Q"

1.5K 184 49
                                    

Assalamualaikum Wr. Wb....

Selamat siang...

Terima kasih atas apresiasi dalam bentuk vote dan komennya teman-teman...

Maaf ya baru bisa lanjut ini cerita..

Happy reading:) :)

Memasuki hari ketiga Ify menempati apartemen Rio yang semasa pacaran sering kali mereka menjalankan ritual malam jumat sebelum esoknya Ify balik ke kampung halaman. Sejak perdebatan hangat antara suami dan mertuanya minggu lalu, Rio tampak lebih diam dan terlihat lelah. Satu sisi Ify ingin Rio beristirahat normal dengan otak yang bekerja terlalu kerasa memikirkan solusi mencapai kedamaian, namun sisi lain dia tak cukup hati untuk menghubungi orang tuanya. Selain Rio akan kecewa karena harus merepotkan ayah lagi, sementara sejak akad pria itu merasa bertanggung jawab penuh atas keselamatan, kesehatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan hidupnya.

"Mas... Ify telfon bunda ya." izinnya kala itu ketika ia mendapati tubuh suaminya menghangat setelah beberapa hari tidur tidak normal. Tidur tengah malam karena begadang kerjaan, sekali tidur belum berapa menit kebangun karena dia mau ke kamar mandi. Ify sebenarnya bisa ke kamar mandi sendiri kalau tangan gak dililit infus. Lepas celana jadi butuh bantuan tangan suami.

"Jangan dulu ya. Mas masih bisa."

"Jangan terlalu keras sama diri sendiri atuh Mas. Setidaknya kalau ada bunda, Mas gak terlalu capek. Mas bisa fokus ke kerjaan. Gak harus tiap selesai rapat atau visit, mampir ke rumah sakit terus balik lagi. Ify yang cuma mantau aja capek Mas. Lagian ayah sama bunda gak berpikiran Mas gak bertanggung jawab hanya karena Mas minta bantuan." Ify hampir nangis saat itu melihat gelengan Rio menolak pernyataannya, terlebih selanjutnya mendengar bisikan suaminya.

"Mas mohon... jangan. Mas bisa. Mas gak capek, Sayang. Percaya Mas." selanjutnya laki-laki itu menegakkan punggungnya. Mengusap wajah kasar berharap kantuk dan lelah hilang.

Saat itu, Ify bisa apa selain merentangkan lengan menawarkan pelukan untuk kesekian kalinya, dan mengucap maaf berkali-kali di sela isakan yang mati-matian ia tahan. Sampai detik ini, ia belum bisa menerima pemikiran Rio yang menganggap meminta bantuan keluarga Ify adalah bentuk dari melanggar janji sucinya. Ia teringat permohonan Rio ketika sempat memberi opsi bunda yang menemaninya setelah pindah ke apartemen dan ditolak tegas tanpa pertimbangan.

"Mas gak bermaksud menyembunyikan kelalaian Mas menjaga kamu dari ayah dan bunda. Mas belum siap kalau ayah dan bunda tahu tentang perlakuan mama ke kamu, mereka akan minta Mas bawa kamu balik ke rumah dan mengambil tanggung jawab Mas atas kamu dengan perasaan kecewa. Mas gak mau kehilangan kamu. Mas juga gak mau kehilangan perhatian bunda yang hampir setiap pagi menanyakan kabar Mas, dan Mas cuma punya ayah sebagai panutan dan penasehat Mas."

Ify mengusap air matanya mengingat seluruh usaha dan pengorbanan Rio untuk mengembalikan keadaan setelah negara api menyerang. Sebenarnya Sivia bukan lawan yang tangguh kalau-kalau bukan Manda yang dijadikan sebagai senjata, karena Rio terlalu takut untuk menyakiti Manda dan menjadi anak durhaka, serta Ify yang begitu takut menjadi alasan Rio durhaka.

Ify mendongak mencegah air matanya kembali turun. Lantas melanjutkan kembali jalan-jalan ringan mengitari ruangan yang dulunya kamar Rio, dengan pantauan dari wanita usia 30 tahun yang telah menemaninya dua hari ini. Ia melirik jam dinding di kamar itu, beberapa menit lagi Rio akan datang. Ia mempersiapkan diri dengan bersolek di depan cermin yang menempel pada pintu lemari. Khas kamar laki-laki, ruangan ini hanya terdapat ranjang king size dan lemari yang untungnya memiliki ukuran yang cukup mengisi kekosongan. Ify menyudahi riasannya yang sebatas menyapu bedak tabur bayi dan pelembab bibir, bersamaan dengan Rio muncul dari balik pintu. Pria itu masih mengenakan baju tidurnya. Semalam, jadwal Rio menginap di rumah. Menjelaskan pagi ini pikirannya kembali mengenang situasi menyedihkan selama hamil ini. Laki-laki itu berjongkok setelah memutar kursinya dan membalas salamnya dengan kecupan di kening, sepasang pipi, pucuk hidung, dan turun ke bibir. Mbak Di –kenalan bibi— lebih dulu pamit pindah tempat ke dapur tepat sejak mendengar Rio mengucap salam.

ALWAYS BE MY PARTNER (HOPE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang