03. CHARLIE

49.2K 3.2K 166
                                    


Semua orang memiliki kenangan dan rahasia dari masa lalu. Rahasia untuk disimpan. Masa lalu untuk dipelajari.

-Undefinable-

"HAHAHA GUE NGAKAK NJIRR!" Arsen tertawa lepas sambil menabok pundak sebelah kiri Fabian.

"Sama. Gue juga, Sen. Hahaha." Shafa ikut-ikutan tergelak dan menabok pundak sebelah kanan Fabian. "Maaf ya, Ca. Kayaknya habis ini lo bakal terkenal dengan nama penyakit lo haha."

Caca berdecak sebal, "Gila tuh si Udin.. Seharusnya tadi dia bilang kalo gue punya penyakit asma, bukan ayan!" katanya, "Nggak bisa diajak kompromi emang!"

"Biarin aja kali, Ca." Sahut Shafa sambil tertawa. "Tapi sumpah, deh. Kita baru kali ini akting senekat ini. Barusan Diana nge-chat gue, katanya pas kita bertiga keluar kelas tadi, BuSuk pingsan. Hahaha." ujarnya, kembali tertawa sambil menepuk pundak Fabian. Fabian berusaha sabar, Shafa tertawa lepas, tapi dirinya yang seolah kena siksaan.

"Yang bener, Fa? BuSuk pingsan? Hahaha, azab karena terlalu sering ngasih tugas sama ulangan harian ke kita tuh!" seru Caca, tertawa puas. "By the way, Sen. Tadi yang lo bakar itu apaan?"

Arsen nyengir, "Gue ngambil satu troli bola voli tadi,"

"Wagelaseh, ketahuan Pak Bambang tau rasa lo," sahut Caca, "Siap-siap aja kena panggil,"

"Santai sih gue, bola voli doang mah." kata Arsen. "Ngomong-ngomong, gue pengen lihat dong gimana lo kalo kena penyakit ayan." Arsen mengedipkan matanya pada Caca.

Caca melotot, "ARSEN SAYANG, LO MAU MASA DEPAN LO HANCUR DITEMPAT INI?" tanya Caca sambil mengangkat kaki mengarahkannya pada area kelemahan Arsen.

Arsen bergidik ngeri. Membayangkan masa depannya hancur gara-gara tendangan maut dari Caca rasanya sangat menyeramkan. Arsen langsung memasang senyuman sok manisnya, "Caca sayang. Gue cuma becanda kok. Ya nggak, Bian? Yakan, Fa? Hahaha," ujar Arsen tertawa garing dan kembali menepuk pundak Fabian. Memang selalu Fabian yang menjadi sasaran.

"BISA NGGAK, LO PADA KALO KETAWA NGGAK USAH NABOK KE GUE?!" hilang sudah kesabaran Fabian. Dari tadi, selalu dirinya yang menjadi tempat untuk ditabok. Apa mereka semua mengira kalau itu nggak sakit? Sakit banget!

"Wow, santai dong, Yan. Kalem kalem cuy," kata Arsen.

Fabian menarik kerah seragam Arsen, "Nyantai-nyantai apaan? Daritadi gue juga udah nyante, lo nya gak tau diri," katanya, kesal. Ia mendorong tubuh Arsen ke tembok.

"Apasih lo, Yan? Galak banget njir!" Arsen balas mendorong tubuh Fabian, ia menggulung lengan seragamnya ke atas, "Mau adu kejantanan sama gua? Ayo sini,"

Arsen bersiap meninju Fabian, begitu juga Fabian yang sudah mengepalkan tangan-ancang-ancang ingin memukul cowok itu lebih dulu, "Sini lo, njing!"

"Lo yang kesini, nyet!"

Shafa melipat kedua tangan di depan dada, saling tatap dengan Caca. Mereka sama-sama mengendikan bahu, acuh tak acuh dengan kelakuan Fabian dan Arsen di depan mereka. Ya memang, di antara mereka ber-empat, nggak ada yang warasnya kan?

"Panggilan kepada Arsenio Abraham dari kelas sebelas sosial dua, di minta agar segera menemui Pak Bambang di ruangannya.....," samar-samar panggilan tersebut terdengar dari pengeras suara.

UndefinableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang