28. VINGT-HUIT

25.5K 1.7K 57
                                    



Bukan hanya terjadi sama cewek. Kadang ada saatnya cowok bilang 'gak apa-apa' padahal ada sesuatu yang di sembunyikannya.

-Undefinable-

Sudah lebih dari setengah jam Fabian dan Arash berada di ruangan yang konon sering didatangi anak-anak bandel ini-ruang BK-setelah kedatangan Shafa dan yang lainnya ke ruang kelas tadi, tak lama setelah itu Bu Lena juga datang. Entah siapa yang melaporkan kejadian ini pada guru killer sekaligus guru BK itu.

Mereka berdua dimarahi habis-habisan oleh Bu Lena karena telah melakukan tindak kekerasan di sekolah. Terutama kepada Arash. Arash adalah ketua OSIS yang notabene-nya mempunyai citra baik di sekolah. Apa jadinya jika ketua OSIS melakukan kekerasan? Tidak patut dicontoh-begitu kata Bu Lena. Setelah puas berceramah yang sumpah membuat telinga Fabian terasa panas, Bu Lena bangkit dari kursi kebesarannya sambil membawa ponsel.

Fabian tebak, guru killer itu akan memberitahukan masalah ini pada Om Buana, kepala sekolah SMA Adhyastha sekaligus ayah dari cowok brengsek di hadapannya sekarang. Jika Om Buana tau, maka kemungkinan besar orangtua Fabian juga akan diberitahu oleh Om Buana. Orangtua Fabian dan orangtua Arash memang berteman.

Hukuman? Setelah ini pasti Bu Lena akan memberitahukan hukuman apa yang pantas diterima mereka. Ralat, mungkin hukuman itu berlaku hanya untuk Fabian sementara Arash tidak akan di hukum. Fabian tersenyum sinis, anak manja mana mungkin dihukum bokapnya sendiri?

Fabian meringis sambil menyentuh sedikit darah yang mulai membeku pada sudut bibirnya. Ia menatap tajam cowok yang sedang duduk pada sofa di hadapannya dengan tangan terlipat di depan dada. Ia juga sedang menatap Fabian, dengan tatapan datar tentunya.

"Apaan lo liat-liat, bangsat?" tanya Fabian, sarkas.

Arash menyahut dengan nada datar, "Lo juga ngapain liatin gue?"

Mereka beradu tatap. Urusan mereka memang belum selesai, atau mungkin tidak akan pernah selesai selamanya. Sama-sama menyimpan dendam akan masa lalu memang memberatkan.

Bu Lena datang dan duduk kembali di kursinya. Ia menggelengkan kepalanya, "Saya masih tidak menyangka atas tindakan yang kalian perbuat,"

Fabian dan Arash terdiam, malas berkomentar. Kalau dihitung-hitung, ada kemungkinan bahwa Bu Lena sudah mengucapkan kalimat itu lebih dari sepuluh kali. Membosankan.

"Apapun alasannya, jangan diulangi lagi. Ibu tidak tahu kenapa Pak Buana malah ingin memberikan hukuman ringan kepada kalian berdua."

Fabian mengangkat sebelah alisnya kemudian menoleh ke arah Bu Lena. "Hukuman ringan?"

Bu Lena mengangguk. "Selama seminggu ke depan, setiap pulang sekolah kalian berdua harus melakukan aktivitas lari mengelilingi lapangan sebanyak dua puluh putaran per-hari. Dilanjutkan dengan bersih-bersih ruangan yang biasanya di pakai untuk kegiatan ekskul."

Fabian berdecih, "Palingan Om Buana ngasih hukuman ringan karena anaknya juga terlibat. Anak manja kayak orang dihadapan saya ini mana mungkin dikasih hukuman berat, lemah."

"Jaga omongan lo, Fab. Gue bukan anak manja!" sangkal Arash.

Fabian tertawa sinis, "Lalu, kejadian beberapa tahun lalu itu apaan woy? Dan sekarang, lo mau ngulangin kesalahan lagi dengan cara neror gue sama Shafa pake identitas Student A. Masih mau ngelak?" geramnya.

"Gue bilang itu bukan gue!"

"Maling mana yang mau ngaku kalo dirinya itu maling. Kalo ada, udah penuh sel tahanan."

UndefinableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang