Z

2.5K 202 34
                                    

Keterangan gambar: Yang rutin dilakukan Rio tiap antar-jemput sang Ratu.

Hallo... Cerita ini mungkin ending setelah bertemu huruf Z kembali, karena aku juga mau menuliskan kehidupan after nikahnya mereka di mana tekad Ify sebagai wanita karir masih berusaha membuat Rio mengerti dan Rio yang harus memahami ambisi Ify.

Terima kasih atas vomennya di part-part sebelumnya. Awas ranjau dan berterima kasih sekali yang menemukan typo dan komen buat saye memperbaiki. 😘

Happy reading and hope u like this part... Muach😘

-
-
-

"Hallooo... Hayyy... Kok pada diem?"

Sivia memandang manusia-manusia di dalam ruangan yang ditunjuk oleh pembantu Rio dengan senyuman lebar. Ia melangkah menghampiri kursi di sebelah Rio yang kosong. Di sampingnya, laki-laki yang sampai saat ini memenuhi ruang hati Sivia, beranjak dan menarik lengan Ify ke tempat duduk di sebelah Agni. Kemudian menoleh pada semua orang yang sudah tahu penyebab gagar otak yang dialami Ify dari Agni. Mulut si Agni kan di mana-mana, cocok jadi penyiar berita.

"Kamu di sini sebentar, aku ke bawah." bisik Rio yang berdiri di belakang punggung Ify, menunduk mendekatkan muka pada Ify yang mulai berkeringat dari wajah hingga telapak tangannya.

Ia mengusap pundak Ify berulang seraya menatap teman-temannya, "Sorry, gue ke bawah bentar. Kalian bisa santai-santai di luar. Rapat ditunda sampai gue balik."

Semua panitia mengangguk patuh, "Thanks."

Rio berlalu dari posisinya setelah memberi usapan di tempat yang sama. Cekalan di lengan saat telah dekat dengan ambang pintu, ia tepis dengan sekali sentakan kuat.  Dia bukanlah orang yang mudah memaafkan. Tipe pendendam. Bertolak belakang dengan Ify yang mudah untuk lapang dada menerima semua kejadian dalam hidupnya, seperti urusan cuti. Marah memang, tapi hanya sebatas itu. Kalau Rio? Ia tak menyukai Sivia hingga ke tulang sumsumnya.

Ia berjalan cepat menghampiri lift yang membawanya ke lantai dasar menuju tempat sang mama tadi berselonjor santai. Ia tak menemukan Manda. Hanya ada bibi yang merapikan meja samping sofa yang kotor dengan kulit kacang bekas Manda.

"Mama kemana, Bi?" tanya Rio membantu bibi mengumpulkan kotoran kulit kacang di bawah meja.

"Di kamar, Mas. Barusan Bapak pulang lebih awal untuk makan siang." jawab bibi memeluk wadah plastik yang menampung kulit-kulit kacang, menatapnya keibuan.

Rio mengangguk, "Sivia ke sini, Mama tahu Bi?"

Kening bibi mengernyit, "Sivia, Mas? Perempuan yang baru aja tanya Mas di mana?" ucap bibi menggantung yang segera ia angguki.

"Oh... Itu nyonya udah di dalam, Mas." tambahnya, "Kenapa, Mas?"

Rio menghela napas, "Dia bukan panitia acara nikahan aku, Bi."

"Loh? Pantes kok bibi ngerasa asing ya, Mas. Bibi itu ingat muka-muka teman-temannya Mas sama Ify tiap ngantar jamuan." muka bibi tampak menyesal karena teledor membiarkan orang asing masuk rumah, "Maaf, Mas."

Rio tersenyum tipis seraya sebelah tangan terangkat mengusap bahu wanita seusia Manda itu, "Bibi gak usah pikirin. Masak aja buat aku sama teman-teman. Aku pengin tahu goreng Bi, dipenyet sama sambal tomat." Dia melirik jam dinding di ruang tengah, "masih keburu kan, Bi?".

Pipinya bersentuhan dengan kulit telapak bibi yang kasar, menandakan bahwa pekerjaan apapun dikerjakan dengan baik, "Bibi seneng, Ify yang dipilih Mas Rio. Mas lebih bahagia."

Rio terkekeh pelan. Kekesalannya pada gadis tak diundang pulang tak diantar itu, sedikit mereda. "Rio ke Mama ya, Bi."

Dia melangkah bersamaan dengan Bibi yang berjalan ke arah yang berlawanan.  Di ketuknya pintu kamar orang tuanya. Suara Rian menyahuti dari dalam. Rio hampir memutar bola matanya, melihat Manda duduk menyamping di pangkuan Rian. Mereka sedang menyalurkan kehangatan satu sama lain tanpa melepas pakaian yang dikenakan. Pemandangan ini biasa, bahkan Rio pernah melihat Manda hanya mengenakan jubah tidur yang hanya cukup terpasang menutupi tubuhnya ke dapur untuk mengambil air dan di susul Rian yang nyaris menggunakan dapur sebagai eksperimen keduanya sebelum akhirnya ia berdeham keras. Menjelaskan kenapa bibi hanya diperkerjakan setengah hari. Di usianya yang masuk 17 tahun, pendidikan tentang seks semakin diperdalam oleh orang tuanya, mengingat kenakalan remaja yang salah satunya seks bebas makin marak terjadi. Oleh karena itu, di usia 21 tahun melihat Rian menggoda Manda di dapur, membuat Rio tak lebih dari berdeham untuk mengingatkan mereka terkait tempat yang layak untuk beribadah yang satu itu.

ALWAYS BE MY PARTNER (HOPE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang