Ia duduk di bangku sebuah cafe di sudut jalan. Memesan dua cangkir es kopi bergelas putih. Ia menatap kosong balok-balok es yang mengecil. Tetesan embun satu persatu menetes di luar gelas. Balok-balok es menghilang, tenggelam bersama kopi yang warnanya kian memudar. Ia masih duduk menatap jendela di sampingnya. Angin berhembus, menggoyangkan dedaunan yang rapuh dan bersiap jatuh. Tak ada wajah yang ia nantikan di daun pintu. Tak ada wangi udara kehadiran seseorang yang telah ia pesankan minuman di depannya.
Waktu berdetak kencang memekik telinga, tak ada suara lain terdengar. Langit mulai gelap, senja sebentar lagi berpamit pulang mengecup rembulan. Tak ada hujan hari ini, namun pipinya basah di genangi rinai hujan dari sudut matanya. Segenggam maaf yang ia pegang dari semalam, ia bungkus kembali di dalam tas. Ia datangi lautan, rumah tempat rindu dan cinta ia letakkan.
Malam itu begitu gelap, deru ombak terdengar tanpa memperlihatkan tubuhnya. Angin berdesir kencang menerpa pohon kelapa yang berdiri menggigil kedinginan. Kurebahkan diri ke ribuan pasir yang menanyakan seseorang, seseorang yang juga kupertanyakan kehadirannya. Awan berarak pelan menyembunyikan ribuan bintang, kutanya pada mereka kemana harus kutuang air lautan. Sebab kini tak ada lagi hati yang menampungnya. Lautan terdiam, keheningan panjang ia lontarkan sebagai jawaban.
-Junidanjuli
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity
Poetry#1 Puisi Indonesia [24042022] #1 Puisi Cinta [02052022] #3 Kata kata [25042022] Kumpulan sajak, sebab sajak-sajak tak pernah habis, ia hadir dalam sepenggal kata membentuk kalimat yang tersirat makna oleh penulisnya.