Semenjak ada kata 'bucin', yang bener-bener cinta malah diketawain.
-Undefinable-
🎶What's the trick?
I wish I knew
I'm so done with thinking through all the things I could've been
And I know you want me, tooAlunan lagu dari earphone yang terpasang itu mengiringi setiap langkahnya. Shafa menjadikan sebotol air mineral yang baru saja ia beli sebagai mic untuk dirinya bernyanyi. Jika ada Fabian, mungkin sekarang Fabian akan mengatai suara Shafa lebih parah daripada suara anjing miliknya.
Koridor tampak sepi, karena memang bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar satu setengah jam yang lalu. Shafa masih berada disini karena ia menunggu Fabian yang sedang melaksanakan hukuman dihari pertamanya.
🎶I'll be fine, fine, fine
Fine, fine, fine, fine, fine
'Cause when it all falls down, than whatev-"Shafa."
Shafa menghentikan nyanyiannya ketika sebuah tangan menyentuh pundaknya. Sambil melepas earphone dari telinganya, Shafa menoleh kemudian menautkan alisnya, "Ghea?"
"Iya, ini gue." sahut Ghea.
"Kok lo masih di sini?" tanya Shafa.
Ghea tersenyum kikuk, "Gue baru selesai ngerjain tugas piket di kelas, sama sempet baca novel juga sih tadi. Ga nyadar ternyata udah lewat satu jam."
"Kebanyakan baca nopal sih lo. Lama-lama jadi cute girl ntar." canda Shafa, terkesan garing alias receh.
Ghea tertawa renyah, "Novel, Fa. Bukan nopal." ralatnya.
Shafa nyengir, "Hehe iya itu maksud gue."
"Gue denger-denger, Fabian sama Arash hari ini bersihin ruang seni. Lo mau kesana ya?"
Shafa mengangguk, "Iya."
"Boleh minta tolong?" tanya Ghea, sedikit ragu.
"Dengan senang hati. Minta tolong apa?"
Ghea mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Shafa mengernyit ketika melihat Ghea mengeluarkan sebuah buku tebal yang sampulnya terlihat seperti cukup usang-mungkin itu yang namanya nopal, ralat, novel-Ghea menyerahkan benda itu pada Shafa. "Tolong kasihin ke Arash ya, Fa."
"Ini buku apaan sih?" tanya Shafa, sedikit penasaran.
"Itu novel Oliver Twist karya Charles John Huffam Dickens. Punya bokap gue, katanya Arash mau pinjem." jelas Ghea.
Shafa hanya ber-oh ria. "Kenapa gak ngasih sendiri aja pas Arash ada di kelas tadi?"
Shafa memang banyak tanya.
Ghea menggeleng, "Gak papa sih. Tolong kasihin ya?"
"Yaudah, iya. Gue kesana dulu." ujar Shafa kemudian melenggang pergi.
Ghea tersenyum kecut menatap punggung Shafa yang kini semakin menjauh dari hadapannya, "Seperti itu? Gue belum pernah merasa kayak gini sebelumnya." gumamnya, entah apa maksud dari kalimatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefinable
Teen FictionShafa, gadis dengan peringkat lima dari bawah itu adalah gadis yang periang, namun menjadi pendiam ketika berada di rumah. Merasa dibedakan, membuat Shafa menjadi pribadi yang berbeda dengan Shafa yang sebelumnya. Fabian, tetangga Shafa yang mengaku...