6.Sebuah keputusan

18.3K 713 17
                                    


"Hoaamm..." Sabrina terbangun dari tidurnya ia melihat jam yang sudah menujukan pukul 7 malam.

Sabrina tidak sadar bahwa dirinya tidur terlalu lama bahkan ia saja masih mengenakan seragam sekolah.

Dengan gontai gadis itu berjalan ke kamar mandi untuk sekedar menyegarkan tubuhnya. Setelah selesai mandi Sabrina mengenakan piyama bergambar unicorn berwarna merah muda.

Drttt.. Drttt...

Ponsel Sabrina bergetar dan terlihat ada sebuah panggilan yang masuk, dengan malas gadis itu berjalan mengambil ponselnya yang berada diatas nakas untuk melihat siapa yang menelfonnya.

Rio is calling you...

Sabrina menghela nafas dan menjawab panggilan dari Rio.

"Hallo Na,"

"Kenapa?"

"Na, katanya mau jalan gue udah nungguin lo dari tadi."

Sabrina lupa bahwa hari ini ia ada janji dengan Rio untuk jalan berdua. Kini gadis itu mulai mencari alasan agar ia tidak jadi jalan dengan Rio karena malam ini dirinya sungguh sedang malas untuk pergi.

"Gue lagi gak enak badan jadi acaranya kita batalin."

"Tapi Na, gak bisa gitu dong lo---"

Tuttt... Tuttt

"Sialan!" Rio berdecih kesal saat Sabrina menutup telfonnya secara sepihak.

Tapi seorang Rio Ardinata tidak akan menyerah begitu saja, Rio keluar dari dalam mobilnya menuju pintu rumah Sabrina saat sudah sampai Rio langsung memencet bel yang berada dipojok pintu.

Ting.. Tong.. Ting.. tong...

Setelah beberapa lama menunggu akhirnya pintu terbuka menampilkan sesosok wanita yang terbilang masih cukup muda dengan senyum ramahnya.

"Cari siapa ya?" tanya Airin saat membuka pintu dan melihat sesosok pemuda yang datang.

Rio langsung menyalami tangan Airin begitu wanita itu membuka pintu "Hallo tante, saya Rio temannya Sabrina. Sabrinanya adakan tante?" tanya Rio dengan sopan.

"Oh, temannya Sabrina. Sabrinanya ada kok, ayo silahkan masuk," Airin mempersilakan Rio untuk masuk.

"Duduk dulu, biar tante panggilin Sabrinanya." Airin berkata seraya melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Sabrina untuk memanggil gadis itu.

"Iya tante,"

Airin langsung mengetuk pintu kamar Sabrina begitu sampai didepan kamar gadis itu. Sedangkan Sabrina yang sedang tiduran dikasurnya merasa terusik akibat ketukan pintu diluar kamarnya.

"Aduhhhh kenapa lagi sih! Bisa gak sehari aja lo gak ganggu hidup gue." sentak Sabrina terhadap Airin setelah pintu itu terbuka.

"Itu sayang dibawah ada yang nyariin kamu katanya dia teman kamu, namanya Rio." mendengar penuturan dari Airin Sabrina hanya mendesah kesal ternyata Rio tidak mudah menyerah seperti yang dia bayangkan, dengan berat hati Sabrina turun ke bawah untuk mengurus pria keras kepala itu.

"Ngpain lo ke sini!" ketus Sabrina saat sudah berhadapan dengan Rio.

"Sayang kok ngomong gitu sih sama temannya. Oh iya nak Rio mau minum apa biar tante buatkan," tawar Airin.

"Gak papa kok tante, Gak perlu repot-repot. Saya cuma mau ngajak Sabrina jalan." jawab Rio berusaha menjelaskan maksud kedatangannya.

"Lo tuli, atau gimana sih? Gue bilang gue gak bisa apa kurang jelas?" ujar Sabrina dengan sisa kesabarannya.

"Tapi Na gu---" baru saja Rio akan menjawab, Sabrina sudah terlebih dahulu mendorong pria itu untuk keluar dari rumahnya.

"Mending sekarang lo pergi! Dari rumah gue." setelah itu Sabrina menutup pintu rumahnya dengan keras.

"Sabrina kenapa kamu bersikap kaya gitu nak," tanya Airin saat melihat sikap Sabrina yang kurang baik pada Rio.

"Mending lo gak usah ikut campur! Urus aja diri lo sendiri gue gak butuh perhatian palsu lo itu, dan mulai sekarang jangan pernah ganggu hidup gue lagi ngerti lo!"

Sabrina sudah tidak bisa menahan emosinya yang meluap-luap ia sudah cukup muak dengan tingkah Airin yang bersikap seperti seorang ibu yang baik bagi dirinya.

Setelah itu Sabrina berlalu pergi menuju kamarnya, meninggalkan Airin seorang diri.

Drrrrrr!!!

Suara pintu kamar Sabrina yang ditutup dengan kasar. Sabrina terduduk dibawah lantai sambil memeluk kakinya, gadis itu terisak menangisi nasibnya yang begitu buruk bukan kehidupan semacam ini yang Sabrina inginkan. Dirinya ingin hidup bahagia bersama papa dan bundanya ia ingin hidup seperti saat ia kecil dimana dirinya selalu mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya, tidak seperti sekarang dimana papanya sibuk dengan pekerjaan belum lagi saat papanya memutuskan untuk menikah lagi, semua itu seakan memperburuk keadaan yang sudah terasa begitu sulit.

"Bunnn.... Sabrina kangen." lirih Sabrina disela isak tangisnya.

............

"Gimana sama sekolah baru kamu Ga?" tanya Nando pada putranya Arga.

Saat ini Arga dan keluarganya memang sedang makan malam bersama.

"Biasa aja." jawab Arga sambil memasukan sendokan terakhir dari makanannya.

"Arga udah selesai, Arga ke kamar dulu." Arga bangkit dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan meja makan sebelum suara dari sang papa membuatnya berhenti untuk melangkah.

"Papa akan pindahkan kamu ke London kalau kamu tidak juga merubah sikap kamu Arga." Nando berujar dengan tegas dan penuh wibawa.

"Dan itu artinya, Kamu harus pindah sekolah lagi dan bersekolah disana." lanjut Nando.

"Arga gak mau pindah." jawab Arga sambil melanjutkan langkahnya menuju kamarnya.

"Kalau kamu gak mau seenggaknya belajarlah untuk bangkit dari keterpurukan kamu karena papa gak mau kamu terus-terusan hidup seperti ini Arga. Papa ingin kamu terus melanjutkan hidup kamu tanpa terus melihat masa lalu yang gak akan pernah bisa kamu rubah."

Arga memilih diam dan terus melanjutkan langkahnya menuju kamarnya tanpa mengidahkan panggilan papanya.

Arga merebahkan tubuhnya dikasur pria itu benar-benar merasa lelah hari ini dan ingin segera mengistirahatkan tubuh dan pikirannya untuk melupakan sejenak bebannya sebelum dirinya harus kembali menghadapi hidup yang terasa begitu sulit tanpa dia yang tidak lagi berada disisi Arga.

O iya aku mau ngumumin nih kalo aku mau nentuin tokoh dari arga, sabrina, rio, vanesa kalo kalian punya saran tolong komen di bawah ya.
Jangan lupa vote and komen;)

See you next part

SABRINA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang