Sudah kubilang, khilafnya Sugus mengkontaminasi pikiranku yang masih suci ini. Aku benar-benar nggak fokus menjawab ujian matematika. Waktu itu aku bisa menjawab dalam 10 menit saja, tapi kali ini, sisa waktu tinggal 15 menit aku baru selesai. Fiuh.
Lagi Sugus aneh! Khilaf itu se kali, kalau dua kali namanya TUMAN.
Aku keluar dari kelas, meninggalkan teman-temanku yang masih berjuang dengan soal-soal. Aku sengaja nggak bilang kepada mereka mengenai block notes bertuliskan bahasa Arab yang nggak aku paham artinya. Dari sini aku ingin menemui Ning Aisyah, apalagi kalau bukan bertanya artinya.
مع النجاح في الامتحان يا زوجتي ❤Sepanjang lorong kelas, aku memperhatikan huruf perhuruf di block notes yang ada di tanganku ini. Jangankan artinya, bacanya saja aku nggak paham karena nggak ada harokat. Alias huruf gundul.
Siapa sih yang ngirim? Kenapa nggak pakai bahasa Indonesia atau Inggris saja? Kan kalau gini jadi menyusahkan aku.
Bel berbunyi. Aku belum tahu ingin mencari Ning Aisyah kemana. Nggak mungkin aku mengitari pesantren yang luasnya berhektar-hektar ini kan? Kalau saja aku punya radar, pasti nggak usah capek-capek mencarinya, karena langsung tahu dimana keberadaan Ning Aisyah.
Ning Aisyah, muncullah! Muncullah kau Ning Aisyah!
"Auchh!" Tanpa sengaja aku menabrak seseorang. Ini pasti karena aku terlalu fokus mengamati tulisan Arab itu. Hidungku sakit akibat tertabrak badan besar yang ada di hadapanku dan juga block notes yang aku pegang terjatuh di lantai.
Seseorang itu menunduk seraya mengambil benda persegi berwarna pink dari lantai. Ia membacanya sekilas, terlihat raut bingung di wajahnya, kemudian mengulurkan benda itu kepadaku.
"Punya kamu?" tanyanya dengan wajah yang masih menerka-nerka.
"Iya, Ustadz," jawabku dengan sopan. "Maaf ya Ustadz, Sashi nggak sengaja nabrak Ustadz."
Ustadz Abas tersenyum. "Iya nggak papa, lain kali hati-hati ya kamu."
"Iya, Tad."
Aha! Otak pintarku ini langsung bekerja. Jangan sebut Sashi kalau kehabisan akal. Kenapa nggak aku tanyakan saja arti tulisan itu pada Ustadz Abas? Pasti beliau mengerti.
"Ustadz-"
"Sashi!!"
Aku mengumpat dalam hati. Kemudian menoleh pada orang yang baru saja memanggilku. Dia berlari mendekati aku dan Ustadz Abas. Sesampainya di dekat kami, dia memberi salam pada Ustadz Abas lantas menunduk.
"Sas, ayo ikut!" Dengan tiba-tiba dia menarik tanganku menjauhi Ustadz Abas.
"Mari, Tad!" teriakku yang nggak sempat berpamitan pada beliau. Sampai di depan kelas 12 IPS 1, Fika berhenti dan melepas pegangan tangannya pada lenganku.
"Ada apa sih, Fik?" tukasku. Aku langsung menyembunyikan block notes agar Fika nggak melihatnya.
"Jawaban nomor sembilan belas apa sih, Sas? Satu doang itu gue ragu," ucapnya seraya memperlihatkan soal ujian tadi.
Astagfirullah. Jadi cuma mau nanya jawaban saja sampai heboh begini? Benar-benar nih si mantan kulit lengkuas.
"D," jawabku.
"Kok bisa gitu? Ayo coba jelasin!"
Soal nomor sembilan belas itu memang sedikit sulit, soal proyeksi dan tingkat kesulitannya tinggi alias High Order Thinking Skill (HOTS).
"Lo cari besarnya KR dulu, Fik." Aku meraih kertasnya, lantas kusambar saja pensil yang ada di tangan Fika. "Inget! Cotan alfa sama dengan sisi depan alfa per sisi samping alfa," jelasku kemudian aku coret-coret kertas soal miliknya. "Nah, jadi KR sama dengan 20 kali 0,35 sama dengan 7 senti." ucapku yang masih mencoret-coret kertasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Coldest Gus
Espiritual⚠ AWAS BAPER! ⚠ Religi - Romance Karena kesalahan yang sangat fatal, Sashi harus mendapat hukuman dikirim ke pesantren. Bagi Sashi pesantren seperti penjara yang menyedot habis kebebasannya. Dia harus memutar otak bagaimana supaya bisa keluar dari p...