I"

1.6K 201 34
                                    

Assalamualaikum Wr. Wb. ..........

Aku gak bosen nulis mohon maaf karena lama gak posting karena memang ada beberapa urusan gak kelar-kelar...

Semoga tetap dapat feelnya ya...

Ini cerita aku cicil sejak sabtu minggu lalu dan baru terselesaikan tengah mala mini karen benar-benar hilang feelnya kelamaan gak kepegang.

Semoga tetap suka...

Happy reading....

-

-

-

Rio sedang mempelajari tumpukan kerjaan Rian yang terbengkalai sejak pria paruh baya itu dinyatakan koma, ketika pintu ruangan diketuk oleh sekretaris Rian. Wajah cemas Sara bersama dengan langkah kakinya yang tergesa, membuat Rio was-was.

"Bapak... Ba—bapak." Sara tak melanjutkan kalimatnya, ia menyerahkan ponselnya pada anak bosnya.

Rio segera mengambil alih ponsel yang digenggam kuat oleh Sara dan sedikit basah karena keringat. ID caller yang terpampang, juga terdengar isakan samar dari panggilan yang tak menggunakan fitur loudspeaker, mengharuskan Rio menyiapkan hati selagi membawa ponsel itu tepat di telinga kirinya.

"Ma?"

"Kakkk" jeritan tertahan diikuti isakan bertambah kencang itu menjadi alarm bahwa dia harus segera menuju rumah sakit.

"Kakak balik sekarang" ucapnya pelan lalu memutus sambungan, dan menyerahkan ponsel itu pada Sara yang hampir kehilangan kendali mendengar berita yang mematahkan seluruh harapan orang-orang yang menyayangi Rian.

Beberapa saat Rio terdiam, sebelum bergerak cepat menghubungi orang kepercayaan Rian untuk didelegasikan pada pertemuan bersama partner perusahaan menjelang sore nanti. Kemudian meminta Sara untuk tetap fokus menyelesaikan tugasnya hingga jam kerja berakhir. Selama menuju rumah sakit, Rio menghubungi keluarga besar Rian dan Manda yang kemungkinan sekarang masih berada diperjalanan kembali ke rumah.

"Rio gak tahu tepatnya jam berapa, Om. Belum tanya banyak karena Mama langsung nangis. Iya, Om. Makasih."

Lanjut Rio menghubungi sepupu-sepupunya, lalu kerabat dekat Rian dan Mama. Serta menghubungi pihak pengurus masjid di perumahannya untuk menyiarkan berita duka ini. Mengingat Manda Bersama Ify, Rio segera menghubungi bibi untuk menyiapkan kebutuhan di rumah.

"Bibi di rumah? Aku minta tolong Bibi minta perlengkapan untuk pemakaman ya. Iya, Bi. Aku mohon Bibi tahan dulu sedihnya ya. Kasihan Papa. Iya, Bi. Makasih ya, Bi."

Rio menghela napas panjang. Bersandar pada punggung kursi. Memejamkan mata mencoba menenangkan diri sebelum kembali membagi berita duka pada kerabat yang lain. Jeritan tangis Manda terngiang seiring kalimat pemberitahuan kondisi Rian itu terulang. Rian memilih untuk menyudahi tugasnya di dunia sebagai ayah dan suami yang baik. Rian memutuskan untuk menemani masa tua Manda dengan kenangan. Rian meninggalkan mereka yang menyayanginya tanpa ucapan selamat tinggal.

Rio tak pernah merasa sesedih ini dipaksa menerima kehilangan orang yang dicintainya. Setelah sang adik, sekarang papa yang meninggalkannnya, dengan cara yang sama. Rara meninggal dalam peristiwa kecelakaan. Pergi dari mereka tanpa salam perpisahan. Rian berhasil mengulanginya. Manda. Dada Rio bertambah sesak membayangkan keadaan mamanya yang dibentur oleh kenyataan kehilangan yang sama. Memikirkan itu, dia meminta sopir pribadi Rian menghentikan mobilnya di tengah kemacetan.

"Saya jalan saja, Pak." ucapnya sebelum keluar mobil.

Jarak yang harus ditempuh cukup jauh, namun lebih cepat tiba dengan jalan kaki karena banyak jalan tembusan di antara bangunan-bangunan tinggi di sisi kiri jalan. Langkah Rio semakin panjang saat jaraknya dengan rumah sakit bertambah dekat. Setengah berlari dia melewati halaman belakang gedung rumah sakit posisi Rian dirawat. Langsung menuju bagian administrasi mengurus kepulangan Rian sebelum menghampiri Manda yang dia harapkan tetap dalam keadaan sadar.

ALWAYS BE MY PARTNER (HOPE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang