Masa lalu yang buruk tuh kayak tai, semua orang punya. Jadi, lupain aja. Ngapain inget-inget tai, sih?
-Undefinable-
"Kelasnya di acak?" tanya Shafa, "Gue gak mau pisah sama kaliaaaaan. Ntar siapa yang ngasih contekan kalo gue kepisah sama lo pada?"
"Santai aja kali, Fa," sahut Fabian, "Kelas kita dibagi jadi dua ruangan. Nomer absen satu sampe dua puluh tetap di kelas ini, gabung sama lima orang dari kelas sosial satu. Nah terus, nomer absen dua puluh satu sampe tiga puluh ujiannya di kelas sebelah, gabung sama lima belas orang dari kelas sosial tiga," jelasnya panjang lebar.
"Gua absen nomer tiga." Arsen turut bersuara, "Fix, kita gabakal kepisah."
"Bagus deh kalo kita ber-empat nggak kepisah." Shafa tersenyum semringah, "Eh ini kita perlu atur strategi nggak? Bikin kape'an kek apa gitu."
Fabian tertawa lalu menyentil kening Shafa, "Contekan mulu yang lo pikirin, Fa. Belajar dong!"
Shafa mendengus, "Kayak lo belajar aja,"
"Jadinya kita tinggal nunggu pembagian kartu ujian nih?" tanya Caca. Shafa, Fabian dan Arsen saling mengangkat bahu. "Dih, mending kita ke atap aja, udah lama kan kita nggak ngumpul di markas?"
"Nah setuju!" Arsen merangkul Caca lalu mengajak cewek itu berjalan ke luar kelas, "Lo berdua kita tunggu di atas!" teriaknya tanpa menoleh ke belakang.
Fabian menatap Shafa, "Kok diem? Nggak mau ikut Arsen sama Caca?"
"Mau, sih." Shafa menggeleng kemudian, "Tapi gue mau nemuin Arash dulu, ada yang mau di omongin,"
"Ngomongin apa?"
"Something,"
"Arash sibuk. Nggak bisa ketemu sama lo."
Shafa menggeleng, "Gue tunggu dia sampe sibuknya kelar."
Fabian berdecak, "Yaudah, kalo gitu gue ikut,"
"Dih, ngapain? Ini urusan penting antara gue sama Arash. Lo nggak boleh ikut, Bian."
Fabian menggertakkan giginya, "Urusan penting apa coba?"
"Pokoknya penting," sahut Shafa, "Sepenting perut gue yang sekarang tiba-tiba pengen makan seblak," lanjutnya dengan mata berbinar menatap Fabian.
Fabian mengeluarkan ponsel dari saku celananya, "Gofood aja, mau?"
Shafa tersenyum lebar lalu memeluk lengan cowok itu, "Tetap jadi papah sayang yang selalu peka sama mamah ya, Bian," ucapnya, diakhiri dengan berjinjit kaki kemudian mengecup singkat rahang Fabian.
"Mesum lo, Fa!" Fabian mendorong Shafa, "Di kelas nih, untung nggak banyak orang."
"Yaudah maafin," Shafa memanyunkan bibirnya, "Baru rahang doang padahal, belum nyampe bibir. Tega banget sih main dorong-dorong aja. Sakit tau!"
"Lagian elo sendiri mesum banget!"
"Lo juga mesum ya, Bian! Nggak inget malam itu lo ngambil first-"
"Seblaknya gue abisin kalo lo ketemu Arash lebih sepuluh menit!" potong Fabian, berjalan meninggalkan Shafa.
"Ishhhh." Shafa berdesis sebal, "Lima menit doang kok, seblaknya jangan di abisin."
Mendengar itu, Fabian menyunggingkan senyum lalu berbalik menatap Shafa, "Ketemu sama Arash di ruangan terbuka, jangan di ruangan tertutup. Kalo lo nggak nurut, seblaknya tetep gue abisin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefinable
Novela JuvenilShafa, gadis dengan peringkat lima dari bawah itu adalah gadis yang periang, namun menjadi pendiam ketika berada di rumah. Merasa dibedakan, membuat Shafa menjadi pribadi yang berbeda dengan Shafa yang sebelumnya. Fabian, tetangga Shafa yang mengaku...