Jika dua orang bersama tanpa ikatan, maka salah satunya bisa bergi tanpa ada kata 'pamit'.
-Undefinable-
Shafa hampir saja ingin mengumpat, namun ia mengurungkan niatnya ketika tangan Fabian menyentuh dagunya, "Tapi, seandainya setelah ini gue bilang kalo gue suka sama lo, lo mau tanggung jawab, gak?"
"Tanggung jawab?" tanya Shafa yang di iringi anggukan oleh Fabian.
Shafa menggigit bibir bawahnya. Entah dorongan darimana, Shafa menggerakkan telapak tangannya hingga menyentuh dada bidang Fabian, "Bian?" ucapnya dengan suara tertahan.
Fabian mengangkat sebelah alis, "Hm?"
"Gue kan ... nggak hamilin lo, kenapa harus tanggung jawab?" tanya Shafa dengan polosnya. Bego, sih.
Fabian menghela nafas, ia akhirnya mengubah posisinya menjadi berbaring di sebelah Shafa. "Lupain,"
Shafa memanyunkan bibirnya, ia berbaring sambil menghadap sebelah kanan, menghadap ke arah Fabian lebih tepatnya, "Pertanyaannya salah, Bian. Harusnya gue yang nanya kayak gitu," ujar Shafa
Fabian mengernyit, belum mengerti maksud Shafa.
Shafa menaikturunkan alisnya, "Seandainya gue bilang kalo gue suka sama lo, lo mau tanggung jawab gak? Ha?"
"Dih, copy paste doang bisanya!" Fabian berdecih, "Gue kan nggak hamilin lo, kenapa harus tanggung jawab?"
"Yaudah," Shafa melebarkan senyumnya, "Hamilin gue dulu, habis itu baru tanggung jawab!" usulnya.
Fabian memijat pelipis kemudian menyentil kening Shafa, "Jangan ngomong kayak gitu ke sembarang orang, Fa. Bahaya,"
Shafa nyengir, "Emangnya kalo ngomong sama lo, nggak bahaya, gitu?"
"Ya lo pikir aja sendiri, Fa. Menurut lo bahaya, nggak?" Fabian membalikkan pertanyaan.
Shafa mengetuk-ngetuk jari telunjuknya ke atas bibir, "Bahaya sih, kayaknya. Soalnya sekarang kan lo udah jadi cowok normal," gumamnya, tanpa sadar mendapat pelototan sinis dari Fabian.
"Nah, kalo udah tau gitu, ngomongnya jangan sembarangan lagi,"
Shafa menggeleng, "Nggak janji. Deket-deket sama lo bawaannya pengen ngucapin kata-kata frontal mulu, nggak tau kenapa," ucapnya sambil menggigit jari telunjuk, "Ih, kok jari gue rasa sabun, ya? Cuih!"
Shafa mengubah posisinya menjadi duduk, sambil mengusap-usap bibirnya, "Gara-gara lo nih! Ilangin busanya doang, tapi rasa sabunnya masih ada. Ibarat hubungan sama mantan, ilang statusnya doang, kenangannya masih ada!" ocehnya.
Fabian menahan tawa, "Bawa-bawa mantan, nih. Keinget Daniel?"
"Eh? Gue cuma refleks, nggak mikir sampe sana," bantah Shafa, "Lagian, ngapain inget-inget mantan kalo di deket gue udah ada masa depan?" gumamnya dengan volume suara sangat dikecilkan, hingga Fabian tak mendengarnya.
"Ujian kenaikan kelas tinggal dua minggu lagi, Fa," ucap Fabian tiba-tiba, menatap serius ke arah cewek yang sedang duduk di dekatnya itu, "Olimpiade renang juga ditunda jadi tahun depan, pas kita udah di kelas dua belas, otomatis kita nggak ikut olimpiade lagi,"
Shafa tertawa, "Iya, nggak masalah sih, gue masuk klub renang bukan buat itu,"
Fabian yang masih berbaring itu kini beralih menatap langit-langit kamar, "Fa, ngomong-ngomong, lo bisa bikin roti selai stroberi sendiri, kan?"
![](https://img.wattpad.com/cover/185278049-288-k898081.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefinable
Teen FictionShafa, gadis dengan peringkat lima dari bawah itu adalah gadis yang periang, namun menjadi pendiam ketika berada di rumah. Merasa dibedakan, membuat Shafa menjadi pribadi yang berbeda dengan Shafa yang sebelumnya. Fabian, tetangga Shafa yang mengaku...