Chapt-- 90• Karina Day,

692 44 5
                                    

Mata itu memandang kosong seorang pria dan gadis remaja yang sedang bermain air di kolam renang. Tak lupa dengan suara tawa yang menggelegar seakan-akan dunia milik mereka berdua.

Tubuhnya meringkuk di sudut gazebo, kedua lututnya dia peluk erat, matanya yang mengeluarkan air mata menutup perlahan.

Malamnya, setelah makan malam dia memilih untuk langsung pergi ke kamar. Mengunci pintu lalu duduk di atas kasur dengan sebuah diary dan pulpen.

Ketika semua kejadian di kepalanya yang mulai berkecamuk itu semakin menjadi-jadi tangannya mulai menulis. Menumpahkan isi hatinya kedalam diary itu.

Ketika rasanya biasa saja dia akan menulis dengan normal. Tapi ketika rasanya begitu sakit, maka setiap tulisan penuh dengan tekanan dan tak lupa bintik-bintik lembab karena tetesan air mata yang meluncur bebas.

Karena merasa sudah cukup dia menumpahkan semua isi hatinya pada diary tersebut, gadis itu menyembunyikan benda tersebut di sebuah box yang ada di bawah kasur.

Dia gegas mencuci muka lalu berbaring tidur. Karena tahu di jam seperti ini pria itu akan masuk ke dalam kamar untuk mengecek kondisinya.

Suara derap langkah kaki terdengar, gadis itu menarik napas dalam-dalam lalu menutup matanya.

Pintu terbuka,

🐻


"Karina? Lo gak papa?" Tanya Bianca yang duduk di samping Karina. Sedari tadi pagi hingga istirahat kedua sahabatnya itu lebih sering diam dan melamun.

"Ha? Iya gue gapapa."

"Tapi wajah lo pucat! Kalau sakit ayo gue antar ke UKS, atau mau pulang sekarang?"

Karina hanya tersenyum kecil sambil menggeleng pelan. Dia menelan ludah susah payah, sedang perang batin dengan sisi dalam tubuhnya.

Akhirnya Bianca diam, dia kembali memainkan ponselnya dan sesekali melirik kearah Karina.

"Bi?"

"Iya?" Bianca menoleh dengan pandangan bertanya, "Ada yang sakit."

Hati gue Bi, Sakit.... Banget!

"Enggak ada, gue cuma mau bilang sesuatu sama lo."

"Apa'an?"

Karina diam sejenak, lalu menunduk untuk menatap kedua tangannya yang saling meremas. "Lo... selama ini tulus jadi sahabat gue?"

Bianca tercengang, tak menyangka dengan pertanyaan itu. "Maksud lo apa? Jelas gue tulus lah, jangan berpikir bodoh deh, Karina!"

"Iya, gue cuma tanya. Dan," Karina menggantungkan kalimatnya,melirik Bianca.

"Dan apa?"

"Dan semisal gue udah gak ada apa lo bakal ingat sama gue?"

Hening,

"Lo bercanda ya, ha haha? Udah ah ganti topik gue gak suka kalau mellow kayak gini! Gak ada gak ada apaan coba?" Gerutu Bianca dengan hati berdebar, dia merasa tak senang dengan ungkapan Karina yang tidak seperti biasanya. Pikiran-pikiran negatif langsung menyelimuti pikirannya. Seakan-akan kalimat itu adalah kalimat perpisahan.

"Lupain aja, hehe. Tapi gue harap lo bisa maafin semua perbuatan buruk gue dan tetep ingat gue ya, Bi. Gue sayang lo sebagai sahabat, dan lo juga orang yang berharga di hidup gue setelah mama." Belum sempat Bianca membalas, bel pulang berdering nyaring.

Keduanya gegas membereskan barang-barang yang berserakan di meja lalu gegas keluar.

"Gue boleh peluk gak, Bi?" Tanya Karina saat keduanya berhenti di depan lobby.

"Ih! Lo suka sama gue ya?" Gurau Bianca dengan wajah jijik tapi dengan bibir melengkung ke atas.

"Yaudah, ga--"

"Iya-iya, gitu aja ngambek!" Bianca memutar mata dan segera memeluk Karina erat. Rasanya ini adalah pelukan terkahir bagi keduanya, tapi Bianca tidak mau berpikir buruk dan segera menepis pemikiran itu.

Setelah acara pelukan selesai, Bianca pergi dengan melambaikan tangannya. Karina balas melambaikan tangan dan dengan tersenyum manis.

Setelah sosok Bianca tidak terlihat, Karina membalikkan badan, mengusap kedua pipinya yang basah. Perlahan kakinya melangkah untuk menyusuri sekolah yang mulai sepi.

Tidak ada alasan khusus baginya untuk mengapa disaat semua murid berjalan keluar gerbang untuk pulang tapi dirinya malah memutar badan dan kembali ke dalam sekolah.

Karina menarik napas dalam saat angin sepoi-sepoi menerpanya. Dia menatap intens bagian-bagian dari sekolah ini, memotretnya dalam mata dan akan menyimpannya dalam otak.

Karina sangat menikmati momen seperti ini. Dan setelah melewati kantin dia memilih duduk di tribun pinggir lapangan. Menatap gedung besar di depan sana. Dimana kelasnya berada di sana.

"Kenapa gak pulang?"

Karina terkejut, refleks langsung menoleh untuk menatap pemilik suara tersebut. Dia mendengus pelan saat tahu siapa orang itu dan segera memalingkan muka.

"Kalau ditanya tuh dijawab!" Kata seseorang itu dengan kesal, lalu duduk di samping Karina.

"Apa?"

"Astaga... Gue itu tanya kenapa belum pulang, bukannya apa?!"

Karina tersenyum geli melihat wajah kesal yang terkesan imut itu. "Gak papa, Samudra! Kepo banget sih sama urusan orang."

Ya orang itu adalah Samudra, dan sekarang sedang menampilkan wajah menyebalkan. "Gue cuma tanya, gak kepo!"

"Iya deh, gue lagi malas debat tau!" Karina menangkup kedua pipinya dan masih menatap depan.

Hening,

"Mau main basket, gak?" Tawar Samudra ketika matanya melihat ada bola oranye tergeletak tak jauh dari mereka.

"Gue gak bisa." Jawab Karina menoleh sekilas. "Dan gue juga yakin lo lebih gak bisa!"

Samudra melotot tak percaya, "Jangan ketawa! Ayo kita buktikan kalau gue bisa, ya! Gini-gini gue jagonya, hahaha."

Mendengar suara tawa Samudra yang renyah, Karina ikut tertawa. Dia pun menerima ajakan Samudra dan akhirnya mereka berdua menuruni tribun, berjalan ke tengah lapangan.

"Mau battle, hm?" Samudra mulai mendribel bola dengan lincah. Karina hanya berdiri dengan tangan yang terlipat di dada

"Diam berarti, iya!" Samudra tersenyum miring. "Dan tidak ada penolakan! Taruh dulu tas di pinggir, Karina! Masa lo mau main basket sambil bawa tas?"

"Iya-iya bawel!" Kesal Karina lalu menaruh tas, dan kembali kehadapan Samudra.

"Kalau kita battle dan gue menang, Lo traktir gue es krim sepuasnya, ya? Gak ada penolakan!!" Karina mengedipkan sebelah matanya dan segera merebut bola tersebut lalu mendribble nya menjauh.

Samudra terkejut dan berlari menyusul Karina, "Oke, Fine! Tapi kalau lo kalah lo yang bayar! Gimana?"

Karina masih mendribble bola, dia tersenyum miring. "Gak mau!" Karina menjulurkan lidah dan langsung berlari dan mengshot bola, bola masuk dengan mulusnya.

Karina tersenyum puas dan melakukan ciuman jauh berkali-kali, seakan-akan dipinggir lapangan banyak fansnya.

Samudra menatap Karina tak percaya, "Perasaan dia bilangnya gak bisa, tapi kenapa bisa masukin bola dengan mulus? Wah, gue dikibulin anak kambing!" Gumamnya, Samudra sadar saat mendengar teriakan menyebalkan Karina. Dan pemuda itu mulai merebut bola dan berniat mencetak point banyak-banyak!

Tbc~

▶Semakin mendekati Ending~ (:
▶Semakin banyak vote dan coment maka semakin cepat juga buat aku update, pilihan ditangan kalian. (;

TRIANGEL LOVE OF THE TWINS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang