P

2.1K 189 38
                                    

Dua malam Ify sama sekali tidak bisa tidur nyenyak. Bayangan wajah Rio dan keluarganya tak henti mengusik ketenangan tidurnya. Tubuhnya terasa lemah. Namun pagi ini dia akan pergi ke tanah rantauan. Selain untuk mendekatkan diri dengan calon mertuanya, juga sekalian menghadiri latihan padus untuk persiapan ulang tahun kampus.

"Bun... Mbak pamit ya." ucapnya setelah menemukan bunda di kamar, tengah berbaring di samping Ata yang tidur tenang. Ify tak berani mendekat mengingat Ata sangat sulit tidur setenang itu.

Bunda beranjak pelan supaya gerakannya tak mengusik Ata. Menghampiri dirinya yang bertahan di ambang pintu.

"Di jemput Mas Rio kan? Apa cuma Bunda yang gak denger Mas Rio ngucapin salam ya?"

Bunda nih ya. Nyindir mulu dari kemarin. Ify mengerucutkan bibirnya mengundang kekehan dari bunda. Dengan merangkul bahunya, bunda menggiringnya ke dapur. Mendudukkannya tepat di depan meja makan dengan lauk-pauk lengkap di atasnya yang sudah luang seperempat karena pukul 6 tepat tadi ayah sudah berangkat kerja.

"Makan dulu Mbak, kalau sudah dijemput baru pamit." ujar bunda menuangkan dua centong nasi ke atas piring dan mengulurkan padanya.

Duhhh... Lagi gak napsu nih, Bun.

Ify hanya berani menyuarakannya dalam batin. Tanpa berniat membuat bunda curiga dan khawatir dengan keadaannya sekarang yang rasanya hidup segan matipun tak mau. Ify melahap makanan di hadapannya seperti biasa. Menelannya tanpa mengunyah lebih dari 3 kunyahan.

"Nanti sampaikan salam Bunda sama Ayah ke orang tua Mas Rio ya, Mbak. Bilangin maaf belum bisa bertandang ke rumah mereka." tutur bunda yang menemaninya sarapan.

"Iya, Bun." balasnya mengangguk singkat.

Selanjutnya tak ada obrolan. Keduanya fokus dengan menu yang dihidangkan. Hanya terdengar suara sendok yang beradu dengan dasar piring. Situasi itu berlangsung hingga bunda menyelesaikan sarapannya. Diam-diam mengamati Ify yang akhir-akhir ini makan dengan gerakan lambat dan tatapan kosong tertuju pada piring. Sebenarnya bunda tak ingin mencampuri perasaan seperti yang dilakukan suaminya mengingat di usianya sekarang Ify sudah harus mempertanggungjawabkan pilihan yang diputuskannya sendiri. Namun sisi keibuannya yang menganggap Ify butuh pertolongan membuat dirinya terdorong menyuarakan pertanyaan.

"Mbak bahagia? Mbak senang?"

Ify melepas pandangannya dari piring di depannya, menarik sudut-sudut bibirnya membentuk senyuman bahagia. Dia bersyukur tak lupa mengoleskan lipstik merah bibir guna menutupi wajahnya yang pucat.

"Alhamdulillah Mbak senang, Bun. Mbak masih gak nyangka aja dua bulan lagi akan jadi istrinya Mas Rio." tuturnya sambil membayangkan hubungannya dengan Rio selama 7 bulan lebih berjalan.

Jelasnya dia dan Rio akan mengundang beberapa warga kampus yang dikenalnya bukan? Kalau tak ingin disangka hamil duluan karena nikah diam-diam. Dan Ify gak bisa bayangkan respon mereka ketika laki-laki idaman wanita yang terkenal single selama masa kuliah diberitakan akan menikah dalam waktu dekat. Tapi itu gak seberapa rumit dibanding menaklukkan hati Manda, dan Ify cukup menyuarakannya dalam hati.

"Ohhh... Bunda fikir karena mamanya Mas Rio."

Ify mempertahankan ekspresinya. Bunda ini suka banget mancing-mancing. Kebiasaan di kelas yang selalu menstimulus keaktifan dan kreatifitas siswanya.

"Nggak Bun. Kan memang wajar ya apalagi Mbak baru dua kali ketemu Tante Manda." jawabnya dibalas anggukan oleh Bunda.

"Benar juga. Di manfaatin waktu pendekatannya ya Mbak. Bunda sama Nenek kamu aja perlu waktu sampai kamu lahir baru kita jadi kompak. Itu pun masih harus ada drama-drama. Jadi jangan diambil hati apapun perkataan mertua kamu jika itu sekiranya menyakiti hati, karena secara tidak langsung mereka menguji kualitas menantunya dengan cara demikian. Kalau kamu sudah dipilih oleh anaknya berarti kamu adalah yang terbaik. Tapi pemikiran itu gak cukup, Mbak. Jadi perlu tindakan untuk mengevaluasi walaupun mulut sudah merestui. Ayah yang anak kelima dari 7 bersaudara aja uji kualitas mantunya ketat, apalagi Mas Rio yang anak tunggal? Satu-satunya yang keluarga harapkan." jelas Bunda mengundang kernyitan di dahi Ify.

ALWAYS BE MY PARTNER (HOPE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang