Kelasku berakhir pukul sepuluh, sedangkan ini hampir jam sebelas karena aku dan San menyempatkan diri untuk memutari bazar makanan untuk membelikan Seonghwa makanan.
"Udah dapet?" tanya San.
Aku mengangguk. "Menurut lo, gue harus beli apa lagi?"
"Astaga, lo udah beli banyak banget makanan. Sup, bubur manis, es duren, udah lo beli semua. Nanti kalo Seonghwa gak mau makan, telpon gue ya,"
Aku memukul pelan kepala San. "Maunya lo kali. Hari ini gue mau jadi super Sohye, gue paksa Seonghwa buat makan," ucapku.
"Ya udah lah malen, udah banyak banget ini. Jangan mentang-mentang banyak duit lo beli semua dong," omel San.
"Duit Seonghwa kok. Ya udah yuk pulang," ucapku sambil menarik tangan San meninggalkan kerumunan.
"Gue sampe sini aja ya," ucap San sesaat setelah pintu lift terbuka di lantai flatku. Dasar San, selalu menghindar dari Seonghwa.
"Kok gitu sih? Mampir bentar lah anjir, lo udah nemenin gue seharian ini, masa langsung pulang aja,"
"Yaelah, gue nganter ampe depan pintu aja deh," kata San sambil kita terus berjalan sampai ke depan flatku.
"Takut banget sih sama Seonghwa," ucapku sambil menekan passcode.
"Laki lo galak," ucap San.
Tepat setelah San menyelesaikan kalimatnya, pintu flat terbuka. Bagian buruknya, ada Seonghwa di sana, tepat di depan pintu. San mati kutu.
"Apa lo bilang? Gue galak?" tanya Seonghwa.
Astaga, jantungku berdegup kencang. Jangan sampai Seonghwa menghajar San lagi.
"Apa sih bacot banget lo, balik sana," ucapku pada San.
"Ye tai. Yaudah gue mau pulang. Bye!" kata San, kemudian berlari secepat mungkin menuju lift.
"Kita belom selesai!" seru Seonghwa.
"Udah udah, ayo masuk, aku bawa jajan," ucapku, menahan Seonghwa agar tidak berlari mengejar San. Toh aku juga malu jika bayi besar ini berteriak-teriak seperti orang gila di depan pintu.
"Kamu masih pulang sama dia?? Kamu bisa telpon aku buat jemput kamu!" seru Seonghwa.
"Ck! Kamu sakit, gak usah kebanyakan gerak! Sini masuk, aku bawa makanan,"
Aku menarik tangan Seonghwa agar mengikutiku masuk ke ruang tengah, di depan TV. Pria itu masih menatapku dengan tatapan kesalnya, bahkan setelah aku kembali dari dapur.
"Kamu kenalan lah sama San, galak banget sih kalo ketemu San. Dia kan gak ngapa-ngapain," kataku.
"Gak ngapa-ngapain apanya?? Kalian selalu berduaan gitu, masa aku gak boleh marah??"
Hahaha. Rasanya aku ingin berlari menuju pusat informasi dan tertawa menggunakan mikrofon.
"Gimana kamu sama Yeeun? Apa aku pernah marah, protes, bahkan berantem sama Yeeun karena kamu selalu gak tau diri dan selalu berduaan sama dia? Sebenernya yang lebih berhak marah itu aku apa kamu sih??" ucapku.
Tanpa sadar, aku meninggikan nada bicaraku. Dan lagi-lagi, air mata itu telah bersiap-siap untuk keluar.
Seonghwa diam. Entah dia diam untuk menyiapkan omong kosong lain atau dia memang tidak bisa menjawab. Aku heran mengapa aku bisa bertahan selama tiga tahun ini menikah dengan manusia tidak punya hati seperti Seonghwa.
"Aku lebih berhak marah, Park Seonghwa. Kamu liatnya aku biasa-biasa aja kalo kalian lagi berduaan, iya kan? Kamu gak pernah peduli sama aku. Cuma San yang peduli sama aku. Dia yang bikin aku tetep ada di sini sampe sekarang, Seonghwa. Kamu gak pantes buat marah sama San. Dia baik, gak kayak kamu, bajingan," lanjutku.
PLAKK!!
makasih banyak buat apresiasi kalian untuk way back home :"))
KAMU SEDANG MEMBACA
Way Back Home ➖Seonghwa [ATEEZ] ✔
Fiksi PenggemarI am a sinner, and you are my God. Originally written by Penguanlin, 2019. was #1 in Seonghwa, Hongjoong, San, ATEEZ #2 in Sohye