Kini Mion duduk di depan ranjang Jungkook dengan tatapan kosong, ia memegang tangan Jungkook yang anehnya masih terasa hangat. Ia duduk disitu selama berjam-jam hanya untuk melihat Jungkook dalam kondisi yang sama-sama saja.
Jaehyun mengetuk pintu yang terbuka, dia menghampiri Mion, melihat tangannya yang menggenggam erat tangan Jungkook. Entah mengapa dia merasa sedikit sakit, berpikir akankah Mion melakukan hal yang sama jika seandainya dia diposisi Jungkook.
Lelaki itu mengeluarkan sebuah sapu tangan, memberikan Mion sapu tangan tersebut agar tidak menangis lagi. Ingin sekali Jaehyun memegang pundak gadis itu, untuk menenangkannya.
Tapi dia tidak yakin jika Mion akan merasa terhibur dengan kehadirannya.
"Apa yang harus aku lakukan untuk membangunkannya, aku tidak tau harus melakukan apa. Jaehyun ... aku tidak bisa kehilangannya. Aku ... aku ... tidak mau kehilangannya."
Jaehyun tertunduk, bukan karena sedih, tetapi karena iri. Dia iri pada Jungkook yang begitu disayangi oleh Mion. Setiap hari ia selalu melihat dari pintu, Mion selalu berada di sini untuk menemani Jungkook, menunggu lelaki itu terbangun.
Suara tangisan Mion yang terdengar pelan serta bahunya yang bergetar terlihat begitu menyakitkan untuk Jaehyun. Ia sudah menyerah akan perasaannya pada Mion, tapi, ia masih saja merasa sakit saat melihat Mion selalu ada untuk Jungkook.
Gadis itu sama sekali tidak menyadari, tangisannya itu dapat menyakiti seseorang. Tetapi Jaehyun mungkin sudah tidak merasa cemburu atau marah.
"Mion, aku harus pergi."
Mion hanya mengangguk sangat-sangat pelan, Jaehyun tak ingin berlama-lama, ia langsung pergi dari tempat itu.
Ketika ia melangkan menuju ruangannya, ia melihat Marsya di samping gedung guru, sedang meniup peluit, kemudian sekompok burung datang menghampiri. Jaehyun awalnya ingin segera kembali ke ruangannya, tetapi karena hatinya sedang tidak menginginkan hal itu, iapun menghampiri.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanyanya pada Marsya.
Gadis itu mendongak, dan sedikit terkejut saat melihat ada Jaehyun di depannya.
Dia tersenyum lebar sambil mengangkat perban kecil di tangannya."Jimin bilang, para hewan ikut terluka akibat perang, dia memintaku untuk mengobati mereka dan meminjamkanku peluit miliknya. Bukankah ini hebat, aku sudah seperti dokter hewan."
Jaehyun semakin mendekat, melihat Marsya sedang mengobati sayap burung yang terluka dengan obat dan perban. Keduanya diam, hanya melihat kepada burung-burung serta hewan-hewan lain seperti tupai, kucing liar, anjing dan lain-lain yang menunggu Marsya.
"Anda mau membantuku?"
Jaehyun menggeleng,
"Aku tidak suka hewan, mereka kerjaannya hanya membuat repot. Aku lebih suka membedah tubuh mereka dan menelitinya.""Uuh itu menjijikan."
Lelaki itu melihat Marsya tersenyum sepanjang mengobati para hewan,
"Kau tampaknya sangat menyukai hewan, apakah kau tidak tertarik untuk memelihara salah satunya?"Marsya menggeleng, masih dengan senyuman,
"Itu tidak mungkin.""Kenapa tidak mungkin?"
"Aku orang yang ceroboh, aku takut jika aku memelihara mereka dan aku lalai, maka itu juga bisa melukainya. Lagipula, daripada memelihara mereka, aku lebih suka melihat mereka bebas. Karena bagiku, aku sudah cukup bahagia meskipun hanya melihatnya dari jauh."
"Bagaimana jika kau beranggapan seperti itu, tapi hatimu berkata lain."
Marsya tertawa pelan, namun kembali fokus mengobati pada hewan,
"Itu sama saja dengan memaksakan diri sendiri, anda tidak boleh melakukannya. Karena jika anda ingin melihatnya bahagia maka anda harus mengetahui apa yang terbaik untuknya. Kata ibuku, cinta yang tulus adalah cinta yang mampu untuk berjuang, cinta yang tulus adalah cinta yang rela melepaskan demi kebahagiaannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
[Book 2] Anima : Beyond Fantasy [Complete]
FanfictionPetualangan baru di Anima dan Dimensi Sihir 18 murid baru dari seluruh dunia telah diundang. Haechan, Seungkwan dan Hyungseob trio pembuat ulah yang berisik, Seonho dan Marsya yang polos tapi pemarah, Mingyu, Jinyoung dan Kyla yang cemerlang, Jieqio...