EMPAT PULUH ENAM-MALU

5.1K 274 35
                                    

Rei dan Ayana masih bersembunyi di bawah meja, petugas kebersihan sedang membersihkan ruang rapat.

"Kita gak bisa terus sembunyi di sini," bisik Ayana.

"Terus gimana caranya keluar?" tanya Rei yang juga memelankan suaranya

"Lagian kamu kenapa ngajak ngumpet sih?" protes Ayana.

"Kamunya mau aja aku ajak ngumpet."

Debat dengan pria seperti Rei bukanlah ide yang bagus saat situasi mendesak seperti ini.

"Mending kamu keluar, alihin perhatian petugasnya, nanti aku keluar juga."

"Tapi ada satu syarat."

"Kenapa harus pake syarat segala?"

"Kalau gak, aku gak mau keluar."

Ayana memutar bola matanya. "Ya  udah, apa syaratnya?"

"Habis ini kamu ke ruanganku."

Ayana melotot. "Ngapain?"

"Ngobrol lah, aku masih kangen."

"Kalau ketahuan orang gimana? Ketemu nanti malem aja."

"Gak akan, orang-orang lagi pada nggak ada, sekarang kan jam istirahat? Nanti malem ketemu lagi."

"Kamu tuh ribet, kenapa gak gitu aja daritadi, pake ngumpet segala," komentar Ayana.

"Biasa, modus." Rei cengengesan.

Ayana mencubit lengan Rei.

"Aduh, sakit!"

"Sstt!" Ayana mengisyaratkan Rei untuk memelankan suaranya.

Rei manggut-manggut tanda mengerti.

"Cepet kamu keluar!"

Rei mengangguk, tapi, sebelum keluar, muncul ide jahil di otaknya. Ia mencium pipi Ayana. Membuat wajah gadis itu mendadak merona. Rei menahan tawanya.

Ayana yang kembali tersadar, melotot ke arah Rei.

"Dasar modus!"

Rei pun keluar dari tempat persembunyiannya.

"Loh, Pak! Bapak kenapa ada di kolong meja?" tanya petugas kebersihan yang sedang membersihkan karpet menggunakan vacum cleaner.

"Itu, saya nyari pulpen," jawab Rei beralasan.

"Udah ketemu, Pak? Sini, biar saya bantu cari." Petugas itu menunduk untuk ikut mencari pulpen yang Rei maksud.

"Eh, eh jangan!" Rei menahan petugas itu. "Pulpen saya itu gak sembarang orang bisa lihat, apalagi megang."

Petugas cleaning service itu pun berdecak kagum. Seberharga itu kah pulpen milik Pak Reihan? Seharga motor? Mobil? Atau rumah?

"Mending temenin saya ke pantry, kita ngopi bareng, yuk!"

"Tapi, Pak."

"Udah, jangan kerjaan mulu diurusin!"Rei mendorong tubuh cleaning service untuk segera keluar ruangan.

Ayana mengelus dadanya, ia lega. Dengan segera dirinya keluar dari bawah meja dan menyelesaikan tugasnya menghancurkan kertas.

***

Dan di sinilah ia sekarang, ruangan yang luas, didominasi oleh warna putih, cokelat kayu dan silver. Terkesan modern sekaligus klasik.

Ruangan Rei sangat luas, berjajar rak-rak buku yang terisi penuh, ada sofa yang sekarang sedang diduduki oleh Ayana, sangat nyaman dan empuk, penerangan di ruangan ini berasal dari sinar matahari yang dipancarkan melalui kaca jendela yang sangat besar, seperti di lobi. Sepertinya kantor pusat mengusung tema hemat energi.

"Jadi, kita baikan?" tanya Rei sambil memposisikan tubuhnya untuk duduk di sebelah Ayana.

"Tapi bukan berarti aku mau diajak balikan sama kamu," kata Ayana.

"Dih, geer! Siapa juga yang mau ngajak balikan."

Mata Ayana membulat, wajahnya mendadak memerah. Bisa-bisanya tingkat kepercayaan dirinya tinggi, hingha mengira bahwa Rei akan memintanya kembali untuk menjadi kekasihnya.

Rei tertawa, seru juga menjahili Ayana. Tapi dirinya memang tak berniat meminta Ayana untuk menjadi pacarnya lagi.

"Kenapa? Kecewa ya?" tanya Rei.

"Gak lah. Biasa aja, bagus deh kalau begitu."

Sejujurnya, Ayana memikirkan sikap Rei yang tak berminat untuk mengajaknya kembali berpacaran. Apakah Rei sudah move on? Ataukah persoalannya masih belum selesai? Sikap Rei di lobi pun meyakinkan Ayana bahwa pria itu kini berbeda.

Tapi apa arti dari pelukan dan kecupan di ruang meeting tadi? Lalu, untuk apa Rei mengundang dirinya untuk datang ke ruangannya dan mengajak pulang bersama?

Ayana masih belum paham jalan pikiran pria tampan itu. Apa? Tampan?

Ya, harus ia akui bahwa dalam waktu yang cukup lama tak bertemu membuat Rei semakin tampan, rambutnya tercukur rapi, apalagi pakaian yang dikenakannya mengeluarkan aura kepemimpinan.

"Sore ini kita pulang bareng?" tawar Rei.

"Nggak! Ini lingkungan kantor, aku gak mau dikira ada apa-apa sama kamu. Sebaiknya aku pergi, jam istirahat mau habis, nanti keburu yang pada istirahat balik ke kantor." Ayana segera berdiri dan berjalan menuju pintu, ia sudah terlanjur malu.

Tiba-tiba sebuah pelukan dari belakang menahannya.

"Tunggu dulu! Sebentar saja," ucap Rei yang terdengar jelas di telinga sebelah kanan Ayana.

Ayana menoleh, terlihat Rei sedang menempelkan dagunya di bahu kanan Ayana, matanya terpejam. Ia seperti sedang menenangkan diri dari kekalutan.

Ayana membiarkan posisi mereka seperti itu tangannya memeluk tangan Rei yang melingkar erat di pinggangnya, toh, pintu di kunci, tidak akan ada yang masuk kan?

Eh, tunggu! Pintu udah dikunci belum ya?

Belum sempat Ayana mengingat-ingat apakah ia atau Rei sudah mengunci pintu, sebuah suara yang berasal dari kenop pintu yang di tekan mengagetkan lamunan Ayana. Ia tidak sempat melepaskan pelukan Rei.

Sedangkan di balik pintu ada dua orang yang terpaku melihat adegan mesra atasannya. Ini bukan scene di film romance kan? Pikir mereka.

Bersambung ....

Dikit aja yah, pemanasan 😁


CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)-TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang