Davina berjalan menelusuri lorong menuju kelas yang berada di lantai dua bangunan yang terletak di bagian belakang.
"Davina..., tunggu!!!" teriakan seorang gadis dari arah belakang sontak membuat Davina menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya mencari asal suara tersebut.
Dilihatnya seorang gadis berlari ke arahnya, dengan nafas terengah-engah.
"Jangan teriak-teriak, Kei." Peringat Davina.
"Ayo ke kelas." Gadis itu tidak menggubris ucapan Davina.
"Nih, minum dulu." Davina memberikan tuperwere miliknya dan diterima dengan senang hati oleh Kei. Kei duduk di salah satu bangku panjang yang terletak di depan kelas XII IPA kemudian meminum air pemberian Davina.
"Thanks ya, Na." Ucap Kei mengembalikan tuperwere milik Davina.
"You're welcome. Ayo ke kelas." Ajak Davina.
Mereka berjalan beriringan melewati koridor yang mulai ramai. Banyak pasang mata yang memperhatikan Davina. Namun, tak ada yang memiliki keberanian untuk sekedar menyapa.
Sesampainya di kelas, Davina melihat beberapa teman sekelasnya sedang piket harian, sedangkan sahabat-sahabatnya mungkin masih dalam perjalanan menuju sekolah.
Davina menaruh tasnya di atas meja lalu duduk di bangkunya. Karena merasa bosan, Davina mengeluarkan novel yang ia pinjam dari perpustakaan dan melanjutkan bacaannya.
Ketika Davina tengah fokus membaca, terdengar suara teriakan dari luar kelas, hal itu membuat Davina menutup novelnya dan melihat ke arah pintu masuk.
"Assalamualaikum teman-teman...."
"Karpet merahnya mana..., Tania datang yuhu...." Teriakan Tania sontak membuat Davina, juga teman sekelasnya menutup telinga dan menatap tajam ke arah Tania."Kebiasan Tania gak bisa berubah." Gumam Davina. Sahabat Davina yang satu ini memang heboh, hobinya teriak-teriak apalagi kalau melihat foto idolanya di media sosial.
"Baru libur dua minggu, masuk-masuk udah mau bikin gendang telinga gue pecah, apalagi kalau libur dua tahun bisa-bisa masuk kuburan jalur undangan gue." Sinis Andi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVINA (COMPLETED)
Teen FictionTerbelenggu oleh rasa yang mengikatnya pada seseorang di masa lalu, dan bayang-bayang akan kenangan indah bersama seseorang di masa lalunya memaksa Davina membangun dinding pembatas antara dirinya dan orang-orang yang berada disekitarnya, juga terha...