Ada yang lain pada senyum dan sikapmu. Beritahu aku apa penyebabnya. Sebagai tetangga yang baik, aku berhak untuk hal itu kan?
-Undefinable-
"Fa, bukain. Gue lagi gak bawa kunci serbaguna." ucap seseorang dari balik jendela kamar Shafa.
Shafa yang sedang bergulung di dalam selimut langsung meloncat dari kasurnya untuk membukakan jendela. Tadi Shafa memang mengunci jendelanya karena hujan. "Bawa makanan gak? Kalo gak bawa, gue gak mau bukain." sahut Shafa sebelum membuka jendela itu.
Ck, dasar. Shafa ini memang tetangga tidak tahu diri yang selalu mengharapkan makanan dari cowok ganteng bernama Fabian. Fabian berdecak kesal. "Bawa. Cepetan buka, Fa. Licin nih!"
Shafa tersenyum cerah kemudian membuka jendelanya. "Makasih papah sayang, tau aja kalo mamah lagi laper hehe."
Fabian menyentil kening Shafa. "Berhenti manggil gue papah sayang. Gila lo!"
"Bodoh amat buat amat yang sekarang pinter amat." sahut Shafa.
"Ngomong apa sih, belibet banget." Fabian menyerahkan sebuah kantong plastik berisi dua bungkus nasi goreng dan martabak manis pada Shafa. "Nih, nasi goreng dua bungkus. Satu bungkus kasih ke Rafa. Jangan rakus jadi cewek."
Shafa memanyunkan bibirnya. "Males ah."
"Kalo gak mau kasih ke adek lo. Gue ambil lagi nasi gorengnya."
"Ishhh kok gitu sih. Bian jahat!"
"Emang," sahut Fabian. "Kasih ke Rafa cepetan! Kalo enggak, gue gak mau berbaik hati lagi sama tetangga gak tahu diri kayak lo ini."
"Iya iya. Galak banget jadi cewek." kesal Shafa. Ia mengambil satu kotak nasi goreng dari plastik kemudian berjalan ke arah pintu, kemudian keluar kamar.
Fabian duduk di kursi samping meja belajar Shafa kemudian bergumam, "Gue cowok, Fa. Masa iya setelah kejadian waktu itu lo masih meragukan gender gue?"
Sementara itu di luar kamar, Shafa terdiam kaku karena ketika dirinya menuruni anak tangga bertepatan dengan ayahnya yang ingin naik. Shafa menunduk, tidak melanjutkan langkah kakinya.
Tio-ayah Shafa-tersenyum lalu mengacak puncak kepala putrinya itu dengan sayang. Pasalnya, putrinya itu sangat jarang keluar kamar kecuali ingin berangkat sekolah atau ada sesuatu yang mendesak untuk memaksanya keluar. "Anak ayah sudah besar. Jadi ayah mohon, sikapnya jangan kekanak-kanakan lagi."
Setelah mengatakan itu, Ayah Shafa menaiki anak tangga kemudian masuk ke kamarnya, meninggalkan Shafa yang masih menunduk menatap kotak nasi goreng. "Maafin Shafa, Yah." gumamnya.
Ketika Shafa tiba di ruang tengah, ia langsung disambut dengan tatapan berbinar dari Bunda dan adiknya. Shafa menyodorkan kotak nasi itu pada Rafa, "Nih, buat lo."
Rafa-anak laki-laki berusia tiga setengah tahun itu menyambutnya dengan tersenyum lebar, "Makasih Kak Afaaa." girangnya.
"Bilang makasih ke Fabian. Bukan ke gue." sahut Shafa dengan nada dingin. Ia berbalik, ingin kembali ke kamarnya.
Rafa duduk pada sofa tepat di samping Kanaya. Ia bergumam, "Kak Afa udah belubah jadi baik ya, Bunda? Ngasih Yafa makanan."
Kanaya tersenyum mencubit pelan hidung putranya, "Kak Afa memang baik dari dulu, sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefinable
Teen FictionShafa, gadis dengan peringkat lima dari bawah itu adalah gadis yang periang, namun menjadi pendiam ketika berada di rumah. Merasa dibedakan, membuat Shafa menjadi pribadi yang berbeda dengan Shafa yang sebelumnya. Fabian, tetangga Shafa yang mengaku...