Bersabar dikit, bisa? Jangan cuma gara-gara belum dikasih kepastian, langsung pindah haluan.
-Undefinable-
"WOY! JADI KERUMAH GHEA NGGAK NIH?!" teriak Arsen pada teman-teman sekelasnya yang sedang asik mengobrol di pinggir lapangan.
"JADI!" semua kompak menyahut, dengan cara berteriak juga.
Gheana Anastasya. Cewek yang katanya ansos dari kelas sebelas ips dua itu kini seolah menghilang tanpa jejak. Sudah hampir satu minggu ia tidak berhadir ke sekolah. Tanpa kabar. Padahal tinggal beberapa hari lagi ujian kenaikan kelas. Anak-anak kelas memutuskan untuk mendatangi Ghea ke rumahnya, menanyakan kabar, alasan kenapa cewek itu tidak hadir.
Dahi Arsen mengernyit, menatap cewek berambut pirang itu menghampiri Shafa dan Fabian. Mencium bau-bau pernebengan, Arsen kembali berteriak. "CA, LO SAMA GUE AJA!" teriaknya.
Caca yang semula ingin masuk ke mobil Fabian, kini malah putar balik.
Melihat Caca yang kini berjalan mendekat ke arahnya, cowok itu tertawa, "Ngapain lo mau ikutan naik mobilnya Bian? Jangan ganggu, ya. Mereka tuh udah saling nunjukin warna daleman masing-masing,"
Caca menatap Arsen dengan alis bertaut, "maksudnya gimana, sih?"
Arsen mendekat, membisikkan sesuatu di telinga Caca sambil terkekeh, "Pokoknya mereka udah begitu. Kemaren gue nemu kutang Shafa di kamar mandi Bian."
"Eh, mulut lo ya!" Caca menoyor kepala Arsen, "Gue nggak percaya!"
"Eh, Ca, gue beneran. Asli gak boong, kalo boong, hidung gue mancung kayak pinokio," Arsen meyakinkan, "Lo mau kemana? Woy!" teriaknya ketika Caca berjalan menghentakkan kaki.
"Ikut Shafa sama Bian aja. Males barengan sama cowok penyebar fitnah kayak lo!"
"Anjir lah, Ca. Gue ikut kalo gitu!" Arsen mengejar Caca. "Gue bukan penyebar fitnah ya, monmaaf!" ujarnya ketika sudah berhasil mensejajarkan langkah dengan Caca.
"Lha? Bodo amat!" sahut Caca kemudian menginjak kaki Arsen dengan kuat sebelum akhirnya cewek berambut pirang itu buru-buru berjalan ke arah mobil Fabian.
Arsen meringis, "Anjir, sakit. Untung gue suka sama lo, Ca. Kalo enggak, udah gue hukum lo dengan ketampanan gue yang bertubi-tubi!"
Sementara itu di dalam mobil, Shafa dan Fabian sedang memperdebatkan masalah buah stroberi kenapa warnanya merah? Kenapa daunnya hijau? Kenapa buah stroberi dikasih nama stroberi? Kenapa nggak durian aja? Hingga akhirnya, perdebatan itu menghasilkan keputusan-Shafa tiba-tiba merengek minta di belikan buah stroberi, dengan alasan cewek itu lagi ngidam katanya. Kayak orang hamil aja.
"Gue jadi ikut kalian!" ucap seseorang yang tiba-tiba masuk dengan wajah cemberut. Hal itu membuat Shafa dan Fabian jadi saling tatap, heran.
"Lha? Kirain sama Arsen," ujar Fabian.
"Gue nggak mau sama dia. Kenapa emangnya? Lo nggak mau kasih tebengan ke gue?" sewot Caca, "Kalo nggak mau ya bodo amat, pokoknya gue mau disini,"
Shafa tertawa renyah, "Apasih, Ca? Maksud Bian nggak kayak gitu kok-"
"Gue nebeng!" ujar Arsen yang tiba-tiba masuk, duduk di kursi penumpang, di sebelah Caca lebih tepatnya. "Gak bisa jauh-jauh dari Caca soalnya,"
"Sepik teroooos," celetuk Fabian, "Jadi, berangkat sekarang nih?"
Shafa mengangguk, "Iya, Arash sama anak-anak yang lain juga udah berangkat daritadi kayaknya,"
Setelah itu, Fabian menjalankan mobilnya. Di perjalanan Shafa tak banyak bicara karena sibuk memakan permen yupi kesukaannya. Fabian fokus menyetir. Sementara Caca dan Arsen? Dua orang itu daritadi hanya bergulat-dengan Arsen yang tidak berhenti mengoceh, "Lo kenapa nggak mau sama gue sih, Ca?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefinable
Teen FictionShafa, gadis dengan peringkat lima dari bawah itu adalah gadis yang periang, namun menjadi pendiam ketika berada di rumah. Merasa dibedakan, membuat Shafa menjadi pribadi yang berbeda dengan Shafa yang sebelumnya. Fabian, tetangga Shafa yang mengaku...