(29)

1.1K 124 21
                                    


"Maaf karena aku terlambat, Jungkook." Taehyung mengehela nafasnya dengan berat. Lalu dirinya melangkah pergi, meninggalkan seseorang yang menjadi tugasnya selama setahun ini.

Tak lama, Jungkook segera mendorong tubuh Yugyeom perlahan. Lalu dirinya bersusah payah untuk bangkit. Yugyeom yang melihatnya hanya dapat terkekeh.

"Kau ini. Kalau butuh bantuan itu bilang." Lalu Yugyeom mengangkat tubuh Jungkook dengan perlahan. Memberikan tongkat penyangganya, dan membawa Jungkook kembali ke kelas.

"Terima kasih, Gyeomie. Entah apa yang terjadi jika kau tak ada." Jungkook tersenyum dengan mata yang masih cukup sembab.

"Ini tugasku sebagai sahabatmu, Kook." Yugyeom pun membalas senyuman Jungkook dan mengusak surai namja manis itu dengan gemas.

Sesampainya di kelas, Jungkook dapat melihat teman sebangkunya itu tengah terdiam. Menatap kosong jari telunjuknya yang sedang memainkan sebuah pulpen.

"Tae." Panggil Jungkook. Namun Taehyung sama sekali tak menggubris.

"Taehyung." Baiklah, Jungkook mulai kesal.

"TAEHYUNG!" Bentaknya dan sukses membuat seisi kelas menoleh.

"Ehehe,, maaf." Jungkook terkekeh, dan Taehyung juga menoleh.

"Apa, Kookie? Kau membuat keributan di kelas." Ucap Taehyung datar dan membuat Jungkook kembali kesal.

"Kau itu tuli, ya?! Aku memanggilmu tapi kau tak menyahutnya sama sekali." Jungkook melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Iya,maaf. Ada apa memang?"

"Sepulang sekolah, aku ingin berbicara di atap sekolah. Berdua denganmu." Jungkook menghela nafasnya sebentar, lalu melipat kedua tangannya di atas meja, dan menyembunyikan wajahnya disana.

"Ada apa sih? Membuatku penasaran saja." Ucap Taehyung dalam hati.

Tentunya.
.
.
.
Bel pulang sekolah berbunyi begitu nyaring. Memberi sejuta kebahagiaan pada benak seluruh siswa.

"Kook. Kita jadi ke atap? Kurasa, kau akan kesulitan menaiki tangga." Ucap Taehyung sambil memasukkan semua bukunya ke dalam tas hitam miliknya.

"Emmh,, di belakang sekolah saja kalau begitu. Aku baru ingat." Jungkook lalu mulai melangkah dengan cukup kesulitan.

Taehyung menyusulnya dan membantu Jungkook untuk berjalan.

Setelah sampai, Jungkook menatap Taehyung dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ada apa,Kookie? Jangan buat aku penasaran." Taehyung terlihat mulai tak nyaman dengan perlakuan Jungkook.

"Aku ingin minta sesuatu padamu."

"Apa?"






































"Tolong jadikan Jennie noona sebagai kekasihmu. Dia mencintaimu, Tae. Kemarin saja dia begitu gugup saat berhadapan denganmu." Jungkook menunduk. Menahan rasa nyeri yang secara tiba tiba menerjang dadanya.

"M..maksudmu? Tapi aku tak mencintainya. Aku tak bisa, Kook." Taehyung terdengar mulai khawatir.

"Aku mohon, Tae. Aku ingin melihat Jennie noona bahagia."

"Aku tak mencintainya, Jungkook. Aku tak mungkin memaksakan perasaan ini." Taehyung mengusak surainya frustasi.

"Aku akan bahagia jika kau bersama dengan noonaku. Aku mohon, Tae. Aku akan sangat berterima kasih jika kau membalas cintanya." Jungkook mencoba tersenyum dengan matanya yang mulai berlinang.

Tidak. Dia bukan sedih karena Taehyung menolak kakaknya. Tapi entah kenapa, rasanya begitu sakit saat meminta Taehyung untuk menjadi kekasih sang noona.

"T..tolong jangan menangis, Kookie. Baiklah. Aku akan melakukannya asalkan kau senang. Karena tugasku adalah membuatmu bahagia." Tentu saja kalimat terakhir itu dia ucapkan di dalam hatinya.

"Benarkah?" Jungkook bertanya girang.

"Tentu saja. Tapi tak sekarang. Besok saja oke?" Taehyung tersenyum sambil memegang pundak Jungkook.

"Ayay kapten!" Taehyung tertawa dengan sikap kekanakannya Jungkook. Namja bersurai coklat itu lalu merangkul Jungkook dan mengajaknya pulang bersama. Untunglah Jungkook tak menolak.

Hanya saja, dirinya tak pernah tahu. Jika dibalik tawa seorang Jeon Jungkook itu terdapat begitu banyak kesakitan mendalam. Dan Taehyung tak pernah tahu hal itu.
.
.
.
Esok harinya. Memang begitu cerah.

Jungkook masuk ke kamar Jennie dengan perlahan. Meski dia sudah susah payah menaiki tangga. Dan beberapa kali dia hampir terjatuh.

Cklek...

"Noona..." Jungkook tersenyum saat melihat Jennie masih tertidur pulas. Dan yah,  ini adalah tanggal merah. Secara otomatis seluruh kegiatan ikut libur.

"Noona, bangun. Ini hari bahagiamu, lho." Jungkook terkekeh seorang diri sambil menepuk nepuk pipi kakaknya itu.

Miris memang.

"Astaga, noona!" Jungkook terpaksa membentak hingga akhirnya Jennie terbangun.

"Kau menggangguku saja, Kookie! Aku masih ngantuk. Sudahlah sana pergi!" Jennie sedikit mendorong tubuh namja itu. Ini membuat yang lebih muda merengut sebal.

"Ada sebuah hadiah untukmu hari ini. Cepatlah mandi, lalu berpakaian yang cantik." Jennie sedikit mengernyit tak paham.

"Memangnya akan ada apa?" Tanya Jennie penasaran.

"Ck. Banyak tanya sekali kau. Cepatlah." Jungkook mendudukkan dirinya di sofa dekat ranjang Jennie.
.
.
.
Keduanya telah berdiam berdua di ruang tamu. Jennie tak tahu apa apa tentang ini. Jungkook begitu tak sabar untuk melihat lonjakan kesenangan dari kakaknya.

Dan dia juga harus bersiap. Bersiap dengan kesakitan yang sedang menunggu untuk datang sekarang.

Sebuah suara ketukan pintu terdengar mengisi ruangan.

"Ah. Dia sudah datang." Jungkook dengan semangat melangkah dan membukakan pintu.

Baiklah. Apa boleh Jennie berteriak sekarang? Seorang Taehyung De Lyra datang dengan sebucket bunga, memakai hoodie berwarna coklat, dan tersenyum ramah kepada dua orang di hadapannya.

"Eh. Masuklah, Tae." Jungkook memberi jalan. Dirinya tersenyum sambil menatap ke arah Jennie.

"A..ada apa ini, Taehyung-ah? K..kenapa kau berjalan ke arahku?" Tanya Jennie dengan nada yang gemetar. Dan jangan lupakan semburat merah yang sudah sedari tadi menghiasi kedua pipinya.

Jungkook hanya tersenyum disana. Menunggu kapan rasa sakit itu datang.

"Begini, Jennie-ssi. A..aku mencintaimu. Maukah kau jadi kekasihku?"
__________
TBC

See you,
Youngie

Sweet Tears: Blessing-[VK] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang