TIGA PULUH EMPAT-KERAS KEPALA

4.7K 245 19
                                    

Sambil nunggu waktu berbuka, baca dulu yuk!

Rei duduk di samping ranjang tempat dimana Ayana terbaring. Sudah terpasang selang infus di tubuhnya. Suhu tubuh yang sangat tinggi, membuatnya harus dirawat sementara waktu.

Ia teringat telah membuat kehebohan di lobi apartemen. Ternyata ponsel Ayana tidak terinstal aplikasi taksi online. Maka, dengan sigap Rei kembali menggendong Ayana untuk turun ke lobi, bagaimana pun caranya ia harus segera membawa Ayana ke rumah sakit, mengingat kesadaran gadis itu semakin melemah.

Untungnya, petugas apartemen membantu Rei untuk mengantarkan mereka ke rumah sakit terdekat menggunakan mobil operasional.

Ia pun kembali mengingat pesan yang ia baca di ponsel Ayana. Fabian. Area manager kantor cabang Bandung, ternyata menaruh hati kepada sekretarisnya sendiri. Dan ia baru menyadari itu.

Rei menggenggam tangan Ayana yang lemah.

Apa yang kamu sembunyikan sebenarnya?

Menjelang siang hari, dokter jaga sudah memeriksa keadaan Ayana, sampel darahnya pun sudah masuk ke laboratorium, hanya tinggal menunggu hasilnya.

Ayana membuka matanya setelah tidur cukup lama, Rei yang sedang menyantap nasi padang pun langsung menghampiri ranjang.

"Gimana keadaan kamu? Masih pusing?" tanya Rei.

Ayana menggeleng. "Kamu bawa aku ke rumah sakit?"

"Iya, habisnya kamu hampir gak sadarin diri. Kalau aja aku telat bawa kamu ke sini, aku gak tau gimana keadaan kamu."

"Kamu lanjutin aja makannya," suruh Ayana ketika melihat makanan Rei masih tersisa setengahnya.

"Kamu makan ya, belum makan dari tadi. Aku suapin."

"Kamu dulu aja."

"Ya, udah, aku abisin secepat kilat," ucap Rei, kemudian ia menyambar makanannya, sejujurnya ia memang sangat lapar.

Setelah menghabiskan sebungkus nasi padang, Rei mengambil nampan berisikan bubur yang disediakan oleh rumah sakit. Karena lambung Ayana luka, ia harus makan makanan yang lembut.

"Selama aku di Paris, kamu kemana aja?" tanya Rei ketika ia baru saja menyuapi sendok kelima.

"Kerja, pulang ke unit, kerja, pulang ke unit, kerja pulang ke unit ...."

"Ngga, maksudku ... kamu gak main ke mana gitu?"

Ayana menggeleng.

"Jadi beneran cuma kantor-apartemen aja?"

Ayana mengangguk.

Rei terdiam. Ia sebenarnya penasaran dengan hubungan antara Ayana dan Fabian. Ada apa dengan mereka? Apakah Ayana merespons perasaan Fabian?

"Kenapa?" tanya Ayana kali ini.

"Ah, enggak. Makan lagi, ya!"

Rei kembali menyuapi Ayana. Pertanyaan seperti itu tidak seharusnya ditanyakan di kondisi seperti ini.

Sore ini hasil lab sudah keluar, Ayana positif didiagnosa demam tifoid yang disebabkan bakteri pada ususnya, dan ia pun harus dirawat di rumah sakit lebih lama.

"Aku mau pulang aja, Rei." Ayana bersikeras.

"Kata dokter tadi kan harus dirawat, jangan bandel deh."

"Kalau aku dirawat di rumah sakit, siapa yang mau jaga? Nggak mungkin juga kamu di sini terus-terusan kan? Kamu juga tau, aku gak punya siapa-siapa."

Rei berpikir sejenak. Benar juga, siapa yang mau jaga?

"Emang kamu gak ada temen deket?"

"Sera? Dia juga kan harus kerja. Seenggaknya kalau aku di unit, aku bisa jaga diriku sendiri."

CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)-TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang