BAB 2

383 11 0
                                    

Mentari hangat seperti biasanya menyapa gadis yang sedang merapihkan rambutnya didepan cermin. Lantas dia keluar dan langsung menyapa seluruh keluarganya.

"Pagi yah,bun"

"Pagi" jawaban serempak ayah bundanya

Mereka langsung menyantap sarapan mereka diiringi celotehan si bungsu Ali Putra Diredja tentang sekolahannya. Setelah dirasa selesai sarapannya, Nana (Aleina Putri Diredja) langsung menuju sekolahnya memakai angkutan umum. Setelah sampai, sahabatnya setia menunggunya didepan kelas.

Aleina Putri Diredja putri sulung dari Narendra Diredja, merupakan sosok yang hangat juga selalu tersenyum dan selalu menularkan senyuman tersebut kepada siapapun yang melihat ia tersenyum. Itu dulu, sebelum semua kegelisahan yang dirasa ini belum menghampirinya.

Ketika Salma sang sahabatnya menyadari kedatangan Nana ia langsung menuju sahabatnya dengan muka tersemangatnya.

"Morniing Naaaaa" dan langsung mengapit lengan kanan Nana

"Lo ya masih pagi udah semangat aja, kenape mbak?" Jawab Nana yang tak menghiraukan sapaan sahabatnya

"Ishh lo ya jarang jarang nih gue nyapa lo" gerutu salma

"Ya abisaan anjir males banget lo kek gini ma" mereka berdua melangkah berdua memasuki kelas

"Ma ma emangnya gue emak lo, udah ah kesel gue" lanjut salma dengan menoyor pipi Nana

Nana tersenyum geli melihat kelakuan sahabat sedari bayi nya. Lonceng masuk pun berbunyi dan mereka langsung memulai kegiatan belajar mengajar. Dan ketika lonceng istirahat berbunyi, sebelum keluar sang wali kelas berbicara bahwa akan diadakannya pemecahan kelas.

Istirahat, Nana gunakan untuk mencari novel kesukaannya di perpus kaeena ia malas untuk berdesakan di kantin. Lonceng masuk berbunyi, ia langsung bergegas menuju kelasnya tetapi di koridor penghubung ruang guru dan kelas dia disusul oleh kehadiran Salma yang memberitahukan bahwa gurunya tidak hadir. Mereka memutuskan untuk duduk di koridor itu, dan salma menceritakan gebetannya yang semakin gencar memberikan kode padanya. Sebenarnya, di benak Nana pikiran kalutnya sedang menghampiri.

Bak pemutaran film, pemikirannya pun langsung menuju satu malam sebelum semuanya tampak menyesakkan. Ia berusaha tertawa dihadapan sahabatnya ini sebagai bentuk responnya. Meskipun ia sedang gelisah, sekuat tenaga ia ingin berusaha tampak baik baik saja dan menutupi seluruh lukanya dengan senyuman. Dan ketika ia sedang tertawa 'paksa' netranya menemukan seseorang yang berjalan dihadapannya dan pandangan mereka bertemu untuk sejenak. Seketika ia merasaa...

HOPE(less)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang