Pertanyaan Mengejutkan

129K 10.9K 531
                                    

"Kamu kan udah janji sama aku nggak berantem lagi! Mana buktinya?! Dasar tukang ingkar janji!!" omelku pada Alan yang datang dengan wajah babak belur. Bukan hanya wajah, tapi juga ruas-ruas jarinya memar dan berdarah. Itu hasil karya dia melawan lima orang dari SMA tetangga, sedangkan dia cuma sendiri. Kan nyari mati tuh anak!

"Maaf." Cuma satu kata itu yang keluar dari bibirnya. Dia menunduk seperti anak kecil yang dimarahi ibunya. Dan aku yang jadi ibunya.

"Nggak usah minta maaf. Percuma! Kamu bakal ulang lagi!"

Meskipun mengomel, aku tetap nggak tega membiarkan luka di tubuhnya. Takut infeksi dan akhirnya bertambah parah.

"Aduh sakit! Pelan-pelan dong, Sas!" pekik Alan saat aku menekan kapas yang sudah ditotol obat merah ke lukanya dengan kencang.

"Rasain! Biar kapok. Biar kamu tuh nggak berantem lagi!"

Alan cuma tersenyum menanggapi ocehanku. Kadang dia meringis karena kesakitan.

"Kamu tuh nggak sayang ya sama badan kamu sendiri?! Aku aja lihatnya capek kamu luka-luka terus!"

"Kan Alan sayangnya sama Sashi."

"Iiih." Aku mencubit lengannya dengan kencang. Dia berteriak kesakitan. "Nggak usah gombal! Kalau bener sayang mah nggak lagi-lagi bikin jantung aku hampir copot."

"Hampir 'kan? Nggak copot beneran."

Nyebelin jawabannya, tapi aku nggak bisa marah sama Alan. Setelah selesai mengobati Alan, aku taruh lagi kotak P3K yang aku pinjam di UKS. Untung saja sekolah belum ditutup meski sudah sore.

"Kamu tahu nggak, kenapa aku ingkar janji?"

"Karena kamu udah nggak sayang sama aku," ketusku dan berjalan begitu saja meninggalkan Alan. Dia menarik lenganku supaya aku duduk di bangku dekat halte.

"Justru karena aku sayang sama kamu."

"Tapi aku nggak suka kamu berantem, Alan. Aku nggak mau kamu kenapa-napa." Tanpa terasa aku sudah terisak membayangkan Alan yang terluka parah akibat ulahnya sendiri. Bagaimana kalau lawannya banyak orang? Bagaimana kalau mereka bawa senjata tajam, sedangkan Alan dengan tangan kosong? Silakan saja kalian bayangkan, aku malas membayangkannya.

"Lebih baik aku kenapa-napa, Sas, daripada harta satu-satunya aku yang kenapa-napa."

"Maksud kamu?"

"Kamu tahu kan, mereka yang berantem sama aku itu pacar teman-teman kamu?" aku mengangguk. "Aku nggak sengaja dengar kamu dijelek-jelekkin sama temanmu. Kamu dibilang sok pintar, sok cakep, cewek gatel, dan ejekan nggak pantas yang di alamatkan ke kamu. Akhirnya aku tegur mereka, itu juga dengan cara baik-baik. Tapi ternyata pacar mereka nggak terima. Dan terjadilah adu jotos tadi."

Jadi itu semua karena aku? Alan mempertaruhkan dirinya karena membela aku? Kenapa dia nggak cerita dulu, sih? Aku nyesel sudah marah-marah.

"Aku minta maaf." Ada yang sesak di dalam sana. Setetes demi tetes air mataku jatuh membasahi rok abu-abu yang aku pakai. "Maafin aku...."

"Jangan pernah minta maaf kalau kamu nggak salah, Sashi. Aku kan sudah pernah bilang, kalau ada yang nyakitin kamu aku tendang dia ke pluto."

Aku terkekeh. Setengah malu sih sebenarnya karena habis nangis aku langsung ketawa. "Memangnya bisa?"

"Bisa dong."

"Caranya?"

"Dengan kekuatan bulaaan."

My Coldest GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang