Sugus Mau Poligami (3)

119K 10.6K 875
                                    

Hari ini olimpiade sains dilaksanakan. Aku mematut diriku di cermin, untuk memastikan penampilanku rapi. Di atas pundakku seperti ada batu ribuan ton yang sedang bergelayut manja di sana. Bismillah semoga aku dan kedua temanku berhasil mengharumkan nama pesantren.

Dirasa sudah rapi, aku segera menyambar id card yang terletak di atas meja kemudian mengalungkan di leher. Si kulit lengkuas sudah berubah menjadi nenek lampir menyebalkan.

"Ck lama banget sih? Sengaja ya dandan yang lama biar bisa gaet cowok-cowok di sini?" Saat aku berjalan ke arah pintu si Fika berkata seperti itu. Dia kok nggak nyadar ya, yang bikin lama itu kan dia sendiri yang mandinya satu jam. Aku dan Intan hanya kebagian 15 menit untuk bersih-bersih.

Aku tidak membalas ucapannya barusan, malas saja meladeni orang sepertinya.

"Duuuh Intan deg-degan banget nih." Berulang kali Intan terus berkata seperti itu sepanjang lorong hotel yang kami lewati. Terlihat memang dari sikapnya dan keringat sebesar biji jagung yang ada di pelipis.

"Cemen banget sih lo!" cibir Fika. Baru saja Intan mau membalas ucapannya, Ning Aisyah menghapiri kami.

"Kalian sudah siap?" tanyanya.

"Sudah Ning," jawab kami kompak. Meski suaraku tidak sesemangat Fika dan Intan.

"Ning, Intan deg-degan," aku Intan pada Ning Aisyah. Ning Aisyah lantas menghadapkan tubuhnya pada Intan.

"Kalau kamu deg-degan banyak-banyak istighfar, dan juga jangan lupa baca doa Nabi Musa 'Alaihis Salam. Agar dimudahkan urusan dan ucapan kita," ujarnya dengan lembut. Mengapa wajahnya begitu meneduhkan? Saat ini entah mengapa Ning Aisyah menjelma bak seorang Bidadari. Atau mungkin setiap hari ia seperti itu, hanya aku yang tidak menyadari. Nyaliku semakin ciut untuk bersaing dengannya.

"Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul 'uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii."

Aku lantas mengikuti ucapan Intan, dan berdoa dalam hati semoga semua dilancarkan. Kami berjalan ke luar hotel menuju SMAN 1 Surabaya yang menjadi tuan rumah OSN tahun ini.

Tiba di SMAN 1 banyak peserta yang berseliweran dengan id card yang menggantung di leher, sama sepertiku. Sependek pengetahuanku, di tempat ini terdapat 102 siswa SMA dan sederajat dari seluruh Indonesia yang terbagi menjadi 34 kelompok yang mewakili provinsi masing-masing. Selain membawa nama baik pesantren, aku dan kedua temanku membawa nama baik Jawa Barat untuk berlomba dalam kancah nasional ini. Seperti yang disebutkan saat briefing semalam, hari ini akan dilaksanakan babak penyisihan. Diambil 10 kelompok yang lolos, bagi yang belum lolos dalam babak ini akan dipulangkan hari ini juga ke tempat masing-masing.

"Kalian tunggu sini dulu ya, saya mau ambil nomor peserta di sana," ucap Ning Aisyah seraya menunjuk kerumunan orang. Kami semua mengangguk untuk merespons ucapannya.

"Kak Sashi nyadar nggak kalau dari tadi diliatin sama cowok-cowok di sini," ucap Intan bisik-bisik, akan tetapi masih bisa didengar oleh Fika yang membuatnya juga menoleh.

Memang aku menyadari sejak keluar dari hotel, manusia berkelamin laki-laki yang berpapasan dengan kami selalu menatap lebih lama. Bahkan saat tiba di lobby sekolah ini pun begitu. Semua mata memandang ke arah kami, walaupun mereka sedang berkumpul dengan kelompoknya. Tempat yang sudah dipenuhi banyak orang ini pun terasa semakin bising, ditambah suara bisik-bisik tetangga dari anak perempuan yang menatapku sinis.

"Ya wajarlah kalo ngeliat. Mereka kan punya mata, Tan," balasku tak mau ambil pusing.

"Gila ya udah cantik pinter lagi."

"Tau dari mana lo kalo dia pinter?"

"Ya kalo nggak pinter nggak mungkin dia di sini."

"Iya juga sih."

My Coldest GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang