DUA PULUH LIMA-THE FALLEN ANGEL 2

4.2K 245 22
                                    

Sesampainya Ayana dan yang lainnya di parkiran hotel yang disewa pihak Rei, mereka bergegas untuk memasuki aula. Sudah terlambat empat puluh menit dari waktu dimulainya acara karena mereka terjebak macet, bahkan rombongan mobil Pak Handa belum sampai.

"Pak Handa gimana? Udah ngabarin?" tanya Fabian.

"Barusan Stevan ngabarin kalau baru aja keluar tol, katanya suruh masuk duluan aja," kata Nanda.

"Oh, ya udah kalau gitu."

Mereka mulai memasuki lobi hotel dan segera menuju lift untuk sampai di lantai delapan, tempat berlangsungnya acara.

Sesampainya di aula tempat acara berlangsung, mendadak terasa atmosfer keglamoran, tamu-tamu yang hadir bukan hanya dari karyawan dan petinggi Hans Corp, melainkan kolega, klien dan  rekan bisnis.

Ayana bersyukur Rei menghadiahinya gaun yang kelihatan mahal, karena busana yang dikenakan para tamu sangat elegan dan ekslusif, terlihat mereka menghormati sang tuan rumah.

Sepertinya acara sudah berlangsung, terlihat dari sang direktur utama yang akan melepas jabatannya sedang memberikan sambutan.

Ayana tersenyum, dadanya berdesir hangat ketika melihat Mama Diana, ia masih kelihatan awet muda, sosok wanita yang sangat ia hormati dan kagumi, pernah menolongnya ketika susah dan menganggapnya sebagai anak sendiri, Ayana jadi merasa berdosa, karena telah lancang memacari putranya.

Ayana merasa diamati, ia pun melirik ke arah pukul tiga. Terlihat sosok Rei tengah berdiri diantara kerumunan pria berusia lima puluh tahunan. Ia terlihat tampan mengenakan setelan jas armany hitam, rambutnya ditata rapi memberikan kesan dewasa, disampingnya terlihat seorang gadis seusia dengannya. Rambutnya dicepol rapi, ia mengenakan gaun panjang berwarna nude. Ayana merasa gaun yang dikenakan gadis itu ber-style sama dengan yang ia kenakan, apa gaun itu juga pemberian Rei?

"Eh, itu cewek yang mirip lo kan? Yang waktu itu ada skandal sama calon bos kita?" bisik Nanda.

Ayana hanya melirik Nanda sekilas. Ya-ya-ya ngga usah diperjelas gitu kok, Nan.

"Eh, eh, Ay. Itu Pak Reihan ngeliatin kita, gila ganteng banget," kata Nanda sambil memegang kedua pipinya.

Ya, Rei memang sedang menatap ke arah mereka, tepatnya menatap tanpa berkedip ke arah Ayana. Apa ada yang salah dengannya?

Sepertinya Rei hendak berjalan ke arah Ayana, jantung Ayana berdegup kencang. Kalau sampai Rei menghampirinya, apa yang akan dikatakan oleh orang banyak?

Namun, belum ada setengah jalan, terdengar nama Rei dipanggil diikuti riuh tepuk tangan. Rei dipersilahkan untuk naik ke atas podium. Rei tersenyum ke arah Ayana, kemudian membalikan badan untuk memberikan sambutan.

"Ay, cari minum yuk! Haus nih," ajak Nanda.

"Gue di sini aja," kata Ayana.

"Ya udah."

Ponsel Ayana bergetar dari dalam clutch-nya.

Rei: Tunggu aku di rooftop. Naik ke lantai paling atas lalu sebelah lift ada tangga darurat, naik ke situ. Nanti ketemu di sana.

Ayana kembali menyimpan ponselnya dan mencari seseorang yang mungkin ia kenal.

Ah, Valerie!

"Gila si Rei! Pulang kampung udah jadi CEO aja, nyesel gue gak deketin dia dulu!" umpat Rei.

Dahi Ayana mengernyit. Valerie kenal Rei?

"Val."

"Eh, iya, ada apa Ayana?" tanya Valerie.

"Gue mau keluar ruangan dulu, ya, gue gak terlalu suka keramaian. Nanti, kalau Pak Bian nanyain gue tolong sampein, ya!"

"Oh, iya. Siap. Pak Biannya kemana emang?"

"Mau bilang langsung, gak enak, lagi ngobrol gitu Pak Bian-nya."

"Oke-oke, tenang aja, Ay, nanti gue sampein."

"Thanks, Val."

Ayana memasuki lift dan menekan tombol lantai paling atas dan mengikuti petunjuk arah sesuai perintah Rei. Ketika membuka pintu rooftop yang tak terkunci, tiupan angin langsung terasa menyegarkan tubuh Ayana, ia berjalan menuju kursi kayu yang berada di tengah. Duduk bermandikan cahaya bintang dan semilir angin, jauh dari hiruk pikuk keramaian di jalanan, di atas sini Ayana merasakan kedamaian.

Ia mendekap tubuhnya sendiri, merasakan udara dingin bukan hanya menyejukan, tapi menusuk tulangnya, ia memejamkan matanya, menikmati suasana hening yang membuat ketenangan di dalam sanubari, yang telah lama tak ia rasakan.

Seketika tubuhnya menghangat, terutama bagian pundak. Ayana membuka matanya, tersampir sebuah jas berwarna hitam di pundaknya, karena jas inilah ia merasakan kehangatan.

Ayana menoleh.

"Rei ...." Ia berkata lirih, senyumnya tersungging penuh kerinduan.

"Ma belle," puji Rei tulus

Bersambung ....

Segini dulu aja, ya.
Next chap mau dibikin baper ditambah backsound yang cocok. Kapan? Gak tau, bisa jadi besok 😋

CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)-TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang