Mentari membuka matanya dan bercerita tentang pagi yang sepi, tentang pagi yang enggan bertemu sore hari. Burung berkicau nyanyikan elegi embun pagi. Sayu mata mengajak kaki melangkah menuju kamar mandi. Lalu aku melihat kembali pola itu; ia berubah setiap hari demi hari. Menetap di setiap dinding saat terkena basah guyuran air.
Ada sesosok perempuan dengan mata sendunya dilumuri bercak air mata di segala arah. Seperti karang kecil yang dikelilingi lautan air mata. Sepertinya aku merasakan luka di balik rambut terurainya. Setiap helai rambutnya mengeluarkan nada isak tangis amarahnya yang tependam tanpa pernah tahu kepada siapa ia luapkan.
Ada pula sesosok perempuan tinggal di dalam cermin. Matanya sendu, air mata meluap bagai sungai bengawan solo di musim penghujan. Sedang bibirnya begitu kering, seperti kemarau panjang di gurun pasir. Bahkan air matapun enggan membasahinya walau setetes. Aku iba melihatnya.
Ia tak mengeluarkan sepatah katapun. Hanya menatapku kosong, sama seperti perempuan di dinding kamar mandiku.Dalam diamnya mereka pendam jutaan luka yang selama ini terkumpul bahkan tanpa pernah tahu kapan akhirnya. Perempuan-perempuan itu selalu hadir mengikutiku. Dan berlalu saat aku meninggalkan tempat itu.
Junidanjuli 🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity
Poetry#1 Puisi Indonesia [24042022] #1 Puisi Cinta [02052022] #3 Kata kata [25042022] Kumpulan sajak, sebab sajak-sajak tak pernah habis, ia hadir dalam sepenggal kata membentuk kalimat yang tersirat makna oleh penulisnya.