"Begini, Jennie-ssi. A..aku mencintaimu. Maukah kau jadi kekasihku?" Tanya Taehyung dengan gugup dan menyodorkan bucket bunga itu. Tak lupa dengan senyum tipis khasnya.Fly...fly away, Jennie~~~
Mata Jennie memanas. Dia tak percaya atas apa yang barusan dia dengar. Taehyung membalas cintanya?
Tanpa sebuah keraguan, Jennie mengangguk dan mengambil bucket bunga itu.
Dan jangan lupakan Jungkook yang sudah menitikan banyak air mata. Dirinya bahagia? Tentu saja. Janji telah sepenuhnya dia tepati. Taehyung telah sempurna menjadi milik Jennie saat ini. Namun dirinya sakit? Tentu saja. Cobalah dirimu bayangkan. Jika kau melihat orang yang kau cintai, menjadi kekasih dari orang yang sangat kau sayangi. Dan itu semua terjadi di depan kedua matamu. Jungkook sudah sangat kuat saat ini. Tangan kanannya meremat ujung kaus yang dia pakai. Dan tak lupa, senyuman penuh kepedihan masih dia tampilkan.
Rasanya bahkan jauh lebih sakit daripada ketika dirimu di hujam ribuan jarum, ketika tubuhmu ditusuk puluhan pedang, dan ketika ratusan peluru menembus jantungmu. Bahkan jauh,, begitu jauh dari rasa sakit ini. Ini bukanlah tentang sakit fisik, namun ketika hatimu sakit, memang sangat jauh dari definisi kesakitan yang selama ini kita kenal. Sebuah kesendirian yang dirancang sejak awal, merentas keinginan untuk tetap bertahan.
Dan hidup bukan hanya tentang kebahagiaan. Bahagia yang sesungguhnya adalah ketika kita dapat membuat orang lain bahagia. Dan itu sudah cukup. Bahkan jauh dari kata 'cukup' itu sendiri. Mengorbankan kebahagiaan kita demi kebahagiaan orang yang kita sayang itu indah bukan? Sangat indah.
Taehyung tersenyum senang. Dan Jennie pun tak kalah bahagianya.
Tanpa sadar, Taehyung mendekatkan dirinya pada sang k.e.k.a.s.i.h lalu memeluknya. Jennie tak menolak sama sekali. Justru dia membalas pelukan itu dengan lebih erat.
Dan ayolah,, Jungkook hanya jadi obat nyamuk disini. Lagi, lagi, dan lagi. Hatinya begitu sakit. Namun dia harus tetap kuat. Lagipun, tujuannya sudah tercapai kan? Jadi untuk apalagi dia sakit?
"Ekhem. Hormatilah aku. Ck. Aku hanya jadi obat nyamuk disini." Jungkook merengut sebal.
Jennie langsung melepas pelukannya dengan Taehyung dan terkekeh melihat kelakuan bocahnya Jungkook. Hanya saja, dia tak tahu apa yang sedang terjadi pada Jungkook sekarang.
"Haha,, maafkan aku dan Jennie, Kookie." Taehyung mengedipkan sebelah matanya pada Jungkook. Hanya sebagai tanda jika namja itu sudah menepati ucapannya pada Jungkook.
Jennie langsung berjalan dan menghampiri Jungkook. Yeoja itu mengusap air mata yang masih membekas di pipi gembil adiknya.
"Kau menangis?"
"Huhu,, aku terharu melihat kalian." Dan oh! Ekspresi Jungkook sekarang sangatlah menggemaskan.
"Jennie, Jungkook, sepertinya aku harus segera pulang. Aku lupa sesuatu. Aku meninggalkan Yugyeom sendirian di rumah. Astaga,, pasti dia mencariku." Taehyung tertawa. Jungkook dan Jennie juga.
"Ya sudah sana pulang. Kalau kau ada disini, aku hanya diacuhkan." Taehyung kembali tertawa dan mengusak gemas rambut Jungkook.
"Dah!" Dan sosok Taehyung pun pergi. Menghilang bersama dengan sepeda putih miliknya.
Bolehkah Jungkook tersenyum sekarang. Yah,, sepeda itu mengingatkannya pada saat pertama dia mengenal Taehyung. Saat dulu mereka menaiki sepeda itu untuk Taehyung mendaftar sekolah. Ah,, masa masa yang lucu.
Tanpa aba aba, Jennie langsung memeluk tubuh Jungkook. Menenggelamkan wajahnya pada leher adiknya itu.
"Terima kasih, kookie. Aku sangat menyayangimu. Terima kasih karena telah menepati janjimu." Jungkook tersenyum sambil mengusap punggung sang noona.
"Ini tugasku, noona. Sudah seharusnya aku membuatmu bahagia."
Jennie menatap lekat wajah adiknya, lalu dengan jahilnya dia mengecup hidung Jungkook.
"Ish, noona."
"Hahaha!! Eh, mau beli es krim? Kau boleh beli sesuka hatimu. Sebagai ucapan terima kasih." Jungkook mengangguk senang. Lalu kembali memeluk kakaknya itu.
.
.
.
Ini senja yang cukup cerah. Entah kenapa, rasanya Jungkook ingin berdiam di loteng seperti biasanya."Noona,, bantu aku ke loteng. Aku ingin menikmati pemandangan malam ini."
"Iya. Mau aku temani?"
"Emmhh, tidak. Dan bolehkah aku tidur di kamarmu malam ini?" Jungkook mengedipkan matanya. Ayolah, siapa yang tak akan luluh dengan perlakuan menggemaskan seperti ini?
"Iya. Yasudah. Ayo. Tapi kau boleh keluar saat hari sudah benar benar malam. Ini masih senja. Tak baik untuk kesehatan." Saran Jennie dan Jungkook hanya mengangguk.
.
.
.
Taehyung sedang mondar mandir gelisah hari ini. Malam hampir tiba.Yugyeom datang dan menarik Taehyung agar duduk.
"Taehyung. Duduklah."
"Tidak, Yugyeom. Hatiku sangat cemas." Taehyung menggigit telunjuknya sambil tak henti mondar mandir.
"Kau harus melakukan Domlyra Vega malam ini. Sekarang adalah malam kemunculan Canis Minor. Ini sangat berbahaya bagi bangsamu, Taehyung."
Ah, ucapan Yugyeom benar. Taehyung tak boleh menginjakan kaki diluar sejak senja tiba. Begitu berbahaya baginya.
"Aku tahu itu, Andenny. Sekarang aku sangat mencemaskan Jungkook. Entah kenapa." Taehyung menarik nafasnya yang terdengar begitu gelisah.
"Firasatku juga tak enak, Latizar. Kita berdoa saja untuk keselamatan semua bangsamu." Taehyung mengangguk.
"Kau benar. Sementara aku melakukan Domlyra Vega, kau tolong jaga sekitar tempat ini oke? Aku hanya takut."
"Iya, Taehyung." Yugyeom merebahkan tubuhnya di atas sofa putih ruangan itu.
"Aku begitu cemas. Hanya saja, sepertinya kau punya kaitan."
___________
TBCSee you,
Youngie
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Tears: Blessing-[VK] [END]
Fantasy[Completed] Genre: Drama, fantasy, thriller "Malam kematian, aku mendengar suara kesedihan itu." Taehyung adalah pangeran bintang yang ditugaskan untuk menghibur seorang manusia bumi. Dia datang dalam gelapnya malam, kesunyian yang menyelinap dalam...