46. Pelanginya(?) |AKHIR|

110 6 0
                                    

Happy Reading...

Di hari berikutnya, kehidupan Indah benar-benar berbeda. Cewek itu memutuskan untuk tidak ingin lagi bertemu dengan Deva. Siapa dia, dan siapa dirinya ia paham. Tidak semestinya bersama.

Pelangi itu benar-benar sudah hilang. Harapannya pergi bersamaan dengan rasa kecewanya yang sudah tidak bisa ditolerir lagi.

Satu hal yang harus kalian tahu, Indah sudah terbebas dari penyakitnya. Dari rasa sakit yang dulu selalu mengunci dirinya. Ia sudah sembuh total. Ia juga sudah bisa mulai mencari teman, selain Amel dan Dinda tentunya.

Indah memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya ke luar negeri. Dengan mengambil jurusan psikolog. Seperti apa yang disarankan oleh Papanya. Pergi menjauh mungkin lebih baik. Untuk apa masih tetap di sini.

"Indah, kamu di sini juga?"

Panggil seseorang, suara yang sangat Indah kenal. Cewek itu menoleh, dia duduk di sampingnya.

"Lo masih inget tempat ini ternyata," ucapnya lagi. Indah terdiam. Enggan menimpali.

"Indah, aku sayang sama kamu."

"Iya aku tau."

"Berharap apa kamu dari pelangi? Jangan berhenti berharap ya?"

"Deva..."

"Aku mengerti sekarang, pelanginya itu aku, kan? Jangan berhenti berharap, oke?"

Deva tersenyum tulus. Awalnya ia tak menyangka akan bertemu Indah di sini. Orang yang selama sebulan memilih menjauh, tanpa mau mendengarkan penjelasannya.

Indah masih terdiam. Pandangannya lurus ke depan. Menatap air danau yang tenang. Iya, teman favorit mereka berdua jika sedang ada masalah. Atau butuh tempat yang nyaman.

"Waktu itu, cewek yang di Singapore, dia temen lama aku. Aku gak nyangka bisa ketemu dia lagi di sana." Indah masih terdiam. Tapi percayalah, telinganya ia pasang kuat-kuat agar mendengar semuanya dengan jelas.

Percayalah setiap cewek selalu butuh penjelasan. Hanya saja terlalu gengsi tuk mengakuinya.

"Dan pas itu, aku liat Revan. Aku nyuruh dia pergi, biar Revan gak ada niatan buat deketin temenku itu. Yaaa, walau sebenernya aku takut kamu salah paham." Deva menghela nafas kasar. "Akhirnya bener kan kamu salah paham."

Indah berdehem kecil. Lalu menatap Deva sekilas. "Masih ada lagi unek-unek yang mau kamu sampein ke aku sebelum aku pergi?"

"Aku sayang kamu."

"Iya, Dev, aku udah tau dari dulu."

"Kamu gak sayang sama aku?" tanya Deva. Ia menarik tangan Indah agar berada dalam genggamannya. Indah tersentak kecil. Lalu pandangan matanya bertemu dengan Deva.

Keduanya saling menatap. Lebih dari sepuluh menit. Indah tersenyum penuh arti.

"Deva, kamu itu emang pelangi buat aku. Dari dulu sampe sekarang gak akan pernah berubah. Aku pengin ngerubah fakta, bahwa pelangi hanya datang sesaat. Kamu bisa ngelakuin hal itu?"

Deva mengangguk. Tentu saja Deva mengerti maksudnya. Tetaplah bersama. Jangan pergi apapun yang terjadi. Hujan deras harus mampu ia lewati. Apalagi hujan yang disertai kilatan petir. Cukup berlindung, tanpa perlu menghilang.

Bukankah bidadarinya akan selalu menemaninya?

Indah tersenyum manis, baru saja ia berniat melupakan semuanya. Namun hanya karena melihat senyum tulusnya. Hatinya kembali luluh.

"Indah..." Indah menatapnya penuh. Genggaman tangannya begitu erat. "Aku cinta kamu."

Benarkah? Kalimat yang sedari dulu ia tunggu-tunggu. Akhirnya dia lontarkan juga. Senyum Indah merekah mendengarnya.

"Indah, jadi pacar Deva mau gak?"

Indah menipiskan bibirnya. "Boleh aku mencobanya?"



–TAMAT–


I LOVE YOU SO MUCH 💛

Senin, 24 Juni 2019

Rintihan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang