Oscar Smither (Chapter 36)

242 31 2
                                    

Samuel berjalan di lorong-lorong anima menuju sebuah tempat dengan sebuah buku yang ia bawa. Menuju sebuah tempat yang hanya diketahui oleh beberapa orang murid, yakni ruang pameran penghargaan murid Anima.

Namun ketika ia melihat pintu ruangannya yang terbuka, lelaki itu segera melihat siapa yang masuk ke ruangan tersebut. Rupanya di sana ada Jinyoung yang tengah melihat-lihat piala para murid pendahulu Anima.

"Jinyoung, tumben sekali kau kesini ...," Samuel berjalan masuk ke dalam ruangan, menghampiri Jinyoung

Jinyoung hanya tersenyum tipis semberi melihat piala-piala kecil yang tersusun rapi di sebuah rak berkaca. Samuel menyusulnya, menatap piala-piala itu dengan cermat.

"Aku tidak tau kalau kau tau tempat ini," Ujar Samuel

Jinyoung lagi-lagi tersenyum tipis,
"Aku hanya kebetulan lewat saat latihan transformasi, aku penasaran, jadi aku masuk. Heran, deh, mengapa tempat bagus seperti ini tidak diberitau pada murid, hitung-hitung untuk reverensi."

Samuel menoleh sesaat sebelum kembali fokus melihat piala-piala indah tersebut sambil mencatat semuanya.

"Ruangannya sempit, jika semuanya masuk ke sini apalagi jika itu adalah orang seperti Haechan, Seungkwan dan Seonho. Tempat ini akan jadi ruang sampah piala yang patah."

Keduanya tertawa-tawa kemudian kembali fokus untuk melihat-lihat, tak ada percakapan setelah pembicaraan ringan barusan. Tetapi sepertinya mereka tampak ingin berbicara satu sama lain, karena tak ada yang memulai, akhirnya Baejin angkat bicara.

"Setiap datang ke sini, aku selalu berpikir tentang alasan mengapa aku berada di sini. Diam-diam aku berpikir, mungkinkah kita diundang ke Anima bukan hanya secara acak, tetapi karena alasan-alasan tersembunyi."

"Seperti?" tanya Samuel sambil menulis, tanpa menoleh ke arah Jinyoung

Baejin tak langusung menjawab, ia mengulur waktu sambil menundukkan kepala, tanpa mengetahui bahwa Samuel meliriknya dari ekor mata. Wajah pendiam Jinyoung awalnya hanya menunjukkan ekspresi kosong, tetapi beberapa detik kemudian ia tersenyum masam.

"Ibuku berkata, bahwa dokter yang membantu persalinanku adalah seorang dokter penyihir dari Jerman. Ayah dan ibu tidak memiliki uang untuk membawaku ke sebuah rumah sakit bagus, dan seorang kakek yang membantu ibuku saat akan melahirkan, merekomendasikan rumah sakit di dekat bukit yang sepi, dan berkata bahwa kita dapat membayarnya dengan cara yang unik,"

"Ibuku bercerita, bahwa seharusnya nyawaku tidak terselamatkan karena kesehatan janin yang kurang baik, tetapi dokter itu bersikeras menyelamatkanku hingga berhasil membuat detak jantungku kembali berpacu. Rasanya setiap kali mengingat alasanku datang ke Anima, aku selalu berpikir, mungkin saja kedatanganku adalah balasan atas nyawaku."

Samuel tersenyum penuh kegirangan,
"Jadi apakah itu alasan mengapa kepalamu kecil?"

"Uh, sial!"

"Hahahahahaha ...."

****

(Penghakiman, Oscar Smither)

Seorang pria di bawa dengan penjagaan ketat oleh orang-orang berseragam, lorong-lorong yang mereka lalui terkesan begitu dingin karena tidak adanya percakapan sama sekali. Di bagian depan, seorang wanita memimpin dengan wajah ceria.

"Aaah akhirnya penghakiman akan dilaksanakan ...," katanya dengan senyuman merekah

Langkah demi langkah membawa mereka di hadapan sebuah pintu besar sepanjang dua meter berwarna kecoklatan. Sebelum mereka masuk, wanita itu berbalik, masih dengan raut bahagia yang sama, menatap pria berwajah lusuh yang diborgol di tengah-tengah mereka.

[Book 2] Anima : Beyond Fantasy [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang