Namanya juga temen. Kadang baik di depan pura-pura jadi orang baik, tapi di belakang malah jadi penjahat. Adakalanya dunia pertemanan menjadi sekejam itu.
-Undefinable-
"Dulu kita sahabatan, kemana-mana selalu ber-empat. Gue, Arash, dan si kembar Vale sama Aldo," ucap Fabian sambil menatap batu nisan di depannya, "Gue gak tau itu bisa di sebut cinta apa enggak, cinta monyet kali ya, kelas lima sekolah dasar gue terang-terangan bilang suka ke Vale,"Fabian menepuk pundak Arash, "Arash juga suka sama dia. Ya nggak, Rash?"
Arash tertawa renyah, "Ya gitu, gue gak tau cinta monyet anak sekolah dasar ujung-ujungnya bakal bikin nyawa orang lain hilang kayak gini,"
"Waktu itu, liburan akhir semester, mau naik ke kelas enam. Kita liburan ke pantai. Sama orangtua juga karena mereka temenan, tapi Feli nggak bisa ikut karena dia juga ada acara di SMP nya," Fabian bercerita kini sambil menatap Shafa, "Di pantai, Vale ngadain sayembara bikin istana pasir antara gue sama Arash. Aldo yang jadi juri. Yang istana pasirnya paling bagus bakalan menang dan dapat hadiah. Lo mau tau hadiahnya apa, Fa?"
Shafa mengangguk.
"Binder. Binder yang kuncinya bisa dijadiin kunci serbaguna. Binder biru yang gue kasih ke elo, Arash juga punya binder itu," Fabian menghela nafasnya, "Vale gak bilang siapa pemenang sayembaranya. Tapi dia ngasih hadiah yang sama antara gue sama Arash,"
"Hari itu kita ketawa bareng. Lari-larian di pinggir pantai. Ngumpulin kerang sama-sama. Sampai ketika bando milik Vale jatuh, ada ombak, bando itu hilang gak tau kemana, mungkin udah ke tengah laut,"
"Hal tersakit untuk gue saat itu, ngeliat Vale nangis karena bandonya yang hilang. Bukannya menenangkan, gue sama Arash malah berantem, rebutan siapa yang harus ngusapin air mata Vale," Fabian berhenti sejenak, menatap Shafa yang kini juga menatapnya dengan mata berkaca-kaca, "Lo jangan ikutan nangis, Fa, dengerin cerita gue baik-baik,"
"Akhirnya, gue, Arash sama Aldo inisiatif mau beliin bando yang baru buat Vale, tapi Vale nggak mau, dia tetap pengen bando yang hilang itu. Dan pada akhirnya, dia lari dari pinggir pantai ke laut, semakin dalam airnya, padahal dia gak bisa renang sama sekali."
"Kita bertiga panik. Terlebih lagi Aldo kembarannya yang juga ikut-ikutan ngejar Vale. Waktu itu gue gak bisa renang, tapi gue coba buat ngejar mereka, keminum air laut yang bikin sesak, gak ketemu. Sementara Arash hanya diam gemeteran di pinggir pantai, nggak berinisiatif bantu sama sekali. Gue tau saat itu Arash trauma, karena nyokapnya juga mengalami hal yang seperti itu dulu. Tapi gue gak peduli, gue tetep marah sama Arash," kekeh Fabian.
"Vale sama Aldo nggak ketemu. Gue manggil orang tua, bilang kalau si kembar menghilang, nyokapnya Vale sama Aldo langsung pingsan. Gak kebayang paniknya kita waktu itu," Fabian menarik nafas dalam, "Vale di temukan setelah tiga hari, sementara Aldo sekitaran seminggu setelah kejadian baru di temukan,"
"Kita sama-sama terpukul dengan keadaan. Gue nyalahin Arash karena dia nggak bantu, sementara Arash juga nyalahin gue karena terlalu gegabah, sok-sokan pengen nyari mereka padahal gue juga gak bisa renang. Nyawa gue bisa aja nggak terselamatkan waktu itu,"
Kini, giliran Arash yang bercerita. "Beberapa bulan setelah kejadian, lo pindah ke sekolah kita. Ada empat kursi kosong di kelas kita waktu itu. Di samping gue, di samping Fabian, dan di barisan paling belakang,"
"Dulu gue satu meja sama Fabian, setelah kejadian itu kita pisah meja. Dan dua kursi kosong di barisan paling belakang itu milik Vale sama Aldo, nggak ada yang boleh duduk di sana,"
![](https://img.wattpad.com/cover/185278049-288-k898081.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefinable
Ficção AdolescenteShafa, gadis dengan peringkat lima dari bawah itu adalah gadis yang periang, namun menjadi pendiam ketika berada di rumah. Merasa dibedakan, membuat Shafa menjadi pribadi yang berbeda dengan Shafa yang sebelumnya. Fabian, tetangga Shafa yang mengaku...