(6)

2.3K 197 2
                                    

Halo readers, maap kalau chapter ini rada gaje ya wkwk

Okey,

Enjoy reading guys!
****

Jungkook hanya menatap nanar temannya itu. "Doaku di kabulkan. Aku punya teman baru." Dia tersenyum. Begitu tulus dan manis.

Dia menguap. Sudah ngantuk rupanya. Jungkook melangkah masuk, menuju kamar sang kakak.

Namja itu membaringkan tubuhnya dengan kasar. Menghela nafas, dan menatap kosong langit langit kamar.

"Taehyung itu ngakak sih. Orangnya canggung. Semoga aku dan dia bisa berteman baik." Jungkook pun berjalan memasuki dunia mimpinya.

****
Berbahagialah,manusia bumi. Sudah waktunya kau untuk membuang segala keresahan yang selama ini mengantup dirimu. Jangan biarkan semua luka di tubuhmu merambah. Jangan,Kook.

Pipi gembilmu jadi seperti roti saat kau sudah menangis. Ah, aku jadi ingin memakanmu. Tapi jangan, nanti aku kanibal hihi. Dan kenapa tadi aku begitu kikuk, ya jujur saja aku ini orangnya gampang gugup. Baik itu laki laki atau perempuan. Selalu saja begini.

Liburan bersisa sebentar lagi kan? Nanti di smester dua, aku akan masuk ke sekolah yang sama denganmu. Aku sudah menyiapkan semuanya.

Aku harap, kamu bisa menerima diriku sebagai temanmu. Dan aku juga harap aku bisa jadi teman yang baik untukmu. Dapat membahagiakan mu sampai waktuku untuk kembali itu tiba.

Aku harap begitu,Jungkook.

Taehyung bermonolog sambil sesekali tertawa membayangkan kecanggungan dirinya saat bertemu orang asing. Terlebih saat dirinya memikirkan nama Korea yang akan dia pakai. Malu sekali.

Di bumi, Taehyung tidaklah di anggap seperti seorang Latizar di bintang. Tak akan ada yang menunduk saat dia lewat, tak akan ada yang takut lagi padanya. Semoga dia bisa menemukan banyak teman di sini.

Rasanya sangat aneh saat tak ada sayap di punggungnya. Tentu saja, dia terbiasa terbang kesana kemari dengan sayap besar itu. Tapi sekarang, dia harus berjalan. Sungguh melelahkan.
****
"Kook, bangunlah." Seseorang menggoyangkan tubuh namja yang masih lelap itu.

Jungkook membuka matanya perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk melalui celah jendela.

"Ada apa,Noona?" Tanya Jungkook sambil masih menguap.

"Kau mau ikut?" Jennie duduk di samping adiknya itu.

"Kemana?" Terus saja pertanyaan.

"Kemana lagi? Tentu saja menabur bunga di makam Eomma. Baekhyun oppa dan Jin oppa tak ikut."

"A-aku ikut saja." Jawab Jungkook sambil menelan ludah kasar. Dia malas diam di rumah, apalagi dengan dua orang menyeramkan dalam hidupnya. Jungkook pun bergegas ke kamar mandi, mulai bersiap.

Telah sampai di makam, "Eomma, terima kasih karena kemarin kau sudah mengunjungi mimpi indahku. Aku tahu, aku tak pernah sekali pun marah padamu, Eomma. Tak pernah." Jungkook berkata lirih nan sayup. Matanya menerawang, menatap nisan orang yang telah melahirkan dan membesarkannya itu.

Ketika rasa resah ini membuncah dalam jiwa,
Ku tuturkan rasa rindu yang teramat dalam padamu.
Ku dekap untuk ke sekian kalinya.
Ku canda, terdengar ku riang.
Ku jadikan sebagai pengantup hara,
Ketika ku lihat nan sayu, memanas pesan rawang ku berang.
Pesan padamu, lalu ku cari.
Kemana kaki kan berpijak, ku lihat dengan raut nan tegap.
Sekali lagi, rasa resah kian meradang,
Mengharap biduri menjingga.

Jungkook menghela nafas dengan kasar. Sang kakak, Jennie, hanya bisa menguatkan adiknya itu untuk ke sekian kalinya.

Bagaikan sebuah melodi, angin meniup surai hitam milik laki laki itu. Meniup segala rasa resah yang sedari tadi memenuhi hatinya. Kini dia tahu, merasakan segalanya tanpa seseorang untuk berbagi adalah hal yang buruk. Mengenai sebuah perpisahan, dirinya tak pernah paham akan apa yang dia alami. Tak pernah. Ketika dia berharap bahwa malaikat yang akan memberitahunya, tapi ternyata tidak. Dan ya, dia tak sendiri rupanya. Jennie kini menemaninya. Tak peduli sedingin apa pun dirinya dahulu, Jungkook tetap senang. Sang kakak telah berubah, meski belum 100 persen,

Jungkook berdiri, pagi yang mendung ternyata. Dia menuntun Jennie, bukan tanpa alasan. Dia hanya ingin menggenggam seseorang, setidaknya hanya untuk berjalan. Dan sungguh, mereka seperti orang yang berpacaran.

"Kook, matamu terlihat bengkak." Pernyataan Jennie membuat Jungkook langsung bereaksi. Lelaki itu langsung menyentuh matanya. Hanya untuk memastikan.

"Kau bergadang?" Jennie memindahkan posisinya menjadi berada di hadapan Jungkook. "Aku baru sadar. Kelopak matamu juga seperti panda."

"Mmmhh, tadi malam aku memang susah untuk tidur." Jungkook menunduk malu.

"Ish, kenapa pula adikku ini. Di rumah, kau langsung tidur." Jennie mengangguk sebari membujuk adiknya itu.

"Aku tak mengantuk, entah kenapa huaaahh." Jungkook keburu menguap sebelum menyelesaikan kalimatnya.

"Mau membantah?" Jennie melipat kedua tangannya. Menatap tajam mata adiknya itu. Jungkook hanya terkekeh lalu mengangguk.
****
Lagi. Jungkook lebih suka tidur di kamar Jennie.

"Tidurlah,Kookie. Jika sudah cukup siang, aku akan membangunkanmu." Jennie mengusak gemas surai hitam milik Jungkook.

Adiknya itu hanya mengangguk, lalu memejamkan matanya dengan selimut menutup tubuhnya hingga bagian dada. Jennie hanya tersenyum lalu meninggalkan Jungkook di kamar itu.

TBC

See you,
Youngie

Sweet Tears: Blessing-[VK] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang