❝Perasaan ini labil. Bisa berubah-ubah tergantung tempatnya. Di tempat lain, aku merasa memiliki kehidupan. Namun ketika dirumah sendiri, yang aku rasakan hanyalah sakitnya dibeda-bedakan.❞-Undefinable-
Fabian dan Arsen langsung menuju kelas mereka. Sementara Shafa dan Caca mampir ke toilet. Shafa mengeluarkan bedak bayi dari tasnya, menuangkannya di telapak tangan, lalu dengan telaten memakaikannya di bibir Caca.
Caca menatap cermin besar di hadapannya, "Sia-sia gue pake liptint tebal pas berangkat tadi kalo ujung-ujungnya bakal di pucetin gini juga," gerutunya.
"Hahaa biarin, Ca. Kan sekarang emang giliran lo," sahut Shafa, memakaikan sisa bedak bayi di telapak tangannya ke wajah. "Minta liptint lo dong. Gue lupa bawa nih," pintanya.
Caca mengambil liptint dari saku kemejanya lalu menyerahkannya pada Shafa, gadis ini memang tidak bisa pisah dengan benda yang satu itu. "By the way, Fa. Tadi pas berangkat gue gak sengaja ketemu sama Kak Daniel."
Shafa selesai memoleskan liptint pada bibir mungilnya, "Terus?" tanya Shafa acuh tak acuh.
"Katanya hari ini dia bakal ke sekolah ini, ada urusan sama Bu Rika."
Shafa mendengus, "Palingan juga mau caper sama siswi-siswi disini. Sorry banget, gue udah enek sama cowok yang kayak dia."
"Gak boleh gitu sama mantan, Fa. Gitu-gitu lo juga pernah bahagia sama dia. Lagian nih ya, kalo gue pikir-pikir, Kak Daniel itu baik kok," sahut Caca, merebut kembali liptint miliknya dari tangan Shafa.
Shafa mencubit kedua pipi Caca, "Caca sayang, dia emang baik, kalo ada maunya. Dan gue benci itu. Jadi, jangan bahas soal dia lagi, oke?"
"Terserah lo deh." pasrah Caca. Mereka keluar dari toilet, menyusul Fabian dan Arsen yang sudah lebih dulu ke kelas.
Daniel adalah alumni SMA Adhyastha yang baru saja lulus beberapa bulan lalu. Tepatnya, Daniel adalah senior dari Shafa sekaligus mantannya. Selama bersekolah di SMA ini, Daniel memiliki tanggung jawab yang besar, sebagai Ketua OSIS sekaligus ketua ekstrakurikuler PMR. Kisah antara Daniel dan Shafa berawal ketika MOS. Pendekatan selama tiga hari, dan pada hari ke empat MOS, Daniel menyatakan cintanya pada Shafa dihadapan seluruh panitia dan calon peserta didik yang mengikuti kegiatan itu.
Suatu kebanggaan bagi Shafa. Siapa yang tidak bahagia ketika laki-laki sesempurna Daniel mengungkapkan perasaan untuknya. Munafik jika Shafa mengatakan bila itu bukanlah hal manis.
Namun kenyataannya, yang manis selalu berakhir menyakitkan. Hubungan mereka hanya bertahan selama dua bulan. Tepatnya setahun yang lalu ketika Shafa masih berstatus sebagai siswi kelas sepuluh, suatu insiden terjadi di ruangan PMR. Insiden yang membuat Shafa terluka, bukan cuma luka raga, tapi juga jiwa. Hari itu, kisah antara Shafa dan Daniel mencapai ending-nya.
Dan sekarang, Shafa benar-benar sudah melupakan Daniel. Bukankah kita akan dikatakan sudah move on ketika kita mendengar nama orang itu, perasaan kita biasa saja?
Dan jawabannya iya, Shafa bersikap masa bodo ketika tau Daniel akan datang ke sekolah pada hari ini.
Mantan, ya mantan.
***
Suasana di kelas XI IPS 2 cukup ramai, padahal sebentar lagi guru mata pelajaran sejarah akan segera datang dan membagikan soal-soal ulangan harian untuk mereka. Shafa mendengus kesal, dia tidak menyukai mata pelajaran sejarah. Karena menurutnya, mengingat-ingat masa lalu itu sama saja dengan belum move on. Iya kalo sejarahnya manis, lah, kalo pahit? Bisa bikin tambah puyeng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefinable
Teen FictionShafa, gadis dengan peringkat lima dari bawah itu adalah gadis yang periang, namun menjadi pendiam ketika berada di rumah. Merasa dibedakan, membuat Shafa menjadi pribadi yang berbeda dengan Shafa yang sebelumnya. Fabian, tetangga Shafa yang mengaku...