tak ada respons.

"Woi! Kalo orang nanya itu jawab."

"Berisik!"

"Eh, gue mau nanya. Kok orang tuanya Indah gak kita kasih tau ya soal keadaan Indah sekarang?" tanya Revan seraya mendekat ke arah Adik dan Kakak itu.

"Mereka gak akan peduli sama Indah," sarkas Mahesa.

"Kok bisa, mereka kan orang tuanya Indah? Atau jangan-jangan cuma tiri?" Revan hanya penasaran dengan reaksi mereka, padahal ia sendiri sudah tahu yang sebenarnya.

"Mereka orang tua kandungnya Indah, tapi mereka gila kerja. Bahkan, tentang penyakit yang diderita Indah pun mereka gak tau. Indah yang terlalu polos gak mau bilang sama mereka."

Revan hanya ber-oh ria sambil manggut-manggut mendengarkan penuturan itu. Sementara Mahesa sudah duduk di kursi yang letaknya di samping ranjang Indah yang sedang ditempati sambil memegang tangan Indah dengan kedua tangannya.

Alhasil, mereka berdua pun ikut menghampiri ranjang Indah yang di sana Indah sedang terkapar lemah tak sadarkan diri.

Lama mereka saling terdiam menatap setiap bagian wajah Indah yang matanya sedang menutup. Tiba-tiba, bulu mata Indah bergerak, jarinya pun bergerak, dan tak lama matanya pun mulai membuka. Dia mengerjap beberapa kali. Sepertinya dia masih mengumpulkan kesadarannya.

Rintihan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang