Aku membuka mataku dan hal pertama yang aku lihat adalah wajah tenang Seonghwa, tentu saja. Aku bersyukur karena jika saja Yeeun tidak dijodohkan, mungkin aku tidak akan pernah merasakan kehidupan yang cukup harmonis bersama Seonghwa.
Oh ya, Seonghwa juga memelukku saat kami tertidur. Pelukan hangat yang mengikis jarak antara kami dan membuat malam terasa pendek.
Aku mengarahkan tanganku pada wajah Seonghwa dan membelainya. Sungguh, mimpi apa aku semalam hingga bisa sedekat ini pada Seonghwa.
"Hm?"
Ah, Seonghwa sudah bangun. Morning face-nya lucu sekali.
"Good morning," ucap Seonghwa.
Aku tersenyum, "Good morning too."
"Ini masih pagi banget, kenapa kamu udah bangun?" tanya Seonghwa.
"Astaga, ini jam tujuh," ucapku, kemudian bangkit dari kasur.
"Gapapa kalo kamu mau lanjut tidur lagi, aku mau masak. Jangan lupa, jam sepuluh kita ada janji sama pastor," ucapku.
Seonghwa mengangguk kecil, kemudian kembali menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Aku tersenyum, berapapun umurnya, Seonghwa selalu terlihat seperti anak kecil yang lucu bagiku.
Aku mengambil pakaianku dan masuk ke kamar mandi.
Tidak perlu waktu lama bagiku untuk memasak sarapan. Sebenarnya sih, karena bahan makanan terbatas, hehe. Sejak aku pulang dari desa, kami selalu makan di luar. Jika aku tidak marah-marah karena boros, mungkin aku bisa lupa rasanya memasak.
Pagi hari di flat tidak biasanya se-hectic ini karena aku harus bolak-balik membangunkan Seonghwa, memastikan pria itu bangun dan mandi sedangkan aku juga harus menjaga masakanku agar tidak gosong. Selama ini kan aku hanya memasak tanpa peduli apa yang pria itu lakukan.
Pintu kamar tiba-tiba terbuka dan Seonghwa muncul, masih dengan efortlessly handsome nya. Hanya dengan celana olahraga dan kaus tipis, persis seperti penampilan Seonghwa ketika ia pergi ke gym. Ah, tiba-tiba aku takut jika ada perempuan-perempuan genit menggoda Seonghwa ketika ia berolahraga.
"Tumben pake baju gitu, kan hari ini gak ke gym?" tanyaku.
"Gapapa, enak kayak gini," jawabnya.
Seonghwa duduk di kursi. Kepalanya terantuk-antuk karena masih mengantuk. Hahaha, lucu sekali.
"Bangun ih, tidur mulu," ucapku sembari menghidangkan sarapan. "Mau aku bikinin kopi?"
"Boleh deh,"
"Yaudah makan dulu, abis itu baru boleh minum kopi,"
Seonghwa mengangguk. Aku kembali ke dapur dan membuat minuman untuk kami. Sesekali, aku menoleh pada Seonghwa. Setidaknya pria itu tidak lagi terdiam horor seperti kemarin malam.
"Abisin," ucapku.
Aku meletakkan minuman kami di atas meja dan duduk di sebelah Seonghwa.
"Kamu gak makan?" tanya Seonghwa.
"Aku mah gampang, liat kamu makan juga aku udah kenyang," jawabku.
"Jangan gitu, aku suapin yaa?"
Seonghwa mengambil sepotong daging berukuran besar dengan sumpitnya dan mengarahkannya padaku. Aku tersipu, aku belum terlalu terbiasa dengan tingkah manis Seonghwa.
"Kamu harus makan. Kata Yeosang, di desa kamu jarang makan," ucap Seonghwa.
"Idih Yeosang cepu," dengusku. "Nyatanya aku tetep sehat kok."
"Kamu terlalu kurus, nanti sudah dapet adek," ucap Seonghwa.
Aku tertawa, ini masih pukul delapan lebih dan Seonghwa sudah melantur.
"Don't be silly, we haven’t do that thing," ucapku.
"Well, then let's do it. Anytime you're ready,"
Oh Tuhan...
"Let's stop this nonsense," ucapku.
"Kita udah menikah hampir empat tahun, don't you want to be a mother? We can make a perfect family then,"
Aku menghela nafasku, "Bukannya aku gak percaya sama kamu, tapi aku masih insecure sama Yeeun. Dia bisa kembali kapan aja."
"Look at me," Seonghwa menangkup wajahku dan membuat kontak mata antara kami. "Anything between me and Yeeun, everything are over. Sekarang cuma ada kita, dan aku berjanji demi nama Tuhan, aku gak bakal kembali ke Yeeun, atau ke wanita manapun kecuali kamu."
Aku hampir meneteskan air mataku. Mataku seperti terlalu buta dengan masa lalu Seonghwa dan Yeeun hingga aku sulit merasakan ketulusan dari kata-katanya.
"Maaf, aku janji gak bakal ragu lagi sama kamu," ucapku.
"It's ok. Ayo siap-siap ke gereja, jangan bikin pastor nunggu lama,"
Kami bangkit dari meja makan dan aku segera membersihkan peralatan makan kami. Seonghwa masuk ke kamar terlebih dahulu untuk bersiap-siap. Toh kami tidak perlu membawa banyak barang karena jadwal kami hanyalah konseling pada pastor.
"Aku udah siapin baju kamu di kasur," ucap Seonghwa.
Aku membalikkan tubuhku. Seonghwa rapi sekali dengan pakaian formalnya.
"Kamu mau ke gereja, bukan ke kantor. Ngapain pake jas segala??" tanyaku.
"Biar rapi. Udah sana ganti baju, aku yang nerusin beres-beres,"
"Oke,"
Aku berjalan cepat menuju kamar dan mengunci pintunya. Aku juga takut jika Seonghwa tiba-tiba masuk ke kamar.
Aku melihat satu pasang pakaian yang Seonghwa siapkan untukku. Blouse berwarna biru pastel dengan rok simple berwarna hitam. Astaga, pakaian ini terlalu 'Yeeun' untukku yang biasa mengenakan kaos kemanapun.
Ah sudahlah, aku tetap memakai pakaian itu. Saat aku keluar dari kamar, aku baru menyadari bahwa pakaian yang kami kenakan ternyata sepadan. Yeah, walaupun pakaian Seonghwa terlalu formal sih.
"Kamu cantik banget!" puji Seonghwa. "Besok-besok banyakin pake baju kayak gini, lebih anggun."
Wah, sepertinya aku harus segera menghubungi Jessica dan belajar cara menjadi wanita anggun agar pantas bersanding dengan Seonghwa.
"Yuk berangkat," ucapku sambil menggantungkan sling bag pada bahuku.
"Ayo,"
Seonghwa menggandeng tanganku keluar dari flat. What a great life, sebuah kehidupan manis yang selalu aku dambakan akhirnya bisa ku rasakan, bersama Seonghwa, sang pemilik hati.
hai hai haiiiiiii
mana sini yang masih setia nungguin wbh update, aku peluk duluu
/mengirim pelukan onlen/kalo aku telat update, tagih aja yorobun, soalnya aku suka gak tau diri 🐴
KAMU SEDANG MEMBACA
Way Back Home ➖Seonghwa [ATEEZ] ✔
FanfictionI am a sinner, and you are my God. Originally written by Penguanlin, 2019. was #1 in Seonghwa, Hongjoong, San, ATEEZ #2 in Sohye