"Ada yang meletakkan alat peledak di ruang server. Sesuai dengan rekaman CCTV bahwa, pada pukul 19.47 seorang pria mengenakan topi dan masker berwarna hitam memasuki area kantor dan langsung menuju lift, pada tampilan CCTV selanjutnya, pria tersebut berada di lantai empat belas, tempat ruang server berada, dengan mudahnya ia membobol lubang kunci yang dibuktikan dengan kenop dan lubang kunci yang rusak. Pria tersebut memasuki ruang server sekitar lima menit, kemudian ia keluar gedung dan mengendarai mobil yang setelah diselidiki platnya palsu."
Rei mengamati rekaman CCTV tersebut dengan seksama, ia pun mendengarkan penjelasan dari Jacob-asisten pribadinya, yang bertugas menyelidiki kasus peledakan ruang server.
"Saya curiga, bahwa yang membobol ip address website perusahaan merupakan orang atau jaringan yang sama, termasuk orang yang memposting dengan sengaja foto anda, Pak Reihan."
"Maksudnya, orang tersebut berniat menjatuhkan saya?"
"Bisa dikatakan seperti itu, kasus ini harus segera dilimpahkan ke kepolisian."
"Ya sudah, kamu yang urus."
"Baik, Pak."
Rei keluar ruangan, ia mengembuskan napas dengan berat. Belum juga jadi direktur utama, udah ada cobaan aja.
Ketika melewati kubikel milik Stefi yang kebetulan berada tepat di depan ruangannya, ia mendapati wanita itu sedang menelungkupkan wajahnya di atas meja.
"Loh, Stef, kenapa?"
Tak ada respons dari Stefi, Rei berinisiatif menggoyangkan bahu Stefi, tapi gadis itu tak bergeming.
"Stef." Rei mencoba mengangkat kepala Stefi dan merapikan rambut yang menutupi wajahnya.
"Ya, Tuhan!" seru Rei ketika mendapati wajah Stefi yang pucat pasi dan tidak sadarkan diri. "Dan, tolong panggilkan ambulans dan bawakan saya tabung oksigen dan selangnya di ruang kesehatan!" suruh Rei kepada Dani yang kubikelnya paling dekat dengan Stefi.
Dani terlihat terkejut ketika melihat Stefi yang lemah, sebelumnya ia tak mengetahui kondisi Stefi karena terhalang sekat diantara mereka.
"Cepat!" hardik Rei.
"Baik, Pak!"
Rei segera membawa Stefi yang berada dalam gendongannya ke dalam ruangan dan menidurkannya di atas sofa.
Rei bingung harus melakukan apa untuk memberikan pertolongan pertama, karena ia yakin Stefi mengalami gagal napas, entah karena pengaruh menghirup asap ledakan kemarin atau memang kondisinya yang tidak fit.
Akhirnya Rei keluar ruangan dan mencari seseorang untuk membantunya, ia melihat Laras yang kebetulan berjalan menuju ke arah ruangan Rei sambil membawa beberapa map yang ia pegang.
"Ras, cepet sini!"
Laras berjalan lebih cepat. "Ada apa, Pak?"
"Masuk ke ruangan saya!"
Laras mengikuti Rei dari belakang dan ia terkejut ketika melihat sosok Stefi yang terbaring di atas sofa ruangan atasannya itu.
"Stefi kenapa, Pak? Bapak apain?" tanya Laras.
"Nggak saya apa-apain, saya manggil kamu kesini karena mau minta tolong buat kasih pertolongan pertama, kalau saya yang lakuin bisa-bisa ada yang moto saya lagi, fitnah lagi, diundur lagi deh acaranya," cerocos Rei yang mau tidak mau membuat Laras mengulum senyum melihat kelakuan sang direktur.
"Saya mesti lakuin apa, Pak?"
"Dani lagi telepon ambulans sama bawain tabung oksigen, coba kamu bukain dua kancing kemeja paling atas biar gak terlalu sesek, sepatunya juga buka," suruh Rei sigap, ia tahu betul kondisi darurat seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)-TAMAT
RomanceStory ini adalah sekuel dari my sweetest enemy, jadi baca dulu cerita pertama ya! Setelah selesai menyelesaikan studinya dan sukses berkarir di Toronto, Rei memutuskan kembali ke Indonesia. Sang Mama memutuskan pensiun dan menunjuk Rei sebagai pengg...