"Kamu nggak bilang mau ngajak aku ke tempat beginian?" protes Ayana.
"Emangnya kenapa?"
"Ya seenggaknya aku ganti pakaian dulu, nggak pake setelan kerja kayak gini," ucap Ayana sambik menunjum ke arah kemeja dan blazer-nya yang terlihat sangat formal.
"Ya udahlah, gak penting juga."
Ayana masih takjub dengan interior restoran bintang lima yang sedang ia singgahi, terlihat mewah dengan deretan kursi yang hanya bisa dihitung oleh jari. Karena kabarnya, untuk bisa menikmati makan malam di tempat ini harus reservasi sebulan sebelumnya, saking banyaknya waiting list.
"Kamu kok bisa sih ngajak aku ke sini?" tanya Ayana yang masih belum menyentuh makanan yang terhidang.
"Ya bisa aja, kita kan mau makan," jawab Rei.
"Maksudku, reservasi di tempat ini kan harus sebulan sebelumnya. Kamu emang pesen dari sebulan yang lalu?"
Rei menggeleng sambil mengelap mulutnya, ia baru saja menghabiskan cream soup sebagai hidangan pembuka.
"Aku ada kenalan di sini, udah cerita kan kemarin aku ketemu teman di lobi hotel? Nah, dia itu manager di sini. Kemarin ditawarin untuk datang ke sini, ya aku iya-in. Karena emang mau ajak kamu jalan kan," terang Rei.
"Oh, begitu."
"Kamu kok gak makan? Kurang suka sama makanannya? Atau mau pesen yang lain?"
Ayana menggeleng. "Aku masih takjub sama suasana di sini, ekslusif banget ya."
Rei tertawa. "Lebay deh."
Ayana tersenyum malu, ia pun mulai mengambil sendok untuk menikmati sup.
"Aku masih gak percaya, kita bisa ketemu lagi, malah jalan bareng kayak begini."
Ayana tak menghiraukan ucapan Rei, ia tak ingin terbawa suasana.
"Aku kangen."
Ayana terbatuk, ia tersedak karena mendengar ucapan Rei yang membuat fokusnya hilang.
"Minum dulu!" Rei menyodorkan segelas air putih.
Ayana menyambar gelas dari Rei dan meneguknya habis. Kemudian ia mengelap mulutnya.
"Kangen berantem maksudnya?" tanya Ayana.
Rei tertawa. "Nggak lah, itu sih dulu, waktu masih labil."
"Kayaknya sekarang juga masih labil kan?"
Rei menautkan alisnya, tak mengerti apa maksud ucapan Ayana. Ia sudah dewasa, mau labil dalam hal apa lagi?
"Harusnya kamu pulang dari kemarin kan? Kenapa masih di sini?"
"Karena aku masih kangen."
Entah mengapa berdekatan dengan Rei sering membuat pipi Ayana bersemu merah.
"Kamu emang gak kangen? Sepuluh tahun loh kita gak ketemu, malah gak saling ngirimin kabar kan?"
Ayana menatap Rei. Bukannya kamu yang pergi waktu itu? Tanpa ngejelasin apapun.
"Jujur sih, sebenernya besok aku ada janji sama Mama, tapi demi lebih lama ketemunya sama kamu, aku rela besok pulang pagi, lanjut flight ke Surabaya."
"Kenapa gak langsung dari Bandung aja?"
"Ada kerjaan dikit di Jakarta, gak apa-apalah, nanti kan bisa istirahat di pesawat."
"Begitu? Ya udah, kamu gak makan lagi?"
"Nunggu kamu beres makan supnya."
Ayana tersenyum miris, ia merasa hidangan pembukanya ini tidak habis-habis.
"Langsung ke main course aja," kata Ayana sambil menggeserkan supnya.
***
Setelah makan malam, Rei dan Ayana berpindah lokasi ke kawasan Dago Atas. Suasana malam yang tenang, melihat kota Bandung dari dataran tinggi, embusan angin yang kadang membuat tulang ngilu, dan sekarang mereka sedang duduk di sebuah warung pinggir jalan. Menikmati secangkir bandrek hangat dan memesan jagung bakar.
Ayana menatap Rei berjalan ke arah sudut warung. Pandangannya menyapu seluruh pemandangan kota Bandung dari ketinggian.
Rei berbalik arah dan menatap lekat Ayana, apakah sosok dihadapannya ini nyata? Atau hanya bayangan yang sering ia temui di Kanada dulu?
Kadang, pikiran dan gerak tubuh tak dapat bekerja sama. Entah mengapa kaki Ayana kini sedang melangkah mendekat ke arah berdirinya Rei. Dan sekarang, mereka tengah berhadapan.
"Aku ...." Kini Ayana mampu mengontrol dirinya. Ia ingin mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya selama ini, namun, sepertinya ia tak harus melakukannya.
Pandangan Ayana beralih ke bawah, ia tak ingin terbawa suasana dengan menatap mata tajam Rei, suasana di warung sederhana ini tidak ramai, namun ada beberapa orang yang tengah duduk lesehan sambil menikmati pemandangan malam.
"Cinta kamu." Kalimat yang ingin Ayana ungkapkan nyatanya meluncur dari bibir Rei.
Apa ini bercanda? Atau Rei hanya menebak apa yang ingin Ayana ungkapkan?
"Aku cinta kamu," ulang Rei.
"Hah?" Ayana memastikan pendengarannya tak bermasalah.
"Aku cinta kamu, sejak lama."
Apakah ini nyata?
Ayana merasakan tangannya digenggam oleh Rei.
"Mungkin terdengar klise, tapi, aku merasakan perasaan ini sejak pertama bertemu, belasan tahun yang lalu."
Ayana tak mampu bersuara, tenggorokannya terasa tercekat, ia hanya mampu membuka dan mengatupkan bibirnya, seperti ikan yang berada di darat.
"Kamu ingat? Waktu ban mobil aku pecah, terus kamu dan orang tua kamu menolong aku, memberi tumpangan sampai ke sekolah."
Ayana mengangguk singkat. Jelas ia ingat kejadian itu, momen di mana mereka pertama kali bertemu, walau kelanjutannya penuh dengan pertengkaran, tapi hanya dengan mengingatnya mampu membuat hati Ayana terasa hangat.
"Saat itu pertama kali aku jatuh cinta, tapi waktu itu aku memang bodoh, nggak mampu mengungkapkan, malah bikin kamu kesal." Rei tertawa miris.
"Mungkin kalau ngga begitu, kita ngga akan sedekat ini."
Rei tersenyum, kemudian mengangguk. Tangannya mengelus punggung tangan Ayana yang digenggamnya.
"Gimana dengan kamu?" tanya Rei.
"Eh?"
"Gimana perasaan kamu ke aku?" jelas Rei.
"A-aku ...." Ayana menunduk. "Dulu, aku belum ada perasaan apa-apa, mungkin nggak menyadari bagaimana perasaanku terhadap kamu, lalu seiring berjalannya waktu aku merasa nyaman sama kamu, dan ketika kamu pergi, kehilangan menghantui hari-hariku, dan saat itu aku baru menyadari kalau kamu sangat berarti."
"Lalu, sekarang?" Suara Rei terdengar samar, ia takut dengan kelanjutan pernyataan Ayana. Mungkin bisa saja, sekarang dia sudah punya tambatan hati. Dari penjelasan Ayana, tak ada kalimat yang menyatakan bahwa wanita itu pun juga mencintainya 'kan?
Lama Ayana tak menjawab pertanyaan Rei. Hampir ia putus asa, karena sepertinya tebakannya benar.
"Aku ... aku ...."
Rei menajamkan pendengarannya, ia berusaha dengan jelas mendengar jawaban Ayana.
"Aku malu." Ayana menarik tangannya dari genggaman Rei, dan menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya.
Bersambung ....
Shy shy cat deh ah!
Hayo tebak! Gimana perasaan Ayana terhadap Rei?
KAMU SEDANG MEMBACA
CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)-TAMAT
RomanceStory ini adalah sekuel dari my sweetest enemy, jadi baca dulu cerita pertama ya! Setelah selesai menyelesaikan studinya dan sukses berkarir di Toronto, Rei memutuskan kembali ke Indonesia. Sang Mama memutuskan pensiun dan menunjuk Rei sebagai pengg...