Kisah seorang fangirl yang begitu mengidolakan biasnya.
Bagaimana jadinya jika seorang Anissa Aurellia Thomas yang selama ini sibuk dengan dunianya sendiri terlibat dengan seorang cowok yang super songong?
Apa yang akan terjadi jika cowok tersebut t...
"Tak ada yang selamanya, Tapi aku kan ada di setiap perjalanan cinta" Menari~Rizky Febian Billy Tyorahmanda
Waktu menunjukan pukul 17.00 WIB. Selesai sudah MOS tahap pertama. Masih ada Enam hari ke depan yang pastinya akan lebih berat dibandingkan dengan tahap awal.
"Eh guys, maaf ya gue gak bisa balik bareng. Ada urusan soalnya," kata Zana sambil membereskan barang-barangnya.
"Oke, hati-hati ya Za," jawab Anissa dan Maudy secara bersamaan.
Anissa dan Maudy pulang dengan berjalan kaki menuju halte. Bunyi nada dering panggilan masuk terdengar membuat langkah kedunya terhenti sesaat. Maudy mengambil ponsel dari dalam tasnya.
"Sa, gue angkat telfon dulu ya." Anissa menganggukan kepala mengiyakan pertanyaan dari Maudy.
Beberapa saat kemudian, Maudy kembali menghampiri Anissa setelah selesai menerima panggilan.
"Sa, sorry ya... kayaknya gue nggak bisa balik bareng loe deh, soalnya barusan nyokap gue nelpon suruh ikut nganterin bokap ke bandara," jelas Maudy ke sahabatnya.
"Oh gitu, yaudah nggak pa-pa kok Dy. Gue balik sendiri juga bisa kok, santai aja."
"Sorry banget ya Sa." Maudy merasa bersalah karena harus membiarkan Anissa pulang sendiri sore ini.
"Gue duluan ya kalo gitu, bye... see you tomorrow." Maudy melenggang pergi meninggalkan Anissa sendirian di halte bus yang sepi tidak ada satu orangpun selain dirinya.
Anissa cemas-cemas khawatir sambil sesekali memperhatikan jalanan. "Duh, jangan-jangan udah nggak ada kendaraan yang lewat lagi," desahnya kesal.
Tiba-tiba deru suara motor berhenti di halte bus. Cowok itu terlihat sangat cool saat membuka helm yang menutupi kepalanya.
"Loe belum balik?" tanya cowok itu yang ternyata tidak lain adalah Billy, ketua osis Archipelago High School.
"Mau balik bareng?"
Anissa tidak menyangka bahwa ketua osis yang dikenalnya memiliki sifat perhatian, tidak seperti yang ditunjukan selama di acara MOS seharian ini.
"Gak usah Kak, aku bisa nungguin taksi kok," jawab Anissa.
"Loe mau sampe maghrib nungguin disini?? Udah ayo buruan naik, sebelum gue berubah pikiran nih," ucap Billy terdengar setengah memaksa.
Meski sedikit ragu, akhirnya Anissa menerima tawaran baik dari sang senior itu. Hanya diam yang menemani mereka berdua.
Setelah selang beberapa menit, mereka memasuki sebuah halaman yang sangat laus dan bersih. Tampak seorang wanita berusia akhir tiga puluhan sedang menyirami bunga-bunga yang menghiasi halaman depan rumah.
Ya, dia adalah Ira, mama Anissa yang masih terlihat sangat segar dan cantik meski sudah hampir memasuki usia kepala empat. Anissa turun dari motor yang sedari tadi membawanya.
"Thanks ya Kak udah nganterin sampe rumah," ucap gadis itu berterima kasih atas tumpangan yang telah diberikan sang ketua osis. "Mau mampir dulu Kak??" ajak Anissa ramah
"Gak usah, lagian ini bentar lagi maghrib. Gue harus buruan balik juga."
Sosok wanita yang sedari tadi memperhatikan dari jauh mendekat untuk menyapa.
"Anissa, kamu dianterin siapa?" tanya sang Mama penasaran.
"Oh ini Kak Billy Mah, ketua osis di sekolah Anissa, Kak Billy, kenalin ini Mamah aku."
Cowok itu turun dari motor dan langsung menjabat tangan untuk menyapa. "Halo Tante, saya Billy."
"Ganteng yaa, Tante ini Mamahnya Anissa. Panggil aja tante Ira, mau panggil Mama juga boleh." Billy tersenyum kaku mendengar perkataan wanita itu.
Dengan rasa kagum, Mama Ira memperhatikan sosok cowok yang telah mengantarkan anaknya pulang ke rumah dengan selamat.
"Masuk dulu Nak, makan malam bareng sama kita," ajak Mama Ira kepada Billy ramah.
"Ahh iya makasih Tante, tapi maaf Billy kayaknya harus langsung pulang."
"Oh gitu, yaudah. Makasih ya udah nganterin Anissa pulang dengan selamat."
"Iya Tante, sama-sama. Kalo gitu, Billy pamit dulu Tante." Pemuda berkulit putih tersebut mencium punggung tangan Mama Ira sebagai tanda sopan.
"Main-main kesini lagi ya Bill," ucap Mama Ira kepada Billy.
"Iya Tante, pasti."
Billy menyalakan mesin motor dan mulai mengendarai meninggalkan halaman rumah Anissa.
Setelah kepergian motor itu, Mama Ira menanyai anak gadisnya. "Itu tadi siapa Sayang??" tanya Mama Ira kepada Anissa diiiringi kerlingan jahil. "Pacar?" lanjutnya.
"Ih Mamah apaan sih, ya bukan lah!" tegas Anissa dengan muka yang seperti baru dioles dengan blush on.
"Kalo iya juga nggak pa-pa kali," ledek sang Mama.
"Ah taulah Mah, Anissa mau mandi." Anissa masuk ke dalam rumah meninggalkan sang Mama yang masih tersenyum mengamati sikap anaknya yang sedari tadi salah tingkah.
Anissa menjatuhkan diri di kasur untuk merelaksasikan tubuhnya yang sudah beraktivitas seharian penuh. Tiba-tiba dia kembali teringat momen saat sang ketua osis menawarkan tumpangan padanya. Saat itulah Anissa menyadari bahwa sosok yang ditunjukkan di depan umum dengan sosok yang barusan mengantarnya pulang sangatlah berbeda seratus delapan puluh derajat.
"Ahh, gue mikirin apa sih!" Anissa menyadarkan dirinya dari tingkat kehaluannya. Ia bergegas untuk segera mandi agar tidak kemalamanan dan tidak terlambat untuk yang kesekian kalinya di hari ini.
Billy Tyorahmanda
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Oke ditunggu ya buat next partnya Maklumin kalau ada typo disana sini