[3 hari setelah perang]
Seorang pria berambut pirang abu-abu sedang duduk di atas peti mati, semua peti itu kosong, hari ini adalah pemakaman besar-besaran. Di sebelah sana, ujung makam yang terdapat tempat kosong luas, para DPS membakar mayat anggota Demo Sihir.
Seorang anak kecil sedang berjalan mendekati pagar, tepat di belakang pria yang tengah duduk di atas peti mati.
"Nenek ...." panggilnya sangat pelan, seperti suara seseorang yang sedang merasakan kesedihan.
Pria berambut abu-abu tersebut berbalik, menatap sang bocah.
"Ada apa bocah?"
Bocah itu bersembunyi di pagar berwarna hitam, pria tersebut berdiri menghampirinya dan berdiri di depan gerbang.
"Ingin menghadiri pemakaman seseorang?" tanyanya.
Bocah itu perlahan mendongak, menatap pria berambut abu-abu dengan potongan aneh yang membuat matanya nyaris tertutup rambut.
"Nenekku." Jawab bocah tersebut dengan nada pelan.
Pria tersebut menatap langit seperti sedang menerawang sesuatu, namun senyumnya yang menyeramkan membuat bocah itu merasa sedikit takut. Kendati pria itu tersenyum lebar.
"Jadi ini adalah hari, dimana nenekmu akan tidur panjang,"
"Lalu mengapa kau datang kesini dan hanya berdiri di situ? Apakah kau tidak ingin melihat proses pemakamannya? Akan banyak orang yang datang."Ada sedikit keraguan di hati bocah, ia merasa tidak yakin untuk menghadiri pemakaman karena hatinya yang masih belum bisa melepaskan kepergian nenek.
"Kenapa kau ragu, William Joanson?"
Bocah itu mendongak, menatap pria berambut abu-abu dihadapannya, itu semua karena dia mengenal namanya. Padahal ia sangat yakin bahwa ia tidak pernah bertemu dengan pria tersebut.
"Kau harusnya mengerti perasaanmu sendiri. Kau datang kesini karena ingin melihat nenekmu. Itu artinya kau sudah merelakannya dan merindukannya. Tapi itu terserah padamu, karena... akupun pernah melakukannya ... hehehe."
William hanya dapat mengangkat alisnya, sebenarnya ia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh pria dihadapannya. Karena itu bukanlah kalimat yang bisa dipahami oleh anak berumur 7 tahun seperti dirinya.
Kemudian para mayat diantar, dipakaikan pakaian terbaik mereka lalu diletakkan di dalam peti mati. Jaehyun datang ke tempat itu untuk meminta pada pria yang duduk di atas peti mati, untuk mengantar mayat orang-orang dari Anima.
"Malcolm Death, apakah kau sudah memisahkan peti-peti itu?" tanya Jaehyun.
Pria yang disebut dengan julukan 'Malcolm Death' menoleh pada Jaehyun, menunjukkan senyuman lebar, seperti menyambut kedatangan Jaehyun.
"Ehe, Kepala Sekolah Anima. Sungguh terhormat aku mendapatkan kunjungan ini." Katanya.
Jaehyun mendengus,
"Ini bukan waktunya untuk mengucap salam. Orang-orang di Anima sudah menunggu untuk proses pemakaman, aku akan membantumu membawa petinya.""Untuk apa anda membantu. Biarkan aku sendiri yang membawanya. Dengan kereta ... kereta ... kematian yang indah ... sangat indah ...."
Terkadang Jaehyun tidak mengerti mengapa pria tersebut sangat mengerikan, bahkan nada bicaranya terdengar seperti orang mabuk. Tingkahnya sangat aneh, waktu itu Jaehyun pernah melihatnya mengubur diri di dalam bak penuh garam, saat ia meminta peti untuk Mr. Hans bersama Jungkook.
"Jika diperbolehkan, aku juga ingin melihat proses pemakaman di Anima, hehehe." Ucap Malcolm pada Jaehyun.
"Tentu saja kau harus ikut. Kau juga diminta Yoongi untuk menguburkan mereka, kan?" jawab Jaehyun sedikit tidak niat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Book 2] Anima : Beyond Fantasy [Complete]
FanficPetualangan baru di Anima dan Dimensi Sihir 18 murid baru dari seluruh dunia telah diundang. Haechan, Seungkwan dan Hyungseob trio pembuat ulah yang berisik, Seonho dan Marsya yang polos tapi pemarah, Mingyu, Jinyoung dan Kyla yang cemerlang, Jieqio...