R"

1.5K 173 40
                                    

Assalamualaikum Wr. Wb. teman-teman...

Selamat malam...

Sebenarnya ingin posting cerita ini semalam sekaligus menjadi pembuka di tahun 2020, cuma belum diedit ulang dan aku merasa tidak yakin karena kayaknya berantakan...

Selamat tahun baru teman-teman...

Semoga di tahun ini kita selalu menjadi pribadi yang sehat, positif dan dijauhkan dari toxic-toxic lingkungan sekitar. Semoga perubahan-perubahan yang belum tercapai di tahun sebelumnya, bisa tercapai dengan baik dan benar di tahun ini. Aku sendiri berharap semoga tahun ini bisa mandiri secara materi dan dijauhkan dari overthinking pada diri sendiri dan tentunya bisa menamatkan semua cerita di lapak ini. Jadi perubahan yang kalian ingin capai tahun ini apa guyss???

Oh iya yang besok udah masuk sekolah, semangatttt:*

Happy reading:*

-

-

-

Sementara di lain tempat, Rio memukul stir mobil untuk kesekian kali. Suara isakan yang ditahan kuat-kuat oleh istrinya mengiringi perjalanan. Ia sengaja tidak memutus sambungan. Ponselnya tergeletak di kursi samping kemudi. Pikirannya penuh dengan bayangan-bayangan kondisi Ify yang bahkan menghentikan percakapan tanpa memutus sambungan pun tak mampu. Ia memijat pangkal hidungnya menahan pening akibat semalam tidak tidur, juga laporan Agni via pesan yang disertakan dengan bukti gambar, dan tangisan Ify yang tak berniat ia hentikan dengan menekan tombol merah pada touchscreen. Lengan kirinya terulur mengambil kembali ponselnya di sela macet yang cukup panjang di kawasan rambu lalu lintas. Tatapannya langsung mengarah pada foto yang diunggah Sivia dengan caption yang mengundang pesan dari teman-temannya selain Agni dengan pertanyaan yang sama. Cukup heboh, mengingat ia dan Ify sama-sama aktif di beberapa kepengurusan organisasi.

Foto yang diposting Sivia adalah selfie camera. Tidak akan jadi masalah jika di belakang punggung gadis itu tak terbidik punggungnya dan beberapa pernak-pernik kerja yang menunjukkan bahwa pemilik punggung itu pasti dia. Juga tidak akan seheboh ini jika posisi selfie Sivia tidak berbaring di ranjang dan motif sprei yang amat dikenal Ify.

Mencegah umpatan pada Sivia yang tak memperbaiki keadaan malah merusak amal baiknya, ia menutup tampilan chat dan menghubungi saudara bibi yang langsung akrab dengan Ify. Dua kali panggilan tidak terjawab. Selagi menunggu sambungan terhubung, ia menekan pedal gas dengan lancar begitu berhasil keluar dari kemacetan. Rio berdecak ketika ART-nya tidak segera menjawab. Lantas setengah melempar –kembali— ponselnya ke jok samping, ia fokus mengemudi dan mencari jalan pintas ketika dari jauh terlihat barisan mobil kembali panjang

Setengah jam berlalu sejak ia masuk jalan tikus yang dulunya dapat dilewati 2 mobil sekaligus, ia tiba di basement apartemen. Setengah berlari Rio berlalu memasuki lift menuju lantai 21. Sampai di depan pintu, Rio menormalkan tarikan napasnya. Terlalu bingung, ia sampai harus mengulang 3 kali memasukkan pass apartemennya. Bersamaan dengan itu, terlihat mbak Di keluar kamar dengan peralatan makan istrinya yang tampak berantakan. Beberapa saat ia menahan napas menangkap wajah cemas wanita yang 9 tahun lebih tua darinya itu.

"Mbak boleh pulang sekarang. Biar saya beresin." ucapnya mendekat ambang pintu kamar utama.

"Biar saya yang beresin, Den. Den Rio langsung temenin Mbak Ify tidur saja."

"Oh.. Ify tidur?" ia melirik arlojinya mengangguk samar mengetahui ia menghabiskan waktu hampir 1 jam untuk tiba di apartemen.

"Iya, Den. Habis nangis langsung tidur." suara mbak Di terdengar pelan di kalimat terakhir yang menyampaikan kondisi istrinya, "Maaf... apa saya perlu masak sekarang untuk makan malam?"

ALWAYS BE MY PARTNER (HOPE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang